Bukan Auschwitz, Ini Camp Konsentrasi Boven Digoel di Papua

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bukan Auschwitz, Ini Camp Konsentrasi Boven Digoel di Papua

Gema Bayu Samudra - detikTravel
Kamis, 09 Jul 2020 12:55 WIB
Camp konsentrasi Belanda di Papua.
Foto: (gemabayu48/d'Traveler)
Merauke -

Camp konsentrasi tak hanya ada di Auschwitz, Polandia. Di Indonesia, juga ada camp konsentrasi Belanda Boven Digoel di Papua.

Siapa yang tak mengetahui Auschwitz? Kamp Konsentrasi bentukan Nazi Jerman pada 20 Mei 1940. Kamp ini merupakan saksi peristiwa holocaust yang memakan jutaan korban jiwa.

Jauh sebelum itu, Indonesia juga punya kamp seperti ini pada awal tahun 1927 yang didirikan Belanda oleh Kapten L. Th. Becking. Ialah Kamp Konsentrasi Boven Digoel di Merauke, tepatnya di tengah hutan di dekat hulu sungai Digoel di Selatan Papua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serupa tapi tak sama. Kalau Auschwitz dibentuk sebagai bentuk genosida atas dasar rasis,di mana penghunina dibunuh dengan cara dimasukkan di kamar gas, ditembak, dibiarkan kelaparan dan digantung. Kalau Boven Digoel dengan luas 10.000 hektare merupakan tempat pengasingan sekaligus penjara alam bagi pembangkang terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Camp konsentrasi Belanda di Papua.Camp konsentrasi ini menjadi saksi pengasingan para pahlawan Indonesia (gemabayu48/d'Traveler)

Kondisi alam di Boven Digoel masih tertutup dan banyak hewan buas. Banyak juga suku adat yang tinggal di daerah ini, jadi tahanan sulit untuk kabur.

ADVERTISEMENT

Sama sadisnya dengan Auschwitz, di Boven Digoel pemerintah kolonial Belanda membiarkan tahanan sampai gila, mati, dan hancur. Penyakit yang sering kali menyerang para tahanan adalah malaria, demam tinggi dan kencing hitam.

Camp konsentrasi Belanda di Papua.Camp ini pun tak kalah mengerikan (gemabayu48/d'Traveler)

Kelaparan juga menjadi penyumbang kematian para tahanan. Selain itu, para tahanan diharuskan membangun rumah sendiri dan adanya kerja paksa.

Kondisi alam yang begitu keras dan lokasinya yang jauh dari mana-mana, membuat para tahanan mengalami gangguan jiwa. Hal ini menyebabkan para tahanan saling bermusuhan, berkelahi dan saling membunuh.

Walau Kamp Boven Digoel tidak memberlakukan penyiksaan terhadap tawanan, tapi dengan kondisi gangguan mental, fisik yang sakit dan alam ganas, menjadikan Boven Digoel sebagai tempat penyiksaan dengan cara mati perlahan-lahan.

Keterpurukan kondisi Boven Digoel ini pernah dirasakan oleh tokoh besar Indonesia, yakni Mohammad Hatta, Sutan Syahir, Sayuti Melik, Muchtar Lutffi, Marco Kartodikromo, Ilyas Yacub, dan pejuang-pejuang kemerdekaan lainnya.

---

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Gema Bayu Samudra dan sudah tayang di d'Travelers Stories.




(rdy/rdy)

Hide Ads