Namanya Pasar Papringan Ngadiprono dan hanya buka di tiap Minggu Wage dan Pon. Sekalipun hanya pada hari tersebut, namun pengunjung yang datang jumlahnya banyak dan datang dari berbagai daerah.
Suasana pasar ini masih asri dan alami. Kondisi seperti ini hanya bisa ditemui di Pasar Papringan, tepatnya di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung. Sesuai namanya Pasar Papringan ini berada di bawah kerimbunan pohon bambu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Traveler yang ingin ke Pasar Papringan, berkendaralah dari Kota Temanggung menuju Kecamatan Kedu. Setelah sampai Pasar Kedu belok kanan menyusuri jalan tersebut hingga sampai lokasi karena sudah dipasang papan penunjuk arah.
![]() |
Para pengelola pasar ini akan melayani penukaran uang rupiah dengan uang keping bambu. Adapun satu uang keping nilainya sebesar Rp 2.000. Setelah menyodorkan uang rupiah, nantinya pengunjung akan mendapatkan uang keping pring yang bisa digunakan membeli di pasar yang buka mulai pukul 06.00-12.00 WIB.
Makanan yang dijual sangat beragam dan semuanya makanan tradisional. Makanan yang dijual di pasar ini antara lain, gethuk gulung, klenyem, bakwan jendal, puthu mayang, ketan bakar, persikan dan toklo. Kemudian ada pula gathot, tiwul, bandos, jenang koro, mendut, nagasari, sego abang, sego jagung, jenang dan lainnya.
Ada juga makanan jagung jali, apem pasung, kroket kentang, soto, bubur ayam dan lain-lainnya. Para pengunjung bisa langsung berinteraksi langsung dengan para penjual yang kebanyakan warga setempat. Keramahan orang pedesaan masih sangat kental di pasar ini.
Baca juga: Ada Peradaban Kuno di Temanggung! |
![]() |
"Saya tahu keberadaan Pasar Papringan ini dari medsos. Kebetulan orangtua dari Balikpapan datang terus jalan-jalan menuju sini. Pasar berada di bawah pohon bambu, terus makanannya tradisional khas Jawa," ujar Al Qadim (20), mahasiswa asal Balikpapan yang kuliah di Yogya saat ditemui detikcom, Minggu (10/3/2019).
Hal senada disampaikan pengunjung lainnya, Ida Sofianti (45), yang datang secara rombongan dari Purwokerto. "Kami tahu dari medsos. Awalnya penasaran terus datang ke sini. Lokasinya masih alami. Kami datang rombongan 3 mobi berangkat dari Purwokerto pukul 01.00 WIB," ujarnya.
Pengunjung datang di pasar ini untuk berwisata dan berbelanja. Ada juga yang datang untuk melakukan penelitian seperti dilakukan mahasiswi Kanazawa University Jepang, Dhientia Andani (20). Ia yang datang bersama temannya beberapa hari sebelum digelar pasar ini dan tinggal di homestay yang ada.
"Saya tahu dari Instagram teman-teman, kebetulan salah satu teman saya pengurus di sini. Suasana seru banget, maksudnya spirit pagi-pagi," ujar dia.
![]() |
Sementara itu, Koordinator Pasar Papringan, Joko Waluyo mengatakan, pasar ini digelar setiap Minggu Wage dan Minggu Pon. Konsep awalnya untuk konservasi kebun bambu. Hal ini mengingat bambu merupakan material sangat bagus dan murah. Untuk pasar papringan ini menempati lahan seluas 2.500 meter persegi.
"Keberadaan pasar papringan ini dirintis sejak 2016. Kami menyebut pagelaran setiap Minggu Wage dan Minggu Pon. Antusias pengunjung setiap pagelaran berkisar 3.000-4.000 orang," ujarnya.
Setiap dilangsungkan pagelaran pasar ini, katanya, pengelola menyediakan sekitar 30.000-40.000 keping uang pring. Sedangkan diawal buka hanya berkisar 7.000 keping saja.
"Rata-rata kami sediakan 30.000-40.000 keping. Kemudian, kalau nanti lokasi penukaran uang habis, kami muter menuju lapak-lapak untuk menarik," katanya.
Menu makanan yang tersedia di pasar ini, katanya, ada 140 menu. Untuk para penjual kebanyakan warga sekitar dusun ini. (msl/msl)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!