Liburan Makin Bijaksana Ala Shio Babi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Liburan Shio

Liburan Makin Bijaksana Ala Shio Babi

Bona - detikTravel
Kamis, 26 Jan 2017 11:01 WIB
Liburan Makin Bijaksana Ala Shio Babi
Foto: Agung Pambudhy/detikTravel
Lombok - Tahun ayam api adalah saat yang tepat bagi traveler bershio babi untuk liburan ke tempat yang punya nilai budaya luhur. Pulang liburan jadi makin bijaksana.

Budaya Indonesia kaya akan nilai luhur dan kebijaksanaan. Dalam referensi yang dikumpulkan detikTravel, traveler bershio babi yang lahir pada tahun 1923, 1935, 1947, 1959, 1971, 1983, 1995, 2007, 2019 tahun ini perlu bertualang ke tempat yang mengajarkan nilai-nilai luhur.

Tempat-tempat ini masih memegang teguh local wisdom dan nilai luhur budaya bangsa Indonesia yang positif. Dikumpulkan detikTravel, Kamis (26/1/2017) ini beberapa destinasi eksotis yang bisa jadi pilihan traveler bershio babi:

1. Desa Wae Rebo

Foto: Agung Pambudhy/detikTravel
Desa Wae Rebo merupakan destinasi bijaksana yang terletak di Manggarai Tengah, Pulau Flores, NTT. Pada tahun 2012, UNESCO menyematkan Wae Rebo sebagai UNESCO Asia-Pacific Heritage Award for Cultural Heritage.

Penduduk yang tinggal di Wae Rebo berkisar 600 orang. Mereka hidup dengan sangat sederhana. Menanam kopi menjadi salah satu cara untuk bertahan hidup. Hidup mereka jauh dari kata modern. Senyum dan sapanya sangat ramah, menyentuh hati siapa saja pengunjung yang datang ke sana. Jangankan sinyal telefon, listrik saja tidak ada.

Tidak ada sinyal telepon dan listrik bukan berarti membuat mereka hidup dalam kekurangan. Mereka justru hidup damai dan bahagia, jauh dari perselisihan dan perdebatan. Mereka hidup benar-benar menyatu dengan alam. Temboknya hutan, halaman rumahnya padang rumput dan beratapkan bintang-bintang. Di sana kalimat itu bukan kiasan melainkan kenyataan.

Kultur kesederhanaan inilah yang nantinya akan traveler bawa pulang. Oh indahnya kesederhanaan!

2. Kampung Kanekes Baduy

Foto: Sekar Harum/d'Traveler
Saat liburan adalah waktu yang tepat untuk lepas dari gadget dan ponsel. Datang ke tempat yang punya udara segar ditemani air sungai yang jernih, Kampung Kanekes Baduy tempatnya. Orang Baduy lebih senang disebut urang kanekes.

Suku Baduy sangat menghormati alam. Mereka berpendapat, jika mereka baik dengan alam maka alam akan lebih baik kepada mereka. Ajaran seperti itu masih terasa kental pada Suku Baduy Dalam. Mereka sangat menjaga kebersihan dan tidak melakukan perusakan terhadap hutan.

Meski ada di wilayah pedalaman, bukan berarti mereka tertinggal. Malah, budaya dan tradisinya dapat digunakan oleh masyarakat kota untuk menjaga lingkungan sekitar. Hukum dan sistem pemerintahan yang berlaku di Baduy ada dua, yaitu sistem hukum negara yang mengikuti aturan Republik Indonesia dan adat yang dipercayai masyarakat Baduy.

3. Kampung Takpala Alor

Foto: (Kurnia/detikTravel)
Tempat selanjutnya berada di Kampung Takpala Alor atau biasa juga disebut sebagai Tak Abui yang artinya Gunung Besar. Letak kampung Takpala berada di Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur dengan jumlah penduduk 800 orang.

Para penduduk di sini mencari nafkah dengan bertani dan berburu. Kampung Takpala memiliki banyak sekali tradisi, di antaranya adalah masuk kebun atau Potong Kebun. Potong Kebun dilakukan pada bulan Oktober, dimana kayu-kayu besar diturunkan dan terus dibakar sampai dengan bulan November.

