Jarang ada yang tahu, bahwa Rangkasbitung menyimpan bukti peradaban masa lalu. Bahkan, ada situs berupa bunker yang kini terabaikan.
Bunker itu berada di Kampung Pasir Tariti, Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, atau tepatnya ada di belakang pekarangan SDN 2 Rangkasbitung Barat. Lokasinya tidak jauh dari pusat ibu kota Rangkasbitung.
Juru Bicara Bunker Pasir Tariti, Tubagus Danu Maulana meyakini bunker sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Berfungsi sebagai tempat pengintaian, pertahanan dan berlindung oleh penjajah pada masanya.
"Sejarahnya, sebelum tahun 1945 bunker ini sudah ada. Kemungkinan tempat ini dulunya daerah strategis, karena fungsi bunker itukan untuk mengintai, dulu kemungkinan juga di sekitar sini daerahnya lebih tinggi dibanding yang lain," ujarnya kepada detikcom, Sabtu (29/1/2022).
Danu tidak bisa memastikan pada masa Kolonial Belanda atau pendudukan Jepang bunker itu dibangun. Sebab, belum ada penelitian lebih lanjut terhadap Bunker Pasir Tariti.
"Sejak dulu masyarakat percaya itu adalah bunker. Informasi yang beredar saja. Tapi sejarah lengkapnya tidak tau, mau tanya ke orang yang sepuh sudah enggak ada. Literatur-nya pun sedikit," katanya.
Hingga saat ini, Danu pun belum pernah melihat bentuk keseluruhan bunker sebab sebagian bunker sudah tertimbun tanah sejak pertama kali ditemukan. Namun, dari bentuk fisik yang dapat dilihat, ukuran bunker sekitar 4x4 meter dengan tinggi dari tanah sekitar 120 centimeter.
Pada bagian atas bunker terlihat ada tiga lubang berbentuk lingkaran. Ketiganya diyakini Danu sebagai tempat menaruh senjata untuk bertahan.
Selain itu, pada dinding bunker juga terdapat tiga lubang berbentuk seperti persegi panjang. Dua lubang diyakini sebagai ventilasi, ada di bagian depan dan sebelah kiri bunker. Satu lubang lainnya diyakini sebagai pintu karena terdapat engsel besi.
"Itu ketinggian yang bisa dihitung karena terlihat fisiknya. Kalau kedalaman kita belum tau. Karena sejak sekolah berdiri, tanah sudah menutupi jendela dan pintu bunker," tuturnya.
Selain di Pasir Tariti, informasi yang dihimpun detikcom bunker peninggalan penjajah juga bisa ditemukan di Kampung Muhara Kebon Kelapa dan di Kaum, keduanya berada di tepi sungai Ciujung.
Kondisi Bunker, Cagar Budaya Tak Terawat
Danu menjelaskan mengapa sekolah bisa dibangun di sekitar lokasi bunker. Menurutnya, pada tahun 1980 pihak sekolah mendapat lahan seluas 1.600 meter persegi dari pemerintah daerah atas pemindahan lokasi sekolah.
"Dulu namanya SD II Rangkasbitung berdiri tahun 1976 dulu lokasinya bukan di sini. Lokasinya di belakang Pemda. Tahun 1980 diminta pindah, dapat bantuan tanahnya di sini (Pasir Tariti)," katanya.
Sementara tahun penetapan bunker sebagai Cagar Budaya setelah sekolah dibangun.
"Jadi sekolah sudah lebih dahulu dibangun, sementara ini (bunker) baru diresmikan jadi Cagar Budaya tahun 2018," tuturnya.
Berdasarkan pantauan di lokasi, kondisi Cagar Budaya Bunker Pasir Tariti seperti tidak dirawat. Banyak ilalang, dan barang-barang di sekitarnya yang terlihat berantakan.
Danu membantah pernyataan tersebut. Menurutnya, bunker bukan tidak diurus. Tapi, sekolah baru selesai pembangunan rumah dinas guru. Sehingga, barang-barang di dalam rumah dinas harus dikeluarkan. Puing yang membahayakan harus disingkirkan dari jangkauan anak-anak.
"Bukan tidak diurus, inikan sedang direnovasi. Kita pindahkan dulu ke belakang (sekitar bungker) biar tidak membahayakan anak-anak. Sebagian juga sudah kita pindahkan, tapi tidak bisa langsung semua. Karena kita juga harus mengajar dan mengurus kegiatan lain," paparnya.
Danu mengklaim, justru pihak sekolah yang merawat bunker lebih dahulu sebelum ditetapkan jadi Cagar Budaya.
"Dulu lebih parah ilalangnya tinggi-tinggi, dari depan sekolah (sekitar 50 meter) ke bunker enggak keliatan sama sekali. Sejak ada sekolah, bunker jadi terawat. Bahkan dulu ada saja stigma seram jika main ke bunker, takut ada ular atau lainnya sekarang mah udah enggak," pungkasnya.
Simak Video "Video: Menjajal TransJabodetabek Sawangan-Lebak Bulus di Jam Kerja "
(bnl/bnl)