Sebelum dikenal sebagai kawasan belanja ikonik di Kota Kembang Bandung, dulunya Cihampelas merupakan pemukiman orang Belanda. Daerah yang tenang dan udaranya yang sejuk khas Bandung Utara membuat meneer dan noni-noni betah tinggal di sana
Untuk mengobati rasa rindu orang Eropa akan kampung halaman, Zweband Tjihampelas (Pemandian Tjihampelas) yang menjadi kolam renang pertama di Indonesia pernah berdiri di sana. Tapi tahukah Anda, di sekitaran Cihampelas juga pernah ada tempat wisata air bagi orang Belanda lainnya?
![]() |
Tempat pelesiran itu dinamai Situ Garunggang. Mungkin nama objek wisata ini kurang akrab di telinga, bahkan bagi kalangan penduduk lokal Cihampelas sekali pun. Namanya tak sepopuler Situ Bagendit di Garut atau di Situ Patengan di Kabupaten Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung T Bachtiar menyebut, setidaknya nama Situ Garunggang ini tercetak dalam buku panduan pelesiran zaman kolonial yang ditulis SA Reitsma dan WH Hooglend (1927).
"Dalam buku panduan yang berjudul Gids van Bandoeng en Midden-Priangan itu, Reitsma dan Hooglend menulis, bahwa di sebelah timur Jalan Cihampelas, sedikit ke bawah (Selatan) dari pabrik, terdapat jalan sempit menuju ke arah timur. Setelah berjalan beberapa menit di sana terdapat Situ Garunggang atau Empang Cipaganti," ujar Bachtiar kepada detikcom, Selasa (24/11).
Tempo dulu, Cihampelas masuk ke dalam kawasan yang bernama Garunggang. Bila melihat peta Bandung Utara (Bandoeng-Noord) yang dibuat Topografische Dienst (Batavia) tahun 1931, nama Garunggang ini masih dapat ditemui. Lokasinya berada di lekukan Sungai Cikapundung di antara Sukajadi - Cihampelas.
"Nama Garunggang memang asalnya mulai Sukajadi sampai ke arah Ci Kapundung (Cihampelas)," ujarnya.
Bachtiar mengutip tulisan Prof. Drs. Wojowasito (1998), dalam bahasa Kawi, garunggang memiliki makna kosong dan hampa. Ketika masa awal penghunian kawasan tersebut, suasananya sangat sunyi. Namun, suasana yang sunyi sepi itu kemudian menjadi tempat wisata air di pinggir Cikapundung yang sangat ramai.
Kedalaman Situ Garunggang, ujar Bachtiar, mencapai tiga meter. Danau ini dimanfaatkan warga untuk pesiar dengan berperahu. Tetapi, wisatawan tak direkomendasikan untuk berenang di danau itu, karena airnya tidak bersih. "Kalau pun ada yang mandi, itu karena mereka ingin melakukan permainan yang menyenangkan di dalam air," tuturnya.
Bagi yang ingin berperahu di Situ Garunggang, orang dewasa dikenakan karcis 25 sen untuk setengah jam sedangkan anak-anak ditarif setengahnya, yaitu 12,5 sen. Pengunjung pun dapat menyewa perahu untuk didayung sendiri dengan harga 5 sen.
Selanjutnya Danau Buatan Manusia
Berbeda dengan Situ Gumuruh atau Situ Tarate yang terbentuk alami karena merupakan sisa-sisa dari danau alami di Cekungan Bandung, Situ Garunggang ini merupakan hasil galian manusia.
Bachtiar mengisahkan, ketika itu pembangunan jalan dan gedung tengah gencar dilaksanakan seiring dengan pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung dari Karapyak ke Balonggede, Kota Bandung.
"Pada tanggal 25 Mei 1810, berlandaskan pada surat Perintah Herman Willem Daendels, Bupati Wiranata Kusumah II kemudian memindahkan ibukota Kabupaten Bandung dari Dayeuhkolot ke lokasi alun-alun Bandung sekarang," katanya.
Untuk memenuhi keperluan bahan bangunan untuk gedung-gedung pemerintahan yang megah di Bandung, H Sobandi yang merupakan pemilik lahan meminta izin pemerintah untuk memanfaatkan lahan miliknya untuk diambil pasir dan batunya.
"Lama kelamaan, lahan itu menyisakan lubang yang besar, kedalamannya mencapai tiga meter lebih. Upaya reklamasi bekas galian pasir dan batu dengan cara membuat kolam-kolam besar, yang terkenal dengan sebutan empang atau situ," katanya.
Keberadaan fisik dari Situ Garunggang kini sudah berubah menjadi perumahan. Handoyo (65), warga sekitar mengatakan dirinya pernah berenang di situ atau danau tersebut.
"Ingatan saya agak samar-samar juga, dulu saya menyebutnya Situ Gojali. Waktu kecil yang saya ingat selain dipakai berenang, ada juga yang memanfaatkan airnya untuk beternak ikan mujair, tapi memang dulu ada," katanya.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!