Pecinta Kopi, Pabrik Penggilingan Kopi Ini Berusia 107 Tahun Lho!

bonauli - detikTravel
Selasa, 12 Apr 2022 05:15 WIB
Mesin sangrai kopi pabrik Margo Redjo (Bonauli/detikcom)
Semarang -

Semarang memiliki satu tempat legendaris soal kopi. Banyak yang belum tahu, ada pabrik penggilingan kopi sejak zaman Belanda di Semarang.

Tren kedai kopi kekinian terlihat menjamur. Gaya meracik kopi, menu dan suasana menjadi salah satu daya tarik dari untuk dijadikan tempat nongkrong.

Sedikit berbeda, Dharma Boutique Roastery hadir sejak September 2020. Meski baru, tapi kedai kopi ini bisa langsung mencuri perhatian pecinta kopi.

Di balik kedai mungilnya, Dharma Boutique memiliki sejarah panjang tradisi minum kopi di Indonesia. Dharma Boutique Roastery rupanya perpanjangan tangan dari sebuah penggilingan kopi tua Semarang.

Namanya adalah Margo Redjo, pabrik penggilingan kopi yang beroperasi tahun 1915. Pabrik ini dibangun oleh Tan Tiong Ie di belakang rumahnya.

Pabrik penggilingan kopi Margo Redjo di Dharma Bourtique Roastery Foto: (Bonauli/detikcom)

"Aslinya, kakek saya yang punya pabrik kopi ini. Mulainya kakek saya jadi generasi pertama leluhur saya yang lahir di rumah ini. Pemilik rumah pertama adalah canggah saya (kakeknya Tan Tiong Ie)," ucap Widayat Basuki Dharmowiyono, pemilik dari Dharma Boutique Roastery, kepada detikTravel.

Sebelum tahun 1915, Tan Tiong Ie merantau ke Cimahi untuk membuka usaha. Tan Tiong Ie berjualan berbagai macam barang mulai dari roti sampai kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun semuanya dinilai kurang lancar.

"Kalau saya lihat sejarahnya tahun 1910, Belanda memasukkan kopi robusta pertama ke Indonesia. Karena arabika yang dibawa Belanda pada abad k-19 berhasil, tapi jenis ini termasuk yang sulit, ribet dan rentan hama," kata Basuki.

Arabika merupakan jenis kopi yang tumbuh di ketinggian di atas 1.000 mdpl. Sementara lahan itu terbatas di Indonesia. Rosbusta menjadi jalan keluar karena varian kopi ini mudah perawatan dan tidak rewel soal ketinggian alias di bawah 1.000 mdpl.

"Di mana robusta mulai berakhir, di situlah arabika mulai tumbuh," ujar Basuki.

"Kakek saya melihat peluang, belum ada pengolahan robusta saat itu," dia menambahkan.

Di tahun 1915, pengolahan kopi robusta miliknya dikatakan berhasil. Tan Tiong Ie pun kembali ke Semarang pada tahun 1924. Saat itu, pemerintah Belanda mengadakan pekan raya untuk industri.

"Kakek saya ikut dan mulai berkembang. Beliau sudah paham tentang publikasi, iklan, dan bagaimana menjadi dikenal oleh masyarkat dan pasar.

Melihat ini, perusahaan zaman Belanda pun mengincar Tan Tiong Ie agar bisa bekerja sama dalam pengiriman ekspor kopi. Tan Tiong Ie sukses besar, Belanda bahkan sampai mendatangkan mesin kopi besar pada tahun 1927.

"Puncaknya itu tahun 1929," kata Basuki.

Saat itu, Basuki belum lahir. Namun, lewat literatur dari media-media internasional diketahui bahwa terjadi krisis ekonomi di Amerika Serikat. Basuki mengatakan bahwa efek itu menjalar ke seluruh dunia termasuk Belanda dan ekspor kopi.

Mesin sangrai kopi yang berhenti beroperasi karena Jepang Foto: (Bonauli/detikcom)

"Tahun 1930 itu produksi mulai drop karena krisis ekonomi. Tak secepat sekarang ini saat itu, tapi yang jelas itu berefek pada Margo Redjo," kata dia.

Beberapa tahun setelah krisis ekonomi, perang dunia pecah. Krisis semakin menjadi-jadi.

"Ketika Jepang masuk, produksi sempat berhenti total, karena supply listrik dan gas batu bara dari Nederlands Indische Gas Maatschappij diberhentikan. Sementara mesin kopi ada yang butuh gas batu bara," dia menjelaskan.

Karena sempat berhenti, mesin penggilingan kopi dinyatakan drop karena tak bisa dipakai lagi. Sementara, perubahan permintaan pasar mulai beralih dari biji kopi ke kopi sachet yang lebih murah dan awet.

"Sejak saat itu, penggilingan kopi tidak lagi masif. Kami tidak pernah benar-benar berhenti hanya saja produksinya terus menurun dan tidak lagi bisa bersaing," tutur Basuki.

Dharma Boutique Roastery Foto: (Bonauli/detikcom)

Pabrik penggilingan kopi Margo Redjo menorehkan sejarah tentang kopi. Di catat oleh koran De Locomotief tanggal 2 Oktober 1947, kopi bubuk dan kopi kalengan untuk kebutuhan seluruh Indonesia adalah 467 ton, yang mana 326 tonnya atau 69 persen berasal dari Semarang.

"Kira-kira 200 ton atau sekitar 60 persennya dihasilkan oleh pabrik kopi Margo Redjo. Selain itu Margo Redjo juga masih menghasilkan 750 ton kopi untuk pasar dalam negeri," ujar Basuki mengartikan artikel yang ditulis dalam bahasa Belanda tersebut.

Kini traveler bisa melihat langsung pabrik penggilingan kopi tersebut di Dharma Boutique Roastery. Beralamat di Jalan Wotgandul Barat No.14, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, traveler tak hanya mendapatkan kenikmatan kopi tapi juga perjalanan kopi di Semarang.



Simak Video "Video: Kedai Kopi Mini Bernuansa Jepang di Kupang"

(bnl/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork