Menyelami Makna Wot Batu, Bukan Sekadar Objek Wisata Bandung

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Menyelami Makna Wot Batu, Bukan Sekadar Objek Wisata Bandung

Putu Intan - detikTravel
Minggu, 12 Jul 2020 07:30 WIB
Wat Batu Bandung
Foto: (Wot Batu/Instagram)
Bandung -

Wot Batu yang kerap jadi objek wisata di Bandung merupakan galeri seni milik seniman Sunaryo. Susunan batu di sana menggambarkan kehidupan dan alam semesta.

Wot Batu belakangan ramai diperbincangkan usai aktris Tara Basro memutuskan untuk menikah di sana. Lewat foto-foto yang ia pamerkan di Instagram, kita dapat melihat susunan batu estetis yang menjadi latar terucapnya janji suci Tara dan sang suami. Namun, tahukah traveler, Wot Batu sebenarnya merupakan galeri seni yang sarat makna kehidupan?

Hal itu terungkap ketika detikcom mengunjungi Wot Batu yang terletak di Jalan Bukit Pakar Timur nomor 98, Ciburial, Kota Bandung tersebut. Galeri seni yang dimiliki dan dibuat oleh seniman Sunaryo itu ternyata sudah berdiri sejak 2015. Instalasi batu yang ada di sana sengaja dibuat dengan tujuan mengingatkan manusia pada alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut Pak Sunaryo, batu merupakan elemen alam yang dari dulu sampai sekarang tetap ada di situ. Jadi saksi terjadinya segala sesuatu yang ada di bumi," kata pemandu, Lingga.

"Waktu dia membangun ini, memang lebih ingin mengingatkan lagi kita sama alam. Jadi sebenarnya dari mana kita berasal. Dan diingatkan lagi bahwa sesibuk-sibuknya kita, sebenarnya kita adalah bagian dari alam. Makanya dia memilih satu material yang sangat natural, batu," Lingga melanjutkan.

ADVERTISEMENT

Wat Batu BandungWot Batu Bandung. Foto: (Wat Batu/Instagram)

Di area seluas 200 meter persegi itu, Sunaryo menempatkan sekitar 135 batu yang ia susun dan ia kreasikan sesuai dengan perasaan dan intuisinya. Penempatan batunya pun tak sembarangan. Semua ditempatkan sebagai perlambang alam semesta dan kehidupan manusia, senada dengan nama Wot Batu yang dalam bahasa Jawa kuno berarti Jembatan Batu.

"Makna jembatannya ini memang seakan-akan ingin menjembatani orang-orang dengan sesuatu yang sifatnya lebih spiritual. Jadi kayak perjalanan spiritual," ujar Lingga.

Perjalanan spiritual ini dimulai dari Gerbang Batu yang terletak di sebelah kanan dari pintu masuk. Gerbang ini disusun dari batu besar di bagian atas dengan sejumlah batu di kanan dan kirinya sebagai blocking.

Instalasi ini juga digarap dengan detail. Itu terlihat dari ukiran yang Sunaryo buat di setiap batu. Ukiran tersebut akan memberikan karakter yang berbeda pada batu-batu tersebut.

Wot BatuGerbang Batu. Foto: Putu Intan/detikcom

Tujuan dari pendirian Gerbang Batu ini adalah memfokuskan pengunjung sebelum memasuki wilayah yang lebih sakral. Demi mencapai tujuan itu, pada lorong antara gerbang sampai area utama ditaruh batu kerikil.

"Makanya dibangun tembok yang cukup tinggi dan bahkan dia taruh kerikil supaya kita bisa mendengar suara kerikil saat kita injak. Jadi memang dibangunin dulu sensenya ketika masuk,"Lingga menerangkan.

Setelah itu di ujung lorong, traveler akan disambut Batu Abah Ambu yang menyerupai lingga dan yoni. Batu Abah yang posisinya vertikal ini melambangkan maskulinitas sedangkan Batu Ambu yang lebih pipih menjadi simbol feminitas. Keduanya menggambarkan gagasan mengenai keseimbangan yang saling melengkapi dalam alam semesta.

"Intinya simbol kehidupan karena bagi orang zaman dulu, kesuburan itu sumber dari semuanya. Jadi ini cukup krusial," kata Lingga.

Di sebelah kanan Batu Abah Ambu, terdapat musala yang menyimpan batu seukuran sekepalan tangan dan ditempel pada kaca. Batu ini dibawa Sunaryo dari halaman Bukit Gua Hira di Mekkah. Tujuan penempatannya di sana adalah untuk mengingatkan manusia belajar sampai kapanpun, termasuk mempelajari tanda-tanda alam dan aspek kehidupan.

Berlanjut ke sebelah kiri Batu Abah Ambu, terdapat Batu Merenung. Sama seperti namanya, batu ini dapat dimanfaatkan pengunjung untuk merenung. Lingga menyebut batu itu sengaja diletakkan di bagian pojok supaya orang dapat melihat seluruh area Wot Batu ini.

"Kalau mau mencari inspirasi, di sana itu cocok banget," ujarnya.

Bergeser ke sebelah kiri Batu Merenung, terdapat instalasi Batu Antara Bumi dan Langit. Di sana ada beberapa batu yang ditempel secara vertikal pada tembok yang disebut Batu Langit sementara yang dipasang horizontal di tanah adalah Batu Bumi.

