Menjelajah pedalaman Kabupaten Polewali Mandar seolah tidak pernah lepas dengan kekayaan potensi wisata alamnya. Salah satunya, Air Terjun Laduang dan Air Terjun Kambelung, di Dusun Biru, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang.
Bersama sejumlah teman, kali ini saya memutuskan melakukan perjalanan wisata menggunakan kendaraan roda empat, apalagi sejak sepekan kondisi cuaca di daerah ini sedang tidak bersahabat. Kendati demikian, hal tersebut tentunya tidak menjadi halangan buat kami, untuk melanjutkan misi mengeksplor semua tempat wisata tersembunyi di daerah ini, Sabtu (11/07/20).
Perjalanan menuju dusun Biru kami lalui selama lebih kurang 45, menempuh jarak sekira 21 kilometer dari Kecamatan Polewali, ibu Kota Kabupaten Polewali Mandar. Hampir semua akses jalan yang kami lewati sudah mulus, dilapisi aspal dan beton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi jalan yang meliuk-liuk memberi nuansa tersendiri. Apalagi, di sepanjang jalan kami disuguhkan jejeran pepohonan buah khas daerah ini, yaitu rambutan dan si raja buah durian.
Sesampainya di Dusun Biru, mobil kami parkir di pinggir jalan kampung, kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Meski perjalanan ke dusun Biru bukan kali pertama bagi saya, namun kunjungan ke Air Terjun Laduang dan Air Terjun Kambelung, adalah sesuatu yang baru. Beruntung ada salah seorang bocah usia sekolah dasar yang kami jumpai di perkampungan, bersedia mengantar kami ke tempat tersebut.
Perjalanan menuju Air Terjun Laduang yang berjarak sekira 1 kilometer dari perkampungan, terasa sedikit berat. Kondisi jalan yang kami tapaki, sangat licin lantaran gerimis deras terus mengguyur.
Kami juga harus melewati kawasan hutan yang masih alami, dengan kontur tanah miring sekira 45 derajat. Bisa dibayangkan, beberapa kali saya harus terjatuh lantaran hilang keseimbangan akibat jalan yang becek.
Untungnya, di sepanjang jalan, banyak dijumpai ranting pepohonan merambat. Kami manfaatkan sebagai tempat berpegangan untuk mencapai lokasi air terjun Laduang, yang masih alami dan tentunya tersembunyi.
Entah dari mana asal penamaannya, bagi saya air terjun Laduang lebih cocok disebut Air Terjun Kembar. Di sini kita bisa melihat, dua air terjun setinggi 40 meter yang jatuh dengan posisi berdampingan.
Salah seorang teman menyebutnya air terjun pengantin, "posisinya seperti pengantin yang sedang duduk bersanding di pelaminan," Gasali berkelakar.
![]() |
Air Terjun Laduang berada di tengah kawasan hutan, yang dikelilingi pepohonan tinggi. Di dasar air terjun, nampak bebatuan besar, memecah air yang jatuh dari ketinggian.
Keindahan yang ditawarkan, mampu menawar rasa lelah kami menuju tempat ini, kendati harus jatuh bangun akibat kondisi jalan yang buruk. Kesegaran bias-bias air terjun yang terbawa angin, memberi kesejukan tersendiri, seolah mampu meningkatkan imun tubuh, di masa pandemi seperti sekarang.
Usai mengabaikan sejumlah video dan foto menarik, kami bergegas meninggalkan tempat ini. Cuaca buruk, membuat kami sedikit khawatir. Kami takut air meluap apalagi warnanya semakin keruh, disertai suara menggemuruh.
Rekan saya, Rahmayani bilang Air Terjun Laduang memiliki potensi wisata menjanjikan, berharap pemerintah memberi perhatian, salah satunya peningkatan fasilitas jalan.
"Air terjunnya indah, sejuk, airnya segar, wajib dikunjungi, apalagi dikelilingi pohon-pohon, pokoknya indah, bagi saya mohon perhatian dari pemerintah terutamanya akses jalan yang masih terjal untuk mencapai titik tempat wisata ini, padahal tempat wisata ini berpotensi untuk wilayah pedesaan," ujar dia.
Perjalanan kemudian kami lanjutkan menuju Air Terjun Kambelung, yang jaraknya lebih dekat dari pemukiman warga. Kendati berukuran lebih kecil, air terjun ini memiliki keistimewaan tersendiri lantaran bertingkat tiga. Pada tingkatan paling bawah, terdapat kolam kecil sedalam dada orang dewasa, cocok sebagai tempat bersantai, sambil berswafoto.
Keindahan Air Terjun Kambelung dapat dinikmati secara maksimal dari jembatan gantung, tepat berada di depannya. Namun sayang, kondisi jembatan gantung ini juga kurang terawat dan terlihat sudah berumur. Pengunjung yang melintas harus tetap waspada.
Salah seorang warga setempat bernama Burhan mengatakan penamaan kedua air terjun tersebut memiliki cerita tersendiri.
"Laduang itu perbatasan dari Erang Batu ke Penanian, antara Penanian dan Passembarang seperti itu, biasa ditempati orang sejak dahulu melakukan ritual " kata dia.
" Kambelung itu, dulunya airnya berputar akhirnya disebut berputar, airnya ada tiga tingkat, yang pernama tinggi, yang kedua sederhana, yang ketiga disebut Kambelung, memang kayak ada penghuninya, sejak dahulu yang saya tahu, sekarang sudah bersahabat, yang saya dengar pernah ada orang jatuh ke bawah ditarik, dicari dan hilang, memang dulu dikeramatkan," Burhan menambahkan.
Burhan mengungkapkan sejak beberapa tahun terakhir kedua air terjun tersebut mulai ramai dikunjungi oleh warga.
"Sudah empat lima tahunan mulai ramai dikunjungi, ini belum ada yang kelola, masih alami belum ada yang kelola," kata dia.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!