Siapa sangka bunga Amarilis merupakan tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya di sektor pertanian atau kerap disebut gulma. Namun seiring berjalannya waktu, saat ini gulma tersebut menjadi tanaman yang dibudidayakan dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi.
Adalah Sukadi (47), warga Dusun Ngasem Ayu, Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunungkidul sekaligus pemilik kebun bunga Amarilis pertama di Desa Salam. Dijelaskannya, bahwa ia mulai menanam bunga Amarilis di kebunnya sejak tahun 2002 silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena khawatir kalau nggak dihentikan (Pemberantasan gulma brambang procot) sangat mungkin tumbuhan itu bisa habis dan punah. Padahal gulma juga punya hak untuk tetap hidup, karena itu saya berkeinginan tumbuhan ini harus tetap akan ada," katanya saat ditemui detikTravel di kediamannya, Jumat (23/11/2018).
![]() |
Bermodal keinginan tersebut, Sukadi mulai menanam gulma tersebut di kebun miliknya. Bahkan ia mulai mengumpulkan gulma tersebut dari para petani di Desanya selama 12 tahun.
"Tahun demi tahun terus saya kumpulkan (Bunga Amarilis) sampai terkumpul 2 ton pada tahun 2014. Setelah penanaman itu pada tanggal 23 November 2014 bunganya mulai mekar, karena kebun saya di pinggir jalan banyak pengguna jalan yang mampir, mulai satu, dua dan semakin banyak.
"Padahal intinya ya hanya ingin menyelamatkan populasi (Bunga Amarilis) dengan mulai menanamnya saja," imbuhnya.
Sambung Sukadi, kebun bunga Amarilis miliknya mulai menyedot perhatian publik dan akhirnya dibuka untuk umum pada tahun 2015. Namun, banyaknya pengunjung yang datang malah membuat kebun bunga miliknya rusak akibat terinjak-injak kaki pengunjung yang hendak mengabadikan momen.
"Karena booming malam membuat 95 persen kebun saya hancur. Tapi karena bantuan orang banyak saya mulai lagi menanamnya dan tahun 2016 akhirnya bisa membuat kebun saya penuh bunga Amarilis lagi," katanya.
![]() |
Guna mencegah kerusakan terjadi lagi, saat ini Sukadi memberi batas antara tanaman dan pengunjung berupa track pejalan kaki. Bahkan, saat ini Sukadi juga memperjualbelikan umbi indukan bunga Amarilis dengan harga Rp3 ribu dan untuk bibit yang masih muda dipatok Rp2500.
"Dijual karena ingin mengembangkannya, maksudnya biar di daerah lain ada. Karena pengunjungnya kan dari berbagai daerah yang kesini, harapannya ya bunga Amarilis ini bisa ada di semua daerah di Indonesia," ujarnya.
Disinggung mengenai biaya tiket masuk yang dikenakan bagi pengunjung sebesar Rp 10 ribu per orang, Sukadi menyebut uang tersebut bukan hanya digunakan untuk dirinya sendiri. Melainkan sebagai modal untuk mengembangkan kebun bunga Amarilis dan membudidayakannya.
"Jadi uang itu sumbangan untuk meneruskan dan memperbaiki fasilitas yang ada (Di kebun bunga Amarilis miliknya). Bukan untuk saya juga semua uangnya itu, tapi untuk mengembangkan kebun dan membudidayakan bunga Amarilis," katanya.
![]() |
Mengenai banyaknya warga sekitar yang ikut menanam dan ikut membuka kebun bunga Amarilis untuk umum sepertinya, Sukadi tidak mempermasalahkannya. Bahkan ia menganggap hal tersebut harus dilakukan warga sekitar.
"Tidak masalah ada warga yang menanam dan membuat kebun bunga Amarilis. Menurut saya dengan banyak warga yang menanam bunga Amarilis malah mencegahnya punah, selain itu bisa jadi pemasukan tambahan untuk warga sekitar," pungkasnya.
Simak video 'Bunga Bangkai Muncul Berjemaah di Ciamis':
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Sound Horeg Guncang Karnaval Urek Urek Malang
Status Global Geopark Danau Toba di Ujung Tanduk