"Mereka punya simbol kalau vertikal tentang Ketuhanan, kalau horizontal tentang keduniaan," kata Lingga.

Wot BatuBatu Antara Bumi dan Langit. Foto: Putu Intan/detikcom

Di seberangnya terdapat Panggung Kehidupan yang terdiri atas Batu Indung, Batu Mandala, dan Batu Perahu.

Batu Indung melambangkan tahapan pertama dalam kehidupan yakni kelahiran. Bentuknya adalah batu dengan pohon jambu di bagian atasnya. Makna bentuk ini tak terlepas dari kehidupan pribadi Sunaryo.

"Pak Naryo itu dekat banget sama ibunya. Ibunya itu suka buah jambu terus mereka pernah tanam pohon jambu di depan rumahnya. Sampai akhirnya pohonnya tumbuh besar namun sebelum berbuah, ibunya itu wafat. Dari situ dia merasa pohon ini punya banyak kenangan tentang ibunya," Lingga bercerita.

Di sebelah kanannya ada Batu Mandala yang berupa lempengan dengan ukiran lingkaran di tengahnya. Ukiran ini dibuat sampai keluar dari batunya. Itu melambangkan alam dan kehidupan manusia yang dinamis.

Kemudian batu terakhir di Panggung Kehidupan adalah Batu Perahu yang menjadi bahtera manusia dalam melakukan perjalanan hidup. Batu ini memiliki sejumlah lubang di bagian tengahnya yang menjadi jalur bagi angin. Lubang ini dibuat sebagai isyarat bahwa untuk bisa berlayar, kapal memerlukan angin yang meniup layarnya.

Makna Panggung Kehidupan ini juga semakin lengkap dengan kehadiran Batu Angin yang bentuknya vertikal. Bentuknya melengkapi bentuk Panggung Kehidupan yang horizontal. Pada bagian atas Batu Angin terdapat kincir angin yang menegaskan bahwa batu itu merupakan elemen angin.

Wot BatuPanggung Kehidupan. Foto: Putu Intan/detikcom

Kembali ke Batu Perahu, batu ini mengarah ke Batu Air yang menjadi simbol dimensi lain setelah manusia menuntaskan perjalanannya. Di antara kedua batu itu ada Lawang Batu yang menjadi batas antara dimensi kehidupan dengan alam semesta. Pada bagian atasnya terdapat sidik jari Sunaryo yang juga dapat dimaknai sebagai unsur Yin dan Yang karena bentuk sidik jarinya yang saling mengunci.

Guna menyeimbangkan seluruh elemen di bumi, Sunaryo menempatkan Batu Api. Batu ini diletakkan di sebelah kanan Lawang Batu. Karya ini memperlihatkan api yang menyala dan tak pernah padam yang ditempatkan di dalam ruang khusus.

Perjalanan dilanjutkan ke sayap kiri dari Wot Batu yang dimaknai sebagai otak kiri manusia dimana pada bagian ini Sunaryo menyusun instalasi batunya berdasarkan data-data sains ketimbang dominasi perasaan seperti di sayap kanan.

Di bagian ini terdapat Batu Peta yang memperlihatkan catatan kondisi geologis Wot Batu. Wot Batu sendiri letaknya dikelilingi gunung berapi di Jawa Barat. Pada Batu Peta, kalian dapat melihat simbol-simbol gunung tersebut dan kondisi mereka di tahun 2015.

Kemudian masuk ke ruang bawah tanah, tersimpan Batu Ruang. Di sana kalian dapat melihat video mengenai terbentuknya alam semesta melalui video berdurasi 3 menit yang ditembakkan ke sebuah batu.

Keluar dari ruangan itu, terdapat susunan batu kapur berwarna putih, berbeda dengan batu-batu lainnya yang merupakan batu vulkanik. Batu kapur sengaja dipilih sebab posisinya menghadap ke arah timur yang dipercaya punya energi putih.

Batu berikutnya adalah Batu Sapuluh, yakni tumpukan 10 batu yang disusun seperti ingin mencapai langit. Batu ini menjadi simbol dari energi Ilahi yang dapat mengangkat kita ke langit menuju kesadaran.

Batu yang terakhir adalah Batu Waktu yang menjadi pasangan dari Batu Ruang. Kedua batu ini mengingatkan manusia akan konsep ruang dan waktu. Pada instalasi ini terdapat tulisan yang merupakan amanat Raja Galunggung yang berbunyi,"Hana nguni hana mangke, Tan hana nguni tan hana mangke."

Artinya, "apabila ada masa sekarang, maka akan ada masa nanti." Melalui batu ini, manusia diingatkan bahwa apapun yang kita lakukan saat ini akan berdampak di masa depan.

Wot Batu akan mulai dibuka kembali pada 15 Juli 2020 mulai pukul 10.00-18.00 WIB. Objek wisata di Bandung ini tutup setiap hari Senin dan hari libur nasional. Harga tiket masuknya adalah Rp 50 ribu untuk reguler, Rp 30 ribu untuk pelajar, akademisi, dan seniman, lalu untuk anak di bawah usia 7 tahun dan di atas 65 tahun digratiskan.




(pin/ddn)

Hide Ads