Tinggal Kenangan, Tempurung Kelapa Jadi Pembungkus Kelamin Pria

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tapal Batas

Tinggal Kenangan, Tempurung Kelapa Jadi Pembungkus Kelamin Pria

Afif Farhan - detikTravel
Senin, 10 Jul 2017 12:30 WIB
Foto: Suku Marind di Merauke dengan tempurung kelapa sebagai kotekanya (oceania-ethnographica.com/wikipedia.org)
Merauke - Papua begitu banyak menyimpan adat istiadat, budaya dan sejarah yang menarik. Seperti suku Marind di Merauke, yang pakaian adatnya cuma tinggal kenangan.

detikTravel bersama tim Tapal Batas detikcom bulan Mei kemarin menjelajahi Merauke. Menelusuri pintu terdepan di ujung timur Indonesia ini, untuk melihat betapa indah alam dan budayanya. Termausk mengetahui, tentang suku Marind.

"Mereka (suku Marind) adalah orang-orang asli Merauke. Mereka tinggal di kawasan pesisir yang mana hidupnya berburu dan mencari ikan," ujar Kepala Bidang Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Merauke, Kansius Paulus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal tahu saja, mungkin ada sekitar 300 lebih suku yang menempati Papua. Marind mendiami Merauke sampai pesisir selatan Papua Nugini. Ada satu hal yang menarik tentang suku Marind, yakni kotekanya yang berbeda dengan yang mungkin sudah kamu tahu. Koteka merupakan pakaian adat untuk laki-laki untuk menutupi alat kelamin, bagi beberapa suku-suku di Papua.

"Biasanya koteka yang dipakai orang-orang di Wamena itu dari labu dan panjang-panjang toh. Itu berbeda dengan suku Marind yang terbuat dari tempurung kelapa," kata Kansius.

"Ya, tempurung kelapa akan menutupi (maaf) alat kelaminnya. Sebab, sulit cari labu di wilayah pesisir," tambahnya menjelaskan.

Merauke punya 20 distrik, yakni Distrik Merauke sebagai Ibu Kota, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Jagebob, Sota, Muting, Elikobel, Ulilin, Okaba, Kimaam, Animha, Malind, Ngguti, Ilwayap, Tabonji, Waan, Tubang, Kaptel, dan Naukenjerai. Sudah cukup banyak pula pendatang di Merauke seperti dari Pulau Jawa dan dari Pulau Sulawesi. Beberapa suku Marind pun pindah ke Merauke sebagai kota paling besar, namun tak sedikit pula yang memilih untuk tetap hidup di kampung-kampung di pelosok-pelosok.

Lantas, masih adakah atau bisa dilihatkah suku Marind yang memakai koteka seperti yang dijelaskan tadi?

"Tidak, rata-rata kini semua sudah memakai baju walau hidup di pelosok-pelosok Merauke. Terakhirr yang masih ada itu tahun 1990-an. Mungkin, mungkin ya suku-suku Marind yang sudah tua usianya masih pakai seperti itu. Tapi pasti, susah sekali mencarinya," tutur Kansius yang juga merupakan orang asli Merauke.

















Kansius saat ditemui detikTravel (Afif/detikTravel)Kansius saat ditemui detikTravel (Afif/detikTravel)






Untuk menuju wilayah-wilayah pelosok di Merauke pun tak mudah. Butuh waktu beberapa hari untuk menembus perjalanan yang panjang berhari-hari atau mengarungi sungai. Dan koteka dari temupurung kelapa suku Marind ini, sekali lagi... sudah tinggal kenangan.

"Sebenarnya menarik untuk membangun museum atau suatu cagar budaya tentang suku Marind dan kehidupannya. Selain koteka dari tempurung kelapa, suku marind juga punya banyak upacara adat. Yah ini jadi persoalan, satu sisi orang-orang mau modern dan satu sisi mau tetap mempertahankan adat dan budaya," tutup Kansius.

Baca juga cerita dan perjalanan tim Tapal Batas detikcom di sini. (aff/aff)

Hide Ads