Tari Perang Warga Sentani di Atas Perahu, Menakjubkan!

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Festival Danau Sentani 2016

Tari Perang Warga Sentani di Atas Perahu, Menakjubkan!

- detikTravel
Senin, 20 Jun 2016 19:22 WIB
Tari perang di atas perahu (Elza/detikTravel)
Jayapura - Festival Danau Sentani (FDS) di Papua semakin meriah dengan adanya tari perang. Warga setempat menari dengan kerennya di atas perahu.

Warga di sekitar Danau Sentani sedang berpesta. Mereka gembira dan terus bersorak melalui berbagai pertunjukan di FDS IX. FDS 2016 telah resmi dibuka meski Menteri Pariwisata Arief Yahya tak jadi hadir dan hanya mengutus perwakilannya. Meski begitu, semarak FDS tak surut dan berbagai pertunjukkan terus berlangsung.

Diawali penampilan tari perang dari Sanggar Seni Honong, panggung utama FDS yang digelar di kawasan wisata Khalkhote, Sentani Timur, Jayapura, Papua, mulai menyentak-nyentak. Panas terik tak membuat tamu undangan surut untuk menyaksikan, Senin (20/6/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai penyampaian kata sambutan dari sejumlah stakeholder, termasuk dari Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama sebagai perwakilan perusahaan karena menjadi sponsor FDS, acara semakin dimeriahkan oleh Tarian Kolosal dari pemuda pemudi setempat. Namun ada yang lebih menarik lagi.


Isolo (Elza/detikTravel)

Pengunjung dikagetkan dengan suara-suara tabuhan tifa yang berasal dari tengah danau. Ternyata warga dari pulau-pulau kecil di sekitar Danau Sentani datang membawa persembahan untuk FDS. Ada 24 desa yang tersebar di sekitar Danau Sentani. Mayoritas dari mereka hidup dengan rumah panggung di atas danau.

Satu per satu kapal hias datang dengan belasan penduduk. Mereka perwakilan tiap-tiap kampung yang membawakan hasil bumi dan buruan dengan tari-tarian. Kapal kayu berjalan pelan-pelan untuk merapat ke dermaga.

Hamparan bukit-bukit hijau yang menjadi latar belakang mereka menambah keindahan aksi yang dipertontonkan. Hentakan kaki para penari sesekali membuat kapal oleng namun tak menjadi penghalang semangat para warga.

Para penduduk sekitar Danau Sentani itu berdandan khas pakaian Papua khusus untuk festival ini. Ada yang membawa panah lengkap dengan busurnya, tombak, dan perlengkapan perang lainnya. Pengunjung seakan tak berkedip saat menanti mereka di tepi danau. Ketika mereka tiba di dermaga, berbagai hasil bumi pun dibawa. Seperti buah-buahan dan sayuran.


Aneka hasil bumi yang dibawa (Elza/detikTravel)

Tak hanya itu, ada salah satu kelompok yang membawakan babi hasil buruan mereka. Tapi ada juga yang membawa gerabah hasil produksi warga di kampungnya. Sambil membawa persembahan, satu per satu turun dari kapal masih dengan menyanyi dan menari.

Persembahan mereka letakkan di atas panggung dan diterima oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw. Mathius lantas menceritakan soal upacara yang dikenal dengan sebutan Isolo itu. Di masa sekarang, Isolo biasa dilakukan sebagai persembahan atas keberhasilan warga membawa hasil buruan atau panen.

"Kalau ada hasil buruan atau panen besar, Isolo dilakukan. Nanti hasil bumi diletakkan di rumah adat di kampung mereka dan disimpan. Ada yang untuk diberikan ke janda, ada juga untuk diberikan ke tamu yang datang," ucap Mathius.

Namun menurut salah satu tokoh desa di Sentani, Mefri, tarian Isolo ada dua jenis. Dan masing-masing kampung memiliki Isolo yang berbeda-beda, baik dari sisi tarian maupun lagu-lagu yang mereka kumandangkan.


(Elza/detikTravel)

"Isolo itu ada dua, satu waktu kita berburu. Kedua untuk perang," kata Mefri.

Isolo jenis pertama dilakukan usai warga desa berhasil mendapatkan hasil tangkapan. Biasanya ondoafi atau ondofolo, sebutan untuk Kepala Adat di Sentani, meminta warga pergi ke hutan untuk berburu.

"Kita panah atau tombak babi, sudah itu kita taruh, kita angkat lalu menari Isolo itu. Supaya dari tempat kita berburu bisa didengar masyarakat di kampung bahwa bapak dorang sudah berhasil dapat babi," jelasnya.

Usai menari dan bernyanyi, kelompok warga turun dari hutan menuju perahu untuk pulang. Saat di pinggiran danau, mereka kembali menari dan bernyanyi hingga di atas perahu. Selama perjalanan pun Isolo tetap dilakukan.

"Lagunya beda-beda. Kalau babi ada taring lagu lain, babi tidak ada taring lagunya beda lagi. Tiap kampung tidak sama," ucap Mefri.

Dijelaskan oleh Pimpinan Tari Kampung Puay ini, Isolo untuk berperang juga tidak sama dengan Isolo untuk persembahan berburu. Ada dua lagu dan tarian untuk perang di masing-masing kampung. Isolo juga terkadang disebut Isosolo. Iso berarti bersukacita, sementara solo adalah sekelompok orang.

"Lagu perang ada dua, dinyanyikan bergantian. Kalau hanya satu lagu itu perang palsu, tidak perang. Saya perang, merebut tempat sekarang. Harus kuasai tempat kami, perang dengan alam, dan perang dengan manusia. Kalau tidak seperti itu tidak bisa kuasai tempat," kisahnya.


(Elza/detikTravel)

Isolo juga turut dilakukan saat warga memanen hasil kebun. Mereka memiliki kebun besar untuk satu kampung. Pada saat panen pertama, Isolo mereka lakukan sebagai persembahan kepada Ondoafi.

"Hasil panen pertama untuk Ondoafi, taruh di rumah para-para (tokoh) adat. Itu perintah Ondoafi, harus bunyi-bunyi di atas perahu sambil nyanyi," tutur Mefri.

"Ondoafi mau bagi ke kepala-kepala suku, sampai ke kepala kampung, gereja, dia bagi semua. Warga tidak, nanti dulu. Setelah panen pertama, setelah itu warga boleh makan," lanjutnya.

Setelah Isolo selesai, berbagai pertunjukkan masih memeriahkan FDS di Sentani. Setiap kampung menyajikan pertunjukkan di atas panggung utama. Sayangnya pengunjung yang datang ke FDS hari ini tidak seramai kemarin, Minggu (19/6).

(Elza/detikTravel)

(/)

Hide Ads