Langkanya minyak goreng sempat viral di tengah masyarakat. Orang Papua zaman dulu mungkin tidak pusing karena ini, karena di sana adanya pengasapan.
Sebelum dibukanya akses transportasi udara ke pedalaman sampai pengenalan wajan aluminium, etnis di pegunungan Papua tidak mengenal memasak makanan dengan cara menggoreng.
Dalam tradisi kuliner di pegunungan Papua, cara memasak bahan makanan yang dikenal yaitu pengasapan, memanggang, memasak dalam abu panas, dan bakar batu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengasapan dan memanggang makanan biasanya untuk daging hewan buruan, itu bisa berupa rusa atau babi. Daging yang diasap atau dipanggang, memiliki rasa yang enak.
Tak hanya itu, makanan pun bisa awet sampai beberapa hari. Teknik memasak pengasapan dan pemanggangan juga akan mengurangi kadar lemak dalam daging hewan.
Dalam pemanggangan, kayu yang digunakan biasanya adalah kasuari. Sementara memasak dalam abu panas, biasanya digunakan untuk umbi-umbian seperti keladi, ubi jalar, singkong atau jagung.
Beda lagi dengan bakar batu, yaitu batu yang dibakar hingga membara berwarna merah. Sebelum bakar batu, sebuah sebuah kubangan dalam tanah dibuat tak jauh dari situ.
![]() |
Batu panas hasil pembakaran kemudian ditata merata di dalam lubang. Di atas permukaan batu panas disusun berbagai jenis bahan pangan seperti sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang dan daging babi.
Bahan pangan ini kemudian ditutup dengan daun ubi jalar atau sayur-sayuran lainnya. Setelah tiga jam, semua bahan makanan akan matang dan siap disantap.
Pegunungan Papua terletak pada ketinggian 1650 hingga 4000 m dpl. Jadi dapat dipastikan bahwa pohon kelapa sebagai penghasil minyak goreng tidak dapat dijumpai.
Pertumbuhan maksimal yang akan didapatkan dari tanaman kelapa adalah di pesisir dataran rendah, sekitar 0-450 mdpl. Apabila ditanam pada dataran menengah dan dataran tinggi (sekitar 450 - 1000 m dpl) maka tanaman kelapa akan memiliki waktu pembuahan yang tergolong lebih lambat pada tanaman pada umumnya dan memiliki minyak yang rendah. Pada ketinggian 1000 m dpl ke atas, tanaman kelapa tidak dapat tumbuh sama sekali.
Etnis di pegunungan Papua tidak mengenal minyak goreng berbahan kelapa. Sebagai gantinya mereka menggunakan minyak babi.
![]() |
Minyak babi ini dioleskan pada tubuh, untuk melindungi dari gigitan nyamuk. Selain itu olesan minyak babi juga untuk menghangatkan tubuh. Seperti diketahui suhu dingin di pegunungan Papua berkisar 8 hingga 15 derajat celcius.
Minyak babi juga digunakan untuk meminyaki rambut dan menghias wajah. Hiasan wajah berwarna hitam atau putih. Warna hitam diperoleh dengan mencampur minyak babi dengan arang, sedangkan warna putih berasal dari kapur. Minyak babi juga digunakan dalam proses pengawetan jenazah khas Lembah Baliem yaitu mumi.
***
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum