Lembah Baliem di Wamena, Papua dihuni oleh mayoritas Suku Dani. Di tengah gempuran modernisasi, Suku Dani tetap menjalankan tradisi perang-perangan suku yang menarik untuk ditonton wisatawan.
Sebagai suku yang masih memegang erat tradisi dan budaya leluhur, Suku Dani di Papua memang begitu arif dan berbudaya. Itulah yang detikTravel dan rombongan Mahakarya Indonesia saksikan saat berkunjung ke Kampung Jiwika di Wamena pada Rabu pekan lalu (16/9/2015)
Setibanya di Kampung Anemaugi, saya dan rombongan langsung disambut hangat oleh kepala Suku Dani yang bernama Yali Mabel. Sebagai kepala Suku Dani di Kampung Anemaugi, Yali yang masih mengenakan pakaian adat serta koteka mampu berbahasa Indonesia hingga bahasa Inggris. Sungguh luar biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam bahasa Suku Dani, wah memiliki arti halo atau selamat datang. Pak Yali pun sudah sering menyambut pendatang maupun turis yang datang berkunjung ke Kampung Anemaugi. Sambil membawa panah, Pak Yali juga tidak sungkan berfoto dengan tamu yang datang. Keramahan yang begitu hangat.
Lantas Pak Yali segera naik ke atas tiang pengintai yang berada di tengah lapangan Kampung Jiwika. Dengan gagah Pak Yali memamerkan panahnya sambil berteriak lantang memanggil anggota Kampung Anemaugi. Seketika para pemuda desa dengan tombak dan panah muncul dan berhadap-hadapan. Menegangkan!
"Tradisi perang ini dulunya dilakukan oleh Suku Dani untuk memperebutkan lahan atau untuk membalas serangan kampung lain. Tapi itu dulu, sekarang tradisi perang ini lebih untuk pertunjukan budaya dan untuk menghormati leluhur," cerita pemandu rombongan Mahakarya Indonesia, Herriman Sihotang.
Namun walau hanya pertunjukan budaya dan bukan perang sungguhan, para pemuda kampung terlihat begitu garang dan meyakinkan. Sambil berteriak, salah satu pemuda memberi komando dan menyerang satu sama lain. Bahkan ada satu pemuda yang berperan sebagai korban tembakan panah dan berpura-pura terluka.
Usai menunjukkan tarian perang, Pak Yali pun turun dan bergabung dengan para pemuda Kampung Anemaugi. Dalam posisi berbaris, mereka menyerukan bahasa setempat sambil berjoget kecil. Pada akhirnya barisan pun dibubarkan, dan para pemuda segera keluar lapangan ibaratnya di panggung drama.
Dalam hati kecil saya tersadar, bahwa sungguh kaya budaya di Indonesia. Sekiranya budaya seperti yang dimiliki oleh Suku Dani sangat patut dilestarikan dan mendapat perhatian dari pemerintah. Jangan sampai nilai-nilai adat yang arif tersebut hilang oleh perkembangan zaman.
(rdy/adf)
Komentar Terbanyak
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom
Tanduk Raksasa Ditemukan Warga Blora, Usianya Diperkirakan 200 Ribu Tahun