Sajadah tebal ini ada di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Sajadah itu menjadi destinasi wisata religi.
Sajadah pada umumnya dibuat dari tekstil dengan ukuran tertentu dan biasanya digunakan sebagai alas sholat. Itu agar sajadah bisa dengan mudah dibawa.
Tetapi "sajadah" yang berada di Desa Gumelem Wetan Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara ini tidak seperti sajadah kebanyakan. Sajadah yang tepatnya berada di puncak bukit Girilangan itu berbentuk lempengan batu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sajadah itu bukan sajadah biasa. Sajadah itu merupakan sebuah makam yang diyakini oleh masyarakat sebagai tempat moksa dari Ki Ageng Giring, seorang ulama dari kerajaan Mataram.
Berada di bawahnya, terdapat sebuah lempeng batu berbentuk persegi panjang tergeletak di sisi kiri jalan menuju makam dari Ki Ageng Giring.
Baca juga: Sajadah Paling Tebal Ada di Banjarnegara |
Dari bentuk batu itu, seolah sajadah tersebut sengaja dipahat dan sudah diubah dari aslinya. Bentuknya simetris dan rapi menunjukkan penciptaannya bukanlah orang sembarangan. Selain itu, posisinya di tanah miring namun batu itu masih sangat kokoh diyakini batu tersebut bukanlah batu biasa.
Masyarakat setempat meyakini batu dengan seukuran sajadah serta tebal sekitar 50 cm diyakini sebagai alas untuk menunaikan sholat di masa lalu. Karena bentuknya, masyarakat menyebutnya sebagai batu sajadah.
Keyakinan akan batu itu digunakan sebagai alas sholat diperkuat dengan posisinya yang menghadap arah kiblat. Cerita turun temurun tentang riwayat batu sajadah itu dikaitkan dengan Kademangan Gumelem di masa lalu.
Sujeri, juru kunci kawasan itu, mengatakan keberadaan sajadah tebal itu berkaitan erat dengan riwayat Ki Ageng Gumelem, seorang pembesar dari Kerajaan Mataram, yang ditugasi untuk menjaga makam Ki Ageng Giring pada abad ke-16.
Ki Ageng Giring merupakan seorang ulama dan juga pembesar yang berasal dari keluarga kerajaan Mataram yang jasadnya moksa atau hilang pada saat tanah yang digunakan untuk meletakkan keranda jenazahnya itu ambles di bukit Girilangan.
Hingga akhirnya keranda itu dimakamkan di puncak bukit yang dikenal dengan nama Girilangan (Giri Ilangan).
Menurut Sujeri, berdasarkan cerita dari juru kunci terdahulu, bahwa Ki Ageng Gumelem dan pengikutnya yang menjaga makam Ki Ageng Giring inilah yang diyakini membuat sajadah dari batu.
Dibuatnya alas untuk salat dari batu ini sangat dimungkinkan. Tak bisa dipungkiri jika ibadah sholat merupakan kebutuhan bagi umat Islam.
Sementara itu, keberadaan puncak bukit yang tinggi itu, sangat sulit untuk menemukan masjid yang letaknya jauh di pemukiman. Letak bukit yang tinggi dan sepi sangat mendukung kekhusyukan saat menjalankan ibadah salat.
Bahkan hingga saat ini, kata Sujeri, keberadaan batu itu masih dimanfaatkan untuk melaksanakan ibadah salat. Tak jarang para peziarah yang berziarah di makam Ki Ageng Giring pun menunaikan ibadah salat dengan beralaskan batu ini. Lagipula, tidak ada musala khusus yang dibangun di kompleks makam.
Pata peziarah yang akan sholat bisa berwudhu dari sumber mata air yang berada di lereng bukit. Namun, layaknya seperti sajadah, batu yang menjadi sajadah tebal itu hanya bisa dijadikan alas sholat untuk satu orang.
***
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Satrio Mur Bayu, dan sudah tayang di d'Travelers Stories. Traveler yang hobi berbagi cerita perjalanan, yuk kirim artikel, foto atau snapshot kepada detikTravel di d'Travelers. Link-nya di sini.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!