"Dua pikul ini beratnya 70 kg, paling berat saya membawa 80 kg dan itu saja sudah sakit. Kalau teman ada yang kuat sampai membawa 100 kg," kata Arsori, salah satu penambang belerang kepada saya di sela-sela pendakian Gunung Ijen bersama tim adventure dari Explore Indonesia: Tour Banyuwangi.
Explore Indonesia: Tour Banyuwangi adalah program liburan detikTravel untuk mempromosikan destinasi wisata Indonesia. Program ini didukung oleh Garuda Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Saya yang kala itu habis melihat api biru, beristirahat di bagian puncak Gunung Ijen terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Saat itulah saya bertemu Arsori dan memintanya bercerita tentang kesehariannya menambang batu belerang. Beruntung, dia menyambut saya dengan sangat baik.
"Saya bekerja dua kali sehari, pertama jam 00.00 malam dan nanti bekerja lagi jam 07.00," kata pria berusia 49 tahun itu.
Menurut Arsori, penambangan batu belerang di Kawah Ijen sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Batu-batu belerang di sana digunakan untuk pabrik gula dan kosmetik.
Arsori mengatakan, dirinya sudah 23 tahun bekerja sebagai penambang batu belerang. Saya yang makin penasaran, bertanya satu pertanyaan dengan sangat hati-hati tanpa maksud menyinggung perasaannya. Berapa penghasilan per hari dari menambang batu belerang ini, Pak?
"1 Kg batu belerang dihargai Rp 800 perak. Jadi, 70 kg dalam sekali angkut mendapat Rp 56 ribu," tuturnya.
Saya yang tak bisa menyembunyikan perasaan, benar-benar kaget mendengar penuturan Arsori. Dari pengamatan saya yang bertemu banyak penambang belerang, saya yakin tak mudah untuk memikul batu belerang seberat 70 kg. Belum lagi, trek jalanan untuk turun ke kawah berupa bebatuan yang sewaktu-waktu bisa longsor.
Tak sampai di situ, para penambang belerang juga harus menghadapi asap belerang yang bisa membahayakan nyawa. Ditambah, mereka harus jalan 3 km lebih untuk membawa batu belerang tersebut dari dasar kawah.
Namun, sikap Arsori justru berbanding terbalik 360 derajat dengan saya. Tak terlihat rasa cemas atau sedih saat dia menuturkan kisah kesehariannya. Arsori hanyalah 1 dari sekitar 300 penambang batu belerang di Kawah Ijen sana.
Untuk menambah penghasilan, Arsori menjual suvenir berupa cetakan cairan belerang dengan berbagai bentuk. Dari bentuk kura-kura, mobil sampai berbentuk pohon, dengan harga mulai Rp 2.000 sampai Rp 10.000. Lagi-lagi dengan senyum merekah, dia menawarkan suvenir itu kepada para pendaki yang berlalu-lalang.
"Ini hitung-hitung untuk menambah penghasilan saja. Berjualan suvenir ini bisa saat beristirahat atau saat berpapasan dengan pendaki dan menawarkan suvenir," katanya.
Sekitar 15 menit, Arsori tak hentinya bercerita walau sesekali melayani pembeli suvenir dengan sabar. Saya yang tak punya banyak waktu, juga harus menyudahi perbincangan sambil berulang kali berterimakasih dan meminta maaf sudah menganggu waktunya.
Terimakasih Pak Arsori, secara tersirat Anda mengajarkan bagaimana menghadapi hidup dan bekerja tanpa mengeluh!
Begini keseruan tim adventure dari Explore Indonesia mendaki Gunung Ijen:
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Suhu Bromo Kian Menggigit di Puncak Kemarau