detikTravel mendapat undangan untuk berkunjung ke Raja Ampat dari Sidang Sinode GKI XVII pekan lalu. Kunjungan kali ini, detikTravel berserta awak media lainnya diajak untuk berburu burung khas Papua, cendrawasih.
Tak sembarang tempat, cendrawasih ini berhabitat di Desa Sapokren. Desa ini dapat ditempuh 40 menit dari Kota Waisai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, traveler tak boleh memakai kosmetik yang berbau. Seperti deodoran, parfum atau sabun yang menyengat. Karena penciuman dari burung sangatlah tajam. Akan lebih bagus kalau traveler tidak mandi, sehingga aroma tubuh bisa tersamar.
Begitu sampai di pintu masuk desa, akan ada sebuah baliho yang menjelaskan tentang watching bird. Traveler tak bisa langsung menjumpai burung cantik ini begitu saja.
Untuk menikmati tarian cendrawasih, traveler harus masuk ke dalam hutan dan trecking sekitar 30 menit. Tentu saja ditemani oleh guide khusus dari desa Sapokren.
Hanya 30 menit, namun jalur yang ditempuh bisa dibilang curam. Tidak tidak hanya menanjak tapi juga licin.
Selama perjalanan traveler akan disambut dengan suara cendrawasih, kakatua, bangkong dan lainnya. Penghuni hutan terus bersahut-sahutan dengan suara merdu mereka seakan sedang bernyanyi di sebuah pesta.
Ada dua spot yang menjadi titik berkumpulnya cendrawasih, titik pertama yag berada di atas bukit adalah habitat indukan, sedangkan tempat kedua berada di sebelah barat habitat indukan adalah habitat anakan
"Di sini ada 2 jenis cendrawasih yaitu cendrawasih merah dan cendrawasih belah rotan" ungkap Genes, pemandu kami.
Saat treking, guide akan memberikan penjelasan tentang habitat burung dan tumbuh-tumbuhan yang ada di habitatnya. Salah satunya tumbuhan Aikapu.
"Aikapu punya keunikan tersendiri, ia tidak bisa ditanam (harus tumbuh sendiri) dan buahnya berbau seperti kotoran manusia. Jadi saat masuk ke hutan dan ada bau tidak sedap, berarti traveler sedang berada di dekat aikapu" Ujar Genes.
Semakin dekat dengan habitatnya, traveler akan diminta oleh guide untuk tidak bersuara dan mengendap-endap. Karena cendrawasih sangat peka terhadap suara dan gerakan.
detikTravel berhasil melihat langsung cendrawasih yang sedang menari di balik pohon. Namun tak dapat diabadikan karena cendrawasih berada sangat jauh dan hanya menari dalam waktu yang sebentar.
Tak hanya melihat cendrawasih, tim media juda diajak untuk naik ke titik pandang di atas bukit bernama Panorama. Dari sini, traveler akan melihat pemandangan luas hutan dan lautan Raja Ampat. Keren banget!
Tapi traveler harus berhati-hati nih, karena di hutan ini masih ada lalat babi. Lalat ini berukuran seperti lebah dan menghisap darah manusia. Parahnya, setelah dihisap darah pada luka tidak akan berhenti dan terus mengeluarkan darah.
Traveler yang mau mencoba watching bird bisa datang di 3 waktu setiap bulannya. Awal bulan yaitu tanggal 4-6, tengah bulan yaitu tanggal 15-17 dan akhir bulan yaitu tanggal 25-28. Tiket masuk yang dikenakan adalah Rp 200.000 per orang, harga ini sudah dengan pemandu tentunya.
Selain diving, bird watching juga jadi pilihan wisata yang khas dari Tanah Papua. Yuk, ke sini! (bnl/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!