Pengalaman naik kapal laut adalah hal yang baru bagi saya. Selama ini saya hanya akrab dengan transportasi darat, udara. Namun ternyata bepergian menggunakan transportasi laut menawarkan banyak pengalaman yang sangat seru.
Saat berkesempatan melakukan trip pakai kapal laut saat mengunjungi Kepulauan Anambas, dalam media tour bersama Pelni beberapa waktu lalu. Sebagai newbie, menyaksikan orang naik turun di kapal bagi saya bak sedang menonton atraksi menegangkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penasaran dengan iming-imingnya, saya dan teman-teman jurnalis lainnya pun langsung bersiap menuju ke geladak kapal di dek 4. Di luar ternyata sudah tersaji pemandangan pagi yang sangat menarik. Perpaduan gugusan pulau-pulau warna hijau, laut yang biru dan semburat keemasan matahari pagi di langit sungguh menyegarkan mata.
Kemudian kapal buatan Jerman yang beroperasi sejak 1996 itu berhenti sejenak alias berlabuh di tengah laut. Kapal tak bisa bersandar ke dermaga lanteran kondisi perairannya yang tidak memungkinkan.
Tak berapa lama, satu kapal kayu tiba. Kapal yang oleh warga setempat disebut Pongpong itu merapat ke lambung KM Bukit Raya dan mencari posisi yang tepat agar tangga dari kapal Pelni bisa berada tepat di bagian atas Pongpong. Lalu dimulailah atraksi yang menegangkan.
Satu per satu penumpang yang dari Pongpong naik ke atas KM Bukit Raya membawa barang-barangnya yang berukuran besar. Kadang saat mereka sudah berdiri di bibir kapal, ombak datang dan menggoyangkan kapal.
Jeritan histeris kadang terdengar saat ada yang hampir jatuh. Maklum saja, naik kapal dalam kondisi yang berayun karena ombak. Apalagi barang bawaan orang pulau mulai dari koper ukuran besar hingga tikar dan banyak lagi. Ada yang terpaksa membuka sepatu dan highheelsnya biar tidak jatuh.
Yang paling menegangkan adalah proses jual beli. Pelni memang sudah melarang para pedagang naik ke atas kapal. Mereka menjajakan dagangannya dari atas Pongpong. Sementara pembeli berteriak dari geladak kapal.
Nasi goreng atau ikan bakar yang dibungkus dalam stereoform pun dititipkan ke penumpang atau porter lainnya. Beberapa pedagang ada yang sampai berjinjut di tepi Pongpong sementara pembelinya berjuang agar nasi dan lauk pauknya tidak sampai tercebur ke dalam laut.
Proses turun naik di Pulau Letung itu memakan waktu sekitar setengah jam. Kami sibuk menjepret beragam ekspresi penumpang.
"Ini sudah biasa begini mbak. Belum seberapa ini, kalau ombaknya besar ada yang bisa jatuh ke air," kata salah satu porter yang merupakan warga lokal.
Walau bagi orang sekitar pulau atraksi itu sudah soal biasa, bagi saya yang sehari-hari jarang ke pulau atraksi itu jadi pengalaman tersendiri yang sangat unik. Ternyata tak hanya saya, ratusan orang lainnya juga memenuhi geladak dan menonton proses turun naik penumpang di tengah laut itu.
(ptr/ptr)
Komentar Terbanyak
Hilangnya Si Penjaga Keselamatan, Ketika Museum Dirusak dan Dijarah
Mengenal Kereta Lambat yang Dinaiki Kim Jong Un ke China
10 Negara yang Mengeluarkan Travel Warning ke Indonesia karena Demo