Pemerintah sudah turun tangan menanggulangi kasus kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua. Setidaknya sudah 13 ribu warga Asmat yang dilayani. Selain itu, terdapat lebih dari 170 warga yang dirawat di rumah sakit dan 72 orang meninggal akibat KLB gizi buruk dan campak di Asmat.
Mengenal Suku Asmat lebih dekat, dalam catatan detikTravel suku ini merupakan salah satu suku yang terkenal di Papua. Jika Suku Korowai terkenal dengan rumah di atas pohon atau Suku Dani terkenal dengan tari perangnya, maka Suku Asmat terkenal dengan patung dan tempat hidupnya di atas air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Cara menuju Agats bisa ditempuh hanya dengan dua cara, yakni naik pesawat perintis atau kapal. Naik pesawat perintis, bisa dari Timika dan Merauke yang terbang ke Bandara Ewer (tapi lanjut lagi naik boat) selama sekitar 1 jam. Sedangkan naik kapal, bisa sampai 8 jam menyusuri laut dan sungai.
Kabupaten Asmat terletak di daerah pesisir Selatan Papua dengan luas wilayah 29.658 km2 yang semua wilayah terdiri dari rawa-rawa, dan dikelilingi hutan manggrove serta aliran sungai-sungai.
Maka oleh sebab itu, tempat tinggal Suku Asmat dijuluki 'Kota di Atas Papan Kayu'. Mereka tinggal di atas papan kayu sebagai alasnya. Dari rumah sampai jalanan, semuanya dari papan kayu. Bahkan, kantor-kantor pemerintahannya juga begitu.
![]() |
Untuk menuju ke tiap desa, transportasi utamanya tentu saja perahu. Kole-kole, itulah nama perahu tradisionalnya yang terbuat dari sebatang pohon besar yang di kerok tengahnya sehingga membentuk cekungan Yang unik, mereka mendayungnya sambil berdiri.
Bukan cuma untuk ke desa-desa saja, Suku Asmat naik perahu semacam itu sampai ke Laut Aru. Maklum, mayoritas Suku Asmat bermatapencaharian sebagai nelayan.
![]() |
Selain sebagai nelayan, Suku Asmat juga menggantungkan hidupnya dengan patung. Maksudnya adalah, mereka merupakan pemahat yang mahir dan patung-patungnya pun sudah digemari turis mancanegara.
Ukiran-ukiran kayu hasil karya suku Asmat memiliki tingkat kerumitan yang tinggi. Ini bisa dilihat dari jenis alat yang digunakan untuk memahat, yaitu masih tradisional.
Biasanya, suku Asmat menggunakan kapak batu untuk mengoyak kayu. Untuk menghaluskan, para pemahat menggunakan taring babi, gigi ikan atau tiram. Meski alat yang digunakan masih sangat tradisional, ukiran yang dihasilkan sangat memuaskan dan sempurna. Antik, khas dan elegan.
![]() |
Untuk model, biasanya yang dibuat adalah ukiran yang menggambarkan wajah nenek moyang. Tapi bila Anda ingin model lain, suku Asmat juga bisa membuatnya. Beberapa di antara model lain adalah perahu dan binatang yang biasa bermain dengan manusia, seperti kasuari.
Selain itu, hasil kerajinan ukiran suku Asmat juga menjadi bagian yang dekat dengan kehidupan masyarakatnya. Ini bisa dilihat dari benda-benda di sekitar mereka, seperti tiang rumah yang diukir.
![]() |
Bagi suku Asmat, setiap warna memiliki maknanya tersendiri. Warna yang paling sering digunakan adalah merah, hitam dan putih.
Warna merah melambangkan daging, putih berarti tulang, sedangkan hitam melambangkan warna kulit dari suku Asmat. Warna yang digunakan berasal dari tumbuhan di lingkungan sekitar tempat tinggal para pemahat. Begitu pula dengan jenis kayu yang digunakan. Biasanya, para pemahat Asmat menggunakan kayu sagu atau jati.
Sejatinya, Suku Asmat memang begitu memukau bagi traveler. Mengenali kehidupan, budaya dan kerajinan patungnya dari dekat bakal jadi pengalaman tiada dua. Tapi kini, kita berdoa dulu dan membantu sebisa mungkin untuk saudara-saudara Suku Asmat yang sedang kesusahan.
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum