Jauh di sisi selatan lereng Gunung Slamet, Kusnanto (60) dan Agus Salim (48) sibuk membersihkan terowongan saluran air dari bebatuan, batang pohon dan dedaunan yang masuk ke dalamnya. Bagaimana tidak, terowongan itu merupakan sumber kehidupan warga di enam desa di kaki Gunung Slamet.
Keduanya bertanggung jawab merawat terowongan air Tirtapala atau lebih dikenal sebagai terowongan air Sanbasri di Grumbul Windusari, Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Aliran air mesti dijaga mulai dari hulu terowongan sepanjang 550 meter hingga ke desa melalui saluran irigasi sepanjang 2 kilometer.
Dengan bermodalkan golok dan lampu penerangan, keduanya mulai berjalan masuk di hulu terowongan yang mengambil air dari sumbernya di Sungai Logawa yang ada di lereng Gunung Slamet. Pekerjaan ini bukannya tanpa tantangan, keduanya harus menyusuri gelapnya terowongan setinggi 2 meter dan lebar hanya 80 sentimeter. Belum lagi risiko keselamatan yang mereka hadapi dengan adanya kemungkinan longsor atau banjir bandang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setahu saya kesulitannya itu kalau ada longsoran, memang tidak seluruh terowongan karena ada jendela-jendela itu. Jadi kalau ada longsoran itu kan masuk, nah kerjaan yang berat di situ, harus dikeruk, harus dibuang itu sampai perjalanan air itu lancar," kata Kusnanto kepada wartawan, Minggu (30/1/2022).
![]() |
Kusnanto dan Agus Salim dipercaya oleh Desa Kalisalak selama enam tahun belakangan untuk merawat terowongan yang memiliki nilai sejarah tinggi di wilayah tersebut. Bagaimana tidak, pembangunan terowongan saluran air tersebut dibangun dengan cara sederhana pada tahun 1949-1956 oleh delapan orang warga desa.
Meskipun sumber air dari Sungai Logawa itu dapat mengaliri enam desa di bawahnya, bahkan dikomersilkan oleh Pamsimas, tapi tak banyak orang yang tahu dari mana air tersebut didapat hingga dapat mengaliri desa-desa mereka. Dengan bayaran dari Desa Kalisanak senilai Rp 375 ribu per orang, Kusnanto dan Agus Salim tetap ikhlas menjaga saluran peninggalan bersejarah itu.
"Itu risiko saya (menjadi penjaga saluran air terowongan). Di pikiran saya, dua orang sedang dipercaya desa untuk melanjutkan perjuangan-perjuangan orang dulu yang menembus bukit yang berupa batu ditata sampai sekarang, saya termasuk melanjutkan perjuangan. Walaupun sedikit dibayar, tapi saya ikhlas, saya merawat saluran irigasi Sanbasri sepanjang itu untuk kebutuhan banyak orang, saya anggap ibadah," ucapnya.
Selain sebagai penjaga aliran air terowongan Tirtapala, keduanya juga bekerja sebagai penyadap getah pohon damar untuk menambah penghasilan sehari hari. Setidaknya dalam setengah bulan, Kusnanto dan Agus Salim dapat mengumpulkan sekitar 1 kuintal getah damar dengan bayaran sekitar Rp 300 ribu.
Artikel ini berlanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Video: Proses Evakuasi Pendaki Asal Bekasi yang Tewas Terjatuh di Gunung Slamet"
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol