DOMESTIC DESTINATIONS
Masya Allah... Hampir 2 Abad, Masjid Agung Manonjaya Tasik Tetap Kokoh

Masjid Agung Manonjaya merupakan salah satu landmark atau bangunan ikonik yang ada di Tasikmalaya. Bangunan tempat ibadah ini terletak di pusat kota Kecamatan Manonjaya atau Jalan Prawira Adiningrat Kabupaten Tasikmalaya.
Sejak tahun 1999 Masjid Agung Manonjaya ini secara resmi telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 238/M/1999 tanggal 4 Oktober 1999.
Masjid ini memiliki sejarah panjang sejak dibangun pada tahun 1837 pada masa kepemimpinan Raden Tumenggung Danuningrat. "Pembangunan pada 1837 itu merupakan yang pertama meliputi bangunan utama masjid. Kalau yang bangunan tambahan itu pada pemimpin berikutnya yaitu pada 1889 oleh Raden Tumenggung Wira Adiningrat," kata juru pelihara Masjid Agung Manonjaya Rusliana, belum lama ini.
Pembangunan Masjid Agung Manonjaya, menurut Rusliana berawal dari kepindahan ibukota Sukapura dari daerah Leuwi Loa Sukaraja ke Harjawinangun. "Jadi dulu itu Manonjaya bernama Harjawinangun. Kemudian Tasikmalaya masih bernama Sukapura," kata Rusliana.
Pemindahan ibukota Sukapura ke Harjawinangun ini dilakukan pada tahun 1832 di masa kepemimpinan Bupati Raden Adipati Anggadipa atau yang dikenal juga dengan sebutan Adipati Wiradadaha VIII.
"Perpindahan ini tertuang dalam dokumen Besluit Gubernemen No.22 tanggal 10 Januari 1839. Dokumen ini juga yang mengganti nama Harjawinangun menjadi Manonjaya," kata Rusliana.
![]() |
Perpindahan ibukota ini praktis membuat pemerintah melakukan pembangunan fasilitas pemerintahan dan sarana penunjangnya di Manonjaya.
"Sebelum dibangun masjid, memang di lokasi itu sudah ada musala. Sehingga proses perencanaan tata ruang pembangunan ibukota di Manonjaya pun berpedoman kepada arah bangunan masjid atau "ngiblat"," kata Rusliana.
Dia menjelaskan Masjid Agung Manonjaya dibangun pertama pada 1837 dengan arsitektur yang khas dan desain paling bagus pada masanya. Luasnya 637 meter persegi dengan 29 buah tiang penyangga.
Masjid dibangun dengan atap tumpang yang bersusun tiga. Puncak atau ujung atap diberi kemuncak atau mustaka.
"Menurut cerita puncak menara itu berasal dari Masjid Pamijahan, peninggalan Syekh Abdul Muhyi. Tinggi cungkupnya 1,8 meter, lebar bagian bawahnya 0,6 meter dan terbuat dari tembaga yang tebalnya 3 mm," papar Rusliana.
Setelah pembangunan yang pertama itu Masjid Agung Manonjaya langsung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan ibadah.
![]() |
Namun seiring berjalannya waktu, masjid itu dipandang sudah tak mampu lagi menampung jemaah. Sehingga di tahun 1889 pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Wira Adiningrat dilakukan perubahan atau pembangunan tambahan.
"Masjid diperluas ke bagian timur dengan didirikannya bangunan serambi dan bangunan menara di kanan dan kirinya yang dihubungkan dengan koridor," kata Rusliana.
Dia menjelaskan bangunan serambi beratap tumpang dua sedangkan menaranya memiliki atap berbentuk segi delapan.
"Menurut cerita, mustaka pada serambi tengah terbuat dari tanah liat, hasil pengrajin dari Kawasen Banjarsari sehingga luasnya menjadi 927 meter persegi dan 61 buah tiang penyangga," kata Rusliana.
Desain itu bertahan hingga kini meski ada beberapa bahan yang diganti karena musibah gempa bumi dan lapuk dimakan usia. "Desainnya tak berubah, namun memang ada perbedaan karena rentetan renovasi," kata Rusliana.
---
Artikel ini telah tayang di detikJabar.
Simak Video "Masjid Kuno Manonjaya, Pusat Perkembangan Islam di Priyangan Timur, Tasikmalaya"
[Gambas:Video 20detik]
(sym/sym)