Legenda Sangkuriang memang lekat dengan cinta terlarangnya. Namun berbeda dengan yang di Tangkuban Parahu Sukabumi, tak ada cerita demikian.
Sebuah papan usang tidak terawat berdiri di tepi jalan menuju pusat Kota Palabuhanratu, ibu kota Kabupaten Sukabumi. Pada papan itu tertulis CA (Cagar Alam) Tangkuban Parahu Luas 22 HA (Hektar).
Di bagian atas papan tertulis nama Departemen Kehutanan dengan nyaris semua cat dalam tulisan dalam papan itu juga mengelupas. Ada rasa dingin menyergap saat melintas kawasan itu di tengah terik panasnya hawa di Palabuhanratu yang memang merupakan kota kecil dengan pesisirnya yang luas membentang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namanya Tangkuban Parahu, karena dari dulu memang warga turun temurun menyebutnya begitu. Ada bukit yang posisinya mirip dengan perahu yang menelungkup (nangkub), namun tidak ada kisah atau legenda Sangkuriang atau apapun hanya karena mungkin lokasinya berada di kawasan dekat aktivitas nelayan makanya disebut tangkuban perahu," kata Adang Suhendi (60) warga Palabuhanratu.
Legenda Sangkuriang erat kaitannya dengan keberadaan Gunung Tangkuban Perahu yang berlokasi di Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
![]() |
Di mana erat kaitannya dengan kisah cinta terlarang Sangkuriang kepada sang ibu bernama Dayang Sumbi yang berujung kepada posisi gunung yang juga mirip dengan perahu yang menelungkup.
"Kalau penamaan Tangkuban Perahu dari zaman dulu sudah ada, tidak ada ciri khusus hanya memang dari zaman kapan sudah ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam. Tidak sembarangan orang bisa beraktivitas di lokasi itu," lanjut Adang.
Dalam kaca mata sejarah, Tangkuban Parahu diketahui sudah pernah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke 18 Abraham van Riebeeck yang memerintah pada 18 Oktober 1653 hingga 17 November 1713.
"Van Riebeeck Gubernur Jenderal yang sempat ke Palabuhanratu dan membentuk benteng di situ, sekitar tahun 1711. Sebetulnya tidak ada apapun di situ, namun dalam literatur sejarah ada (dituliskan) disebutkan Tangkuban Parahu Palabuhanratu," kata Irman Firmansyah, pengamat sejarah Kesukabumian dari Yayasan Dapuran Kipahare.
Cerita selengkapnya dapat traveler baca di detikJabar
(sya/msl)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol