Pada Senin pagi, 22 Agustus 2016, pekan lalu, detikTravel bersama Bismo Agung, fotografer dari portal berita beritagar, menyempatkan diri melongok ke bangunan yang disebut-sebut sebagai rumah tempat Presiden Sukarno diasingkan oleh Belanda pada 1948 itu.
Saya, Bismo, dan puluhan awak media datang ke Danau Toba, Sumatera Utara, dalam rangka meliput acara Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba 2016 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerbang tersebut memiliki empat tiang, dengan atap berbentuk atap rumah Bolon, rumah adat masyarakat Batak, Sumatera Utara. Sepuluh langkah dari gerbang, dua gazebo kembar yang dibuat menyambung berukuran 4 X 4 meter menyambut di sebelah kiri, sedangkan di sebelah kanan terdapat pos satpam.
![]() |
Melangkah 10 meter lagi ke depan, jalan setapak selebar sekitar 4 meter yang dibuat dengan semen ini berbelok ke kiri dan menanjak. Sekitar 15 meter di sebelah kiri belokan, terdapat dua bangunan besar.
"Itu buat penginapan. Bangunan baru itu," kata Rony, salah satu penjaga kompleks yang kini menjadi Wisma Tamu Pemprov Sumatera Utara tersebut.
Selain Rony, terdapat tiga orang lain yang sedang membersihkan area tersebut. Meski tiap pagi dan sore disiram air, kata Rony, rumput yang ditanam di taman kering karena sudah lama tak turun hujan.
Maju lagi sekitar 20 meter, sampailah kami di rumah yang menjadi tempat Bung Karno diasingkan oleh Belanda bersama Haji Agus Salim dan Sjahrir itu. Bangunan berarsitektur Eropa itu terdiri atas dua lantai. Konon, rumah itu dibangun pada tahun 1927 dan menjadi tempat beristirahat para mandor perkebunan Belanda.
Berwarna hitam dan putih, rumah itu memiliki balkon di lantai dua. Dari balkon, sejauh mata lurus memandang, hanya air Danau Toba yang terlihat. Balkon berbentuk setengah lingkaran itu disangga 6 buah tiang besar. Balkon dibatasi oleh pagar dari tembok setinggi kurang-lebih 130 sentimeter. Di atas pagar itu ditanam bunga berdaun kuning, yang menambah asri bangunan.
Di lantai satu, pintu dan jendela dibuat terdiri atas dua daun, ciri khas bangunan kolonial. Bagian depan rumah seakan-akan penuh dengan pintu dan jendela. Di samping kanan dan kiri pintu, terdapat masing-masing empat daun jendela. Daun pintu berupa kayu, yang membingkai delapan kaca berbentuk persegi panjang. Demikian juga jendelanya.
![]() |
Rumah ini seperti memiliki sayap di kanan dan kiri balkon. Dinding bangunan sayap rumah ini berupa papan kayu yang dicat hitam. Simetris antara sayap bagian kanan dan kiri. Empat daun jendela menghiasi bagian depan sayap rumah. Sedangkan di bagian samping bangunan sayap rumah terdapat delapan daun jendela.
Jendela di bangunan sayap ini tanpa kaca, berupa papan kayu yang disusun miring, sehingga udara bebas keluar masuk. Semua jendela dan pintu dicat putih. Kontras dengan warna hitam dinding kayu di bagian sayap rumah. Di atas tiap jendela dan pintu terdapat lubang sebagai jalan sirkulasi udara.
Dari halaman rumah pengasingan itu, pengunjung mesti menaiki 8 undakan untuk sampai di teras. Sedangkan bila dari pagar yang membatasi rumah dengan jalan, terdapat total 13 undakan untuk bisa sampai di pintu rumah.
Bangunan ini memang berada di lokasi yang lebih tinggi dari jalan, sehingga siapa pun mesti mendongakkan kepala untuk melihatnya. Rumah dipagari besi, dan terdapat pintu masuk di depan teras selebar 1,5 meter.
![]() |
Sekitar 15 meter dari pagar rumah, tebing curang menjadi pembatas dengan danau. Tebing tersebut dipagari dengan besi bercat putih. Terdapat tiang bendera di tengah-tengah pagar tersebut.
Berada di ketinggian 906 meter di atas permukaan laut, kompleks ini memiliki hawa sejuk. Kontur tanah di kompleks ini tidak rata, cenderung berbukit. Selain itu, suasananya tenang dan pemandangan Danau Toba begitu mempesona.
Terdapat dua gazebo berbentuk segi enam di depan rumah sebelah kanan dan kiri. "Dari dulu gazebo ya seperti ini, Bang. Bentuknya enggak berubah. Paling yang diganti itu kayu yang keropos," Rony menambahkan.
Sayang, saya dan Bismo tidak diperkenankan memasuki bangunan tersebut. Seorang petugas sedang mengepel rumah. Dari luar, bangunan tersebut terlihat bersih dan terawat.
Saya bisa membayangkan betapa nikmatnya sore-sore menyeruput kopi sidikalang di gazebo tepat di bibir tebing atau di balkon lantai dua rumah sembari nyamil pisang kepok goreng bersama kawan, di Rumah Pengasingan Bung Karno, Parapat, Sumut.
![]() |
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Hutan Amazon Brasil Diserbu Rating Bintang 1 oleh Netizen Indonesia