Bali memiliki julukan Pulau Seribu Pura. Namun, Pulau Dewata juga memiliki masjid kuno yang unik, Masjid Agung Jami Singaraja di Buleleng.
Masjid Agung Jami Singaraja memiliki daya tarik tersendiri, khususnya bagi wisatawan muslim. Masjid ini dibangun pada zaman kolonial Belanda. Sampai sekarang menjadi salah satu saksi bisu dalam sejarah toleransi masyarakat Bali.
Berikut serba-serbi masjid Agung Jami Singaraja:
Sejarah Masjid Agung Jami Singaraja
Masjid Agung Jami Singaraja dibangun pada masa pemerintahan Raja Buleleng A.A. Ngurah Ketut Jelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, Raja Buleleng I). Masjid ini berdiri atas permintaan dari pemuka agama Kampung Kajanan, Kampung Bugis, dan Kampung Baru kepada Raja Buleleng agar diberikan lahan untuk mendirikan masjid baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permintaan tersebut dikabulkan Raja A.A. Ngurah Ketut Jelantik. Dalam pengaturan pelaksanaan dan pemeliharaannya diserahkan kepada I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi.
Berlokasi di Jalan Imam Bonjol No.65, Desa Kampung Kajanan, masjid ini masih berdiri megah sejak dibangun sekitar tahun 1830. Anda akan dapat menemukan berbagai peninggalan sejarah yang berkaitan erat dengan sikap toleransi antar umat beragama yang lestari hingga saat ini.
Saat berkunjung ke sana, Anda akan menjumpai pintu gerbang dengan ornamen dan ukiran khas Bali. Bahkan Anda juga akan menemukan Al-quran yang ditulis langsung oleh keturunan Raja Pertama Buleleng yakni Ki Barak Panji Sakti yang telah memeluk agama Islam dan dikenal dengan nama Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi.
Fasilitas di Masjid Agung Jami Singaraja
Anda akan menjumpai fasilitas bangunan seperti sekolah PAUD Kampung Kajanan, bangunan utama masjid, hingga bangunan tempat sekretariat pengelola masjid. Pintu utama lingkungan masjid berada di sebelah timur menghadap ke timur, selain itu juga terdapat pintu tambahan di sebelah barat.
Terdapat sebuah pintu yang merupakan hadiah dari Raja Buleleng yang diambil dari bekas pintu gerbang Puri Kerajaan Buleleng. Pintu dengan atap berbentuk limas dengan ukiran cungkup (seperti sulur) enam buah di setiap sudutnya dilengkapi dengan dua daun pintu berupa teralis besi.
Di dalam ruang utama bangunan tersebut Anda akan menemukan dua tiang soko guru yang terbuat dari pohon kelapa yang telah disemen di bagian tengah.
Keunikan Masjid Jami Agung Singaraja
Arsitektur bangunan masjid yang menggabungkan dua kebudayaan yakni Hindu dan Islam menjadi daya tarik pengunjung. Bangunan masjid yang terdiri dari dua ruangan, yakni ruang utama dan serambi depan tersebut menggunakan pintu dan jendela khas bangunan zaman kolonial yang terbuat dari kayu.
Daya tarik lainnya yang menjadikan masjid ini unik adalah terdapat Al Quran kuno. Al Quran bersampul kulit binatang berwarna cokelat