Sebuah pulau di Fakfak, Papua Barat punya daya tarik yang berbeda. Pulau ini adalah kampung muslim yang dipimpin seorang raja.
Pulau ini bernama Arguni, letaknya di Teluk Berau, Kecamatan Distrik Fakfak, Papua Barat. Layaknya pulau karang, Arguni memiliki karakteristik pulau yang bertebing tajam dan terjal.
Soal alam, Pulau Arguni boleh diadu. Menjadi bagian dari Papua Barat membuat Arguni kaya akan keindahan bawah laut. Di bulan Juni saat musim panas tiba, turis-turis dari kapal pesiar akan mampir ke Arguni.
Aktivitasnya tak jauh-jauh dari snorkeling dan diving. Pantai pasir putihnya pun jadi incaran untuk berjemur.
![]() |
Soal laut mungkin sama-sama cantik, tapi budaya di Arguni inilah yang mau diulik. Berbeda dengan wilayah lain di Papua Barat, Arguni masih dipimpin oleh seorang raja.
Raja Arguni bermarga Pauspaus. Masyarakat punya sebutan lain untuk sang pemimpin, Raja Bule.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenapa disebut Raja Bule?...
"Raja Arguni secara turun-temurun adalah albino. Mirip dengan orang kulit putih, pemimpin pun disebut Raja Bule," ujar Hari Suroto, peneliti dari Balai Arkeologi Papua.
Tak seperti kediaman para pemimpin, Raja Bule masih menggunakan pelepah pohon sagu sebagai dinding rumah. Rumah ini adalah peninggalan dari leluhurnya.
"Raja Bule pernah ditawari pemerintah untuk merenovasi rumah dari dana kampung tapi ditolak," katanya.
![]() |
Padahal rumah dari warganya sudah menggunakan semen. Hanya rumah Raja Bule yang tetap tradisional dan menjadi peninggalan leluhur.
Sang Raja Bule yang rendah hati kerap muncul dalam penyambutan wisatawan yang datang ke Pulau Arguni. Berbaur dengan masyarakat, Raja Bule akan mudah dikenali oleh traveler.
![]() |
Penduduk Menganut Islam...
Jangan pula kaget dengan masyarakat pulau ini. Seluruh masyarakat Arguni menganut agama Islam. Semua perempuan di pulau ini mengenakan kerudung.
Sejak masuk sekolah, anak-anak perempuan juga sudah diajarkan untuk berkerudung. Pemandangan ini sedikit berbeda dengan pulau-pulau lain di Papua Barat.
Ada sekitar 300 kepala keluarga yang tinggal di kampung muslim ini dan mencari nafkah sebagai nelayan. Tapi ternyata penduduknya masih kalah banyak dari jumlah kambing.
![]() |
"Karena banyak kambing, ada satu pulau di depan Arguni yang diberi nama Pulau Kambing. Tapi di sana justru tak ada kambing," jelasnya.
Kambing-kambing dibiarkan bebas oleh pemiliknya. Bukti kepemilikan kambing hanya ditandai dengan kalung warna-warni dari tutup botol minuman. Kambing-kambing ini dihargai 6-8 juta per ekornya. Terbilang tak murah karena ukuran kambing di Arguni tak begitu besar.
"Kambing-kambing mencari daun hingga memanjat dinding karang yang terjal. Tapi tak jarang, ada saja kambing yang lompat jendela rumah masuk ke dalam dapur mencari nasi," cerita Hari.
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Pendemo: Dedi Mulyadi Tidak Punya Nyali Ketemu Peserta Demo Study Tour