Lalu pada bulan Desember mulai tanam. Pada Desember akhir sampai Januari acara cabut rumput yang pertama, sedangkan cabut rumput yang kedua bulan maret-April dimana jagung mulai menguning, dan di bulan Mei sudah patah jagung. Pada tanggal 20 Juni ada acara masuk kebun dimulai dan dimulai dengan potong hewan.

Mereka hidup harmonis dengan alam dan budaya. Ini menajdi contoh yang baik bagi traveler yang berkunjung, untuk lebih menghargai alam dan menjaganya.

4. Kampung Bena

Foto: (Titry Frilyani/dTraveler)
Pulau Flores memang memiliki banyak pesona. Salah satunya adalah Kampung Bena yang terletak di Kabupaten Ngada. Kampung ini masih dibilang belum tersentuh dengan teknologi.

Kampung Bena dihuni oleh 9 suku yang masing-masing memiliki Ngadu dan Baga sebagai simbol nenek moyang laki-laki dan perempuan. Ngadhu adalah rumah adat pria bertiang tunggal yang dibuat dari kayu khusus nan keras. Ngadhu juga difungsikan sebagai tiang gantungan hewan saat pesta adat. Sedangkan Bagha adalah simbol untuk menerima laki-laki yang menikahi seorang wanita.

Walau begitu, suku di kampung ini kedudukannya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi. Setiap kali membangun rumah, mereka melakukan persembahan dengan menyembelih babi dan kerbau yang jadi syarat mutlak di Kampung Bena. Rumah multifungsi adat kampung Bena terbuat dari kayu, lengkap dengan tulang rahang atau kepala hewan yang menandakan status sosial sang pemilik rumah. Semakin banyak tulang, semakin tinggi pula derajatnya.

5. Desa Sade

Foto: Lamhot Aritonang
Desa Sade berada di pinggir Jalan Raya Praya di Lombok Tengah. Desa ini masih menjunjung tinggi adat istiadat Suku Sasak yang menjadi mayoritas penduduknya. Mengunjungi desa adat ini, traveler bisa belajar banyak nilai luhur dari masyarakatnya.

Jarak antar rumah pun terhitung sangat dekat dan padat. Ini menunjukkan tak ada perbedaan mencolok antara si miskin atau si kaya, semuanya dipandang sama. Rumah-rumah di sini dibedakan hanya menurut fungsinya saja.

Jika diperhatikan, bentuk rumah adat di Desa Sade mempunyai pintu yang rendah dan cukup kecil, sehingga tamu yang datang harus menunduk ketika masuk ke dalam rumah. Itu mengandung filosofi yang cukup dalam. Bahwa, tamu memang sudah selayaknya menaruh rasa hormat terhadap pemilik rumah.

Ayo jelajahi Indonesia dan pelajari semua nilai kebijaksanaannya!
Halaman 2 dari 6
Desa Wae Rebo merupakan destinasi bijaksana yang terletak di Manggarai Tengah, Pulau Flores, NTT. Pada tahun 2012, UNESCO menyematkan Wae Rebo sebagai UNESCO Asia-Pacific Heritage Award for Cultural Heritage.

Penduduk yang tinggal di Wae Rebo berkisar 600 orang. Mereka hidup dengan sangat sederhana. Menanam kopi menjadi salah satu cara untuk bertahan hidup. Hidup mereka jauh dari kata modern. Senyum dan sapanya sangat ramah, menyentuh hati siapa saja pengunjung yang datang ke sana. Jangankan sinyal telefon, listrik saja tidak ada.

Tidak ada sinyal telepon dan listrik bukan berarti membuat mereka hidup dalam kekurangan. Mereka justru hidup damai dan bahagia, jauh dari perselisihan dan perdebatan. Mereka hidup benar-benar menyatu dengan alam. Temboknya hutan, halaman rumahnya padang rumput dan beratapkan bintang-bintang. Di sana kalimat itu bukan kiasan melainkan kenyataan.

Kultur kesederhanaan inilah yang nantinya akan traveler bawa pulang. Oh indahnya kesederhanaan!

Saat liburan adalah waktu yang tepat untuk lepas dari gadget dan ponsel. Datang ke tempat yang punya udara segar ditemani air sungai yang jernih, Kampung Kanekes Baduy tempatnya. Orang Baduy lebih senang disebut urang kanekes.

Suku Baduy sangat menghormati alam. Mereka berpendapat, jika mereka baik dengan alam maka alam akan lebih baik kepada mereka. Ajaran seperti itu masih terasa kental pada Suku Baduy Dalam. Mereka sangat menjaga kebersihan dan tidak melakukan perusakan terhadap hutan.

Meski ada di wilayah pedalaman, bukan berarti mereka tertinggal. Malah, budaya dan tradisinya dapat digunakan oleh masyarakat kota untuk menjaga lingkungan sekitar. Hukum dan sistem pemerintahan yang berlaku di Baduy ada dua, yaitu sistem hukum negara yang mengikuti aturan Republik Indonesia dan adat yang dipercayai masyarakat Baduy.

Tempat selanjutnya berada di Kampung Takpala Alor atau biasa juga disebut sebagai Tak Abui yang artinya Gunung Besar. Letak kampung Takpala berada di Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur dengan jumlah penduduk 800 orang.

Para penduduk di sini mencari nafkah dengan bertani dan berburu. Kampung Takpala memiliki banyak sekali tradisi, di antaranya adalah masuk kebun atau Potong Kebun. Potong Kebun dilakukan pada bulan Oktober, dimana kayu-kayu besar diturunkan dan terus dibakar sampai dengan bulan November.

Lalu pada bulan Desember mulai tanam. Pada Desember akhir sampai Januari acara cabut rumput yang pertama, sedangkan cabut rumput yang kedua bulan maret-April dimana jagung mulai menguning, dan di bulan Mei sudah patah jagung. Pada tanggal 20 Juni ada acara masuk kebun dimulai dan dimulai dengan potong hewan.

Mereka hidup harmonis dengan alam dan budaya. Ini menajdi contoh yang baik bagi traveler yang berkunjung, untuk lebih menghargai alam dan menjaganya.

Pulau Flores memang memiliki banyak pesona. Salah satunya adalah Kampung Bena yang terletak di Kabupaten Ngada. Kampung ini masih dibilang belum tersentuh dengan teknologi.

Kampung Bena dihuni oleh 9 suku yang masing-masing memiliki Ngadu dan Baga sebagai simbol nenek moyang laki-laki dan perempuan. Ngadhu adalah rumah adat pria bertiang tunggal yang dibuat dari kayu khusus nan keras. Ngadhu juga difungsikan sebagai tiang gantungan hewan saat pesta adat. Sedangkan Bagha adalah simbol untuk menerima laki-laki yang menikahi seorang wanita.

Walau begitu, suku di kampung ini kedudukannya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi. Setiap kali membangun rumah, mereka melakukan persembahan dengan menyembelih babi dan kerbau yang jadi syarat mutlak di Kampung Bena. Rumah multifungsi adat kampung Bena terbuat dari kayu, lengkap dengan tulang rahang atau kepala hewan yang menandakan status sosial sang pemilik rumah. Semakin banyak tulang, semakin tinggi pula derajatnya.

Desa Sade berada di pinggir Jalan Raya Praya di Lombok Tengah. Desa ini masih menjunjung tinggi adat istiadat Suku Sasak yang menjadi mayoritas penduduknya. Mengunjungi desa adat ini, traveler bisa belajar banyak nilai luhur dari masyarakatnya.

Jarak antar rumah pun terhitung sangat dekat dan padat. Ini menunjukkan tak ada perbedaan mencolok antara si miskin atau si kaya, semuanya dipandang sama. Rumah-rumah di sini dibedakan hanya menurut fungsinya saja.

Jika diperhatikan, bentuk rumah adat di Desa Sade mempunyai pintu yang rendah dan cukup kecil, sehingga tamu yang datang harus menunduk ketika masuk ke dalam rumah. Itu mengandung filosofi yang cukup dalam. Bahwa, tamu memang sudah selayaknya menaruh rasa hormat terhadap pemilik rumah.

Ayo jelajahi Indonesia dan pelajari semua nilai kebijaksanaannya!

(bnl/fay)

Travel Highlights
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikTravel
Liburan Sesuai Shio
Liburan Sesuai Shio
17 Konten
Ini adalah minggu yang meriah menyambut Tahun Baru Imlek. Konon di tahun Ayam Api, pergi liburan bisa membawa hoki asalkan cocok dengan shionya.
Artikel Selanjutnya
Hide Ads