Salah satu yang menjadi ciri khas Belitung adalah warung kopi yang tersebar di berbagai wilayah. Hampir di setiap lokasi, warung kopi selalu tersedia di Pulau Belitung.
Ternyata, budaya ngopi inilah kunci dari toleransi dan kebersamaan warga Negeri Laskar Pelangi. Wah, bagaimana kisahnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umumnya, warung kopi di Belitung ramai hampir setiap waktu. Mulai dari pagi, hingga malam hari. Bahkan, dini hari pun masih ramai dikunjungi.
Menurut Fitro, warga asli Belitung, kopi pun menjadi budaya yang mendarah daging. Semua obrolan pun dimulai dari warung kopi. Mulai dari tua hingga muda, perempuan dan laki-laki.
"Di sini, warung kopi itu banyak. Biasanya, orang-orang bertemu rekan di warung kopi," ujarnya saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.
![]() |
Di warung kopi, umumnya orang-orang bertemu kerabat untuk sekadar mengobrol. Perbincangan apapun dilontarkan, mulai dari hal serius sampai beberapa masalah sederhana. Menurut Fitro, inilah sebuah bibit keakraban yang menjadi budaya.
Bahkan, kegiatan ngopi pun menjadi prioritas. Kaum bapak-bapak, atau lelaki yang sudah bekeluarga bahkan meluangkan waktu di pagi hari sebelum bekerja dan setelah pulang.
Pagi buta dengan waktu minim pun tetap disempatkan untuk berinteraksi di warung kopi. Mengakali kopi yang belum habis tetapi sudah bekerja pun diterapkan.
"Kopi segelas, dituang dibagi dua. Karena masuk kerja jam 7, sayang kalau tidak habis. Nanti sisanya, untuk ngopi saat istirahat atau pulang," kata Fitro.
Bahkan, kaum adam yang sudah menikah pun sering menerima celotehan sang istri karena sering membeli kopi di luar rumah.
"Banyak istri protes di sini (kepada suaminya) kenapa sih mesti di luar, kan saya bisa bikin kopi. Padahal, yang dicari adalah interaksinya," ucap Fitro.
BACA JUGA: Eksotisnya Pantai Laskar Pelangi di Belitung
Namun, budaya inilah yang mempererat tali silaturahmi antar warga Belitung. Mereka pun umumnya datang dari berbagai kepercayaan, namun tetap hidup rukun dan tentram satu sama lain.
Bukan cuma mengakrabkan, solusi hidup pun bisa ditemukan dengan ngopi. Melihat gerak-gerik orang? Cobalah ngopi.
"Bahkan, saya dan teman-teman punya pemikiran. Kalau orang yang di warung kopi suaranya paling vokal, itu yang paling banyak diam di rumah," celoteh Fitro.
Fitro bahkan menjelaskan, sejauh ini, Belitung pun minim provokasi yang dapat memecah belah warganya dari berbagai aspek. Hal ini, salah satunya, karena budaya ngopi yang masih terjalin sampai sekarang.
"Di kita itu toleransinya tidak ada gesekan. Jadi ketika tahun 1998 ada konflik etnis, Belitung menjadi tempat berlindung, dan tidak ada masalah besar," ujar dia.
Tentu saja, traveler. Hal positif seperti inilah yang harus diterapkan di Tanah Air, bukan hanya satu wilayah saja. Selain rasanya lezat, tentu menambah keakraban antar individu.
Jadi, sudah ngopi hari ini?
(sna/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum