Di setiap sudut kota, para pedagang daging sapi atau kerbau membuka lapak. Traveler yang sedang melancong ke Tanah Rencong pun akan menikmati suasana berbeda.
Ya, untuk menyambut lebaran Idul Adha, masyarakat Aceh punya tradisi meugang. Pada hari itu, semua kalangan membeli daging untuk kemudian dimasak dan disantap bersama keluarga. Harga daging sapi yang dijual pun meroket yaitu mencapai Rp 150 ribu perkilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Traveler yang ingin mencoba suasana berbeda tidak salahnya untuk mengunjungi lokasi penjualan daging meugang. Di sana, pembeli dan pedagang tidak ada batasan. Tawar menawar kadang juga masih berlaku. Selain dilokasi resmi, lapak-lapak kecil penjual daging juga mudah dijumpai di pinggir jalan.
"Harga daging sapi hari ini Rp 150 ribu perkilogram. Harga di sini mahal karena kami menjual daging sapi lokal," kata Iwan, seorang pedagang daging meugang di Peunayong Banda Aceh, Kamis (31/8/2017).
Tradisi meugang di Aceh sudah berlangsung sejak masa Sultan Iskandar Muda memimpin. Dalam setahun, tradisi ini tiga kali digelar yaitu dua hari sebelum Ramadan, jelang Idul Fitri dan dua hari jelang lebaran Idul Adha. Nuansa pun sama hanya saja pada lebaran Idul Fitri daging yang sudah dimasak disantap saat buka puasa.
Ketua Majelis Adat Aceh, Badruzzaman Ismail, mengatakan, meugang merupakan sebuah simbol yang sangat menumental di kalangan masyarakat Aceh dalam membangun hubungan kekeluargaan dalam kontek islami. Seperti sudah menjadi sebuah keharusan, pada hari meugang umumnya warga Aceh yang merantau ke tempat lain pulang ke kampung halaman untuk menikmati daging meugang bersama keluarga.
"Tujuan meugang ini untuk menyambut Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha," kata Badruzzaman kepada detikcom beberapa waktu lalu.
![]() |
Pada zaman dulu, masyarakat Aceh menganggap makan daging sebagai makanan yang mewah. Selain hari meugang, masyarakat hampir tidak pernah makan daging. Bahkan, bagi masyarakat di Aceh, hari meugang tanpa membeli atau makan daging rasanya tak lengkap, bahkan bagai aib. Kaya miskin seakan wajib memilikinya.
Meski sekarang masyarakat sudah sering makan daging, tapi beda rasanya dengan saat meugang. Bahkan jika ada anggota keluarga belum pulang ke rumah, orangtua belum tenang meski anggota keluarga lain sudah berkumpul semua.
"Jadi intinya adalah pertama untuk membangun silaturrahmi dengan anggota keluarga dan hari itu semua harus makan daging baik kaya maupun miskin," katanya.
Selain ramai penjual daging, suasana berbeda juga terlihat di lokasi wisata. Biasanya, masyarakat mengajak anggota keluarga untuk makan bersama di pantai atau tempat wisata lainnya. Tapi, Badruzzaman menyarankan agar makan-makan di hari meugang ini dilakukan di rumah saja.
"Sebagusnya tetap di rumah dilakukan bukan di tempat lain," jelasnya.
Penasaran dengan suasana meugang? Yuk berkunjung ke Tanah Rencong! (rdy/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan