Bagi Anda penikmat kuliner di Semarang barangkali sudah tidak asing dengan gilo-gilo. Bahkan, mungkin Anda sudah menggandrunginya sejak masih anak-anak.
Gilo-gilo bukan nama makanan, melainkan cara berjualan jajanan khas Semarang yang sudah ada sejak lama. Sajian mirip angkringan itu banyak diminati karena harganya yang merakyat.
Pecinta kuliner sekaligus Ketua Komunitas Kuliner Semarang Brotherfood, Firdaus, mengatakan gilo-gilo atau ada juga yang menyebut gelo-gelo merupakan penyajian kulineran yang khas Semarang. Pedagang biasanya menjual gorengan dan buah-buahan dalam satu gerobak dan lantas membawanya berkeliling.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gelo-gelo itu kan metode jualan antara jajanan dan buah yang khas Semarangan banget yang dibawa keliling, jadi unik banget," kata Firdaus saat dihubungi, Kamis (24/11/2022).
"Dulu waktu SD sudah kayak tempat beli jajanan wajib kalau istirahat sekolah," imbuhnya.
Belum diketahui pasti dari mana datangnya sebutan gilo-gilo atau gelo-gelo. Sejauh ini Firdaus belum menemukan literatur sejarah kuliner yang menyebutkan asal-usulnya. Namun berdasarkan cerita tutur, nama itu berawal dari orang Semarang yang menunjuk penjualnya.
"Istilahnya sepertinya dari bahasa Semarangan Timur termasuk Demak-Purwodadi dari kata 'iki lho-iki lho' (ini lho ini lho)," ujar Firdaus.
Melihat Dagangan Gilo-gilo dari Dekat
Kamis (24/11) sore, detikJateng menyambangi pedagang gilo-gilo yang ada di Jalan Imam Bonjol yang tak jauh dari Stasiun Poncol, Semarang.
Terlihat banyak pembeli yang sedang mengerubungi gerobak gilo-gilo tersebut. Pedagangnya yang bernama Sugeng (42) pun tengah sibuk memotongi buah dagangannya.
Meski berdagang sendiri, ia tak merasa kerepotan. Sebab, pembeli bisa langsung mengambil jajanan dan tugas Sugeng hanya melayani pembeli yang ini membayar.
Ia pun tak repot untuk membersihkan meja dan kursi. Dalam berdagang, Sugeng hanya membawa kursi sekadarnya. Pembeli yang tidak kebagian kursi biasanya duduk di trotoar jalan.
Sugeng menyebut gilo-gilo memang dikenal sebagai jajanan khas Semarang. Dirinya sudah mulai berjualan sejak tahun 2002.
"Awalnya diajak teman, dulu dagangnya keliling," kata Sugeng.
Dulu, pedagang gilo-gilo memang identik dengan berkeliling. Para pedagang hanya berhenti ketika ada pembeli dan melanjutkan perjalanan jika pembeli sudah selesai jajan.
Namun, Sugeng sudah menetap berjualan di Jalan Imam Bonjol sejak 2011. Di sana dagangannya cukup laris, bahkan, Sugeng juga membawa tiga keranjang buah sebagai stok.
"Di sini sejak 2011," ujarnya.
---
Artikel ini telah tayang di detikJateng.
(sym/sym)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum