Hanya 10 km ke arah utara dari pusat Kota Serang, kita tiba di Banten Lama. Inilah kota tua Banten yang jadi objek wisata sejarah dan religi. detikTravel mengunjungi tempat ini beberapa pekan lalu.
Banten Lama sungguh ramai dengan peziarah dan juga pedagang. Butuh perjuangan kalau mau parkir kendaraan. Banyak bus wisata parkir agak jauh, lalu peziarah jalan kaki. Tempat apakah yang dituju?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di teras masjid ada kolam-kolam yang dahulu dipakai untuk berwudhu. Namun sepertinya hal itu tidak dilakukan lagi karena sudah ada keran-rekan modern di samping masjid. Selain itu, kolamnya pun sekarang sudah kotor.
Interior masjid penuh dengan tiang kayu dan sebuah lampu kristal. Namun langit-langitnya tampak biasa dan minim hiasan kaligrafi. Di bagian depan ada mimbar khutbah yang bergaya klasik, dengan tempat duduk khotib lebih tinggi dari jamaah.
Pelataran masjid sore itu penuh sekali dengan peziarah yang beristirahat. Masjid Agung Banten lebih hiruk pikuk daripada Masjid Agung Cirebon. Ini dikarenakan Masjid Agung dan makam kerajaan menjadi satu, orang yang mau ziarah dan salat tumplek blek.
![]() |
Area untuk berdoa di komplek pemakaman ini tidak terlalu besar. Sehingga, peziarah harus antre dalam rombongan sekitar 100 orang. Pintu pemakaman dibuka setiap sekitar 30 menit. Satu rombongan keluar, maka ada satu rombongan yang masuk. Layaknya menonton bioskop saja, tapi yang ini adalah berdoa bergantian.
Masjid Agung Banten tidak lepas dari kisah legenda asal muasal 2 tumpuk memolo atau ornamen di puncak atapnya. Dalam buku sejarah Babad Tanah Cirebon disebutkan awalnya 7 santri Sunan Gunung Jati melawan orang jahat yang menaruh racun di Masjid Agung Cirebon dengan cara diberi suara adzan.
![]() |
Waktu paling asyik menikmati Masjid Agung Banten adalah sore hari. Duduklah yang nyaman di teras masjid menghadap menara. Lihatlah umat Islam yang larut dalam doa dan berziarah. Damai betul rasanya. Semua yang datang ke sini rasanya cuma ingin berkomunikasi dengan Illahi.
Sudah ratusan tahun aktivitasnya begini, dan entah sampai berapa ratus tahun lagi tradisi kegiatan ini terjaga. Tidak ada yang ribet dengan gadget atau marah-marah karena broadcast hoax. Di sini semua berdoa dan berdoa... (fay/fay)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol