Perjuangan Bertaruh Nyawa Penjaga Terowongan Air Lereng Gunung Slamet

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Perjuangan Bertaruh Nyawa Penjaga Terowongan Air Lereng Gunung Slamet

Arbi Anugrah - detikTravel
Minggu, 30 Jan 2022 22:04 WIB
Kusnanto dan Agus Salim bertanggung jawab merawat terowongan air Tirtapala yang menjadi sumber kehidupan warga di lereng Gunung Slamet. Seperti apa kisahnya?
Kisah warga penjaga terowongan air Banyumas Foto: Arbi Anugrah/detikcom
Banyumas -

Jauh di sisi selatan lereng Gunung Slamet, Kusnanto (60) dan Agus Salim (48) sibuk membersihkan terowongan saluran air dari bebatuan, batang pohon dan dedaunan yang masuk ke dalamnya. Bagaimana tidak, terowongan itu merupakan sumber kehidupan warga di enam desa di kaki Gunung Slamet.

Keduanya bertanggung jawab merawat terowongan air Tirtapala atau lebih dikenal sebagai terowongan air Sanbasri di Grumbul Windusari, Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Aliran air mesti dijaga mulai dari hulu terowongan sepanjang 550 meter hingga ke desa melalui saluran irigasi sepanjang 2 kilometer.

Dengan bermodalkan golok dan lampu penerangan, keduanya mulai berjalan masuk di hulu terowongan yang mengambil air dari sumbernya di Sungai Logawa yang ada di lereng Gunung Slamet. Pekerjaan ini bukannya tanpa tantangan, keduanya harus menyusuri gelapnya terowongan setinggi 2 meter dan lebar hanya 80 sentimeter. Belum lagi risiko keselamatan yang mereka hadapi dengan adanya kemungkinan longsor atau banjir bandang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setahu saya kesulitannya itu kalau ada longsoran, memang tidak seluruh terowongan karena ada jendela-jendela itu. Jadi kalau ada longsoran itu kan masuk, nah kerjaan yang berat di situ, harus dikeruk, harus dibuang itu sampai perjalanan air itu lancar," kata Kusnanto kepada wartawan, Minggu (30/1/2022).

Kusnanto dan Agus Salim bertanggung jawab merawat terowongan air Tirtapala yang menjadi sumber kehidupan warga di lereng Gunung Slamet. Seperti apa kisahnya?Kusnanto dan Agus Salim bertanggung jawab merawat terowongan air Tirtapala yang menjadi sumber kehidupan warga di lereng Gunung Slamet. Seperti apa kisahnya? Foto: Arbi Anugrah/detikcom

Kusnanto dan Agus Salim dipercaya oleh Desa Kalisalak selama enam tahun belakangan untuk merawat terowongan yang memiliki nilai sejarah tinggi di wilayah tersebut. Bagaimana tidak, pembangunan terowongan saluran air tersebut dibangun dengan cara sederhana pada tahun 1949-1956 oleh delapan orang warga desa.

ADVERTISEMENT

Meskipun sumber air dari Sungai Logawa itu dapat mengaliri enam desa di bawahnya, bahkan dikomersilkan oleh Pamsimas, tapi tak banyak orang yang tahu dari mana air tersebut didapat hingga dapat mengaliri desa-desa mereka. Dengan bayaran dari Desa Kalisanak senilai Rp 375 ribu per orang, Kusnanto dan Agus Salim tetap ikhlas menjaga saluran peninggalan bersejarah itu.

"Itu risiko saya (menjadi penjaga saluran air terowongan). Di pikiran saya, dua orang sedang dipercaya desa untuk melanjutkan perjuangan-perjuangan orang dulu yang menembus bukit yang berupa batu ditata sampai sekarang, saya termasuk melanjutkan perjuangan. Walaupun sedikit dibayar, tapi saya ikhlas, saya merawat saluran irigasi Sanbasri sepanjang itu untuk kebutuhan banyak orang, saya anggap ibadah," ucapnya.

Selain sebagai penjaga aliran air terowongan Tirtapala, keduanya juga bekerja sebagai penyadap getah pohon damar untuk menambah penghasilan sehari hari. Setidaknya dalam setengah bulan, Kusnanto dan Agus Salim dapat mengumpulkan sekitar 1 kuintal getah damar dengan bayaran sekitar Rp 300 ribu.

Artikel ini berlanjut ke halaman berikutnya


Menurut Agus Salim, untuk merawat terowongan saluran air itu, dirinya dan Kusnanto tak pernah menentukan frekuensinya. Dalam seminggu dia bisa membersihkan terowongan itu hingga hingga empat kali, tergantung kondisi cuaca dan kendala yang menghambat jalannya air.

"Makanya kalau ada bencana saya tetap fokus ke saluran air, ada apapun di dalam terowongan yang menyumbat jalan air, pasti saya masuk sama Pak Kus, saya bersihkan di dalam. Rasa was-was pasti ada, namanya kita di dalam tanah, pasti ada was-was," ucap Agus bapak dari tiga anak ini.

Bahkan, dia bercerita jika suatu ketika, pernah ada sebuah kayu besar yang terbawa dari Sungai Logawa saat banjir besar masuk dan menyumbat jalan air di terowongan. Keduanya kemudian berupaya membersihkan meskipun sangat kesulitan akibat sempitnya terowongan.

"Saya sama Pak Kus berdua, tapi posisinya tidak bisa jongkok dan tidak bisa berdiri. Jadi merangkak ngeluarin batang kayu besar itu. Tidak dipotong, karena ada batu, kayunya kejepit, dan itu harus dikeluarkan," ceritanya.

Bahkan pernah sempat terjadi longsor ketika hujan deras di hulu sungai yang menyebabkan aliran air terhambat. Meski kondisi saat itu malam hari, kedua paruh baya itu tetap masuk ke hutan untuk mengecek.

"Saat itu malam, karena ada jebol di pertengahan terowongan, otomatis posisi air dari atas lebih besar (karena hujan di atas), tapi air tidak sampai di sini, karena terhambat. Air itu membentuk pusaran, tidak tahu hilang kemana, masuk ke dalam tanah sepertinya, pernah terjadi itu," ucapnya.

Artikel ini sudah tayang di detikjateng, baca artikel seputar Jawa Tengah lainnya di link ini



Simak Video "Video: Proses Evakuasi Pendaki Asal Bekasi yang Tewas Terjatuh di Gunung Slamet"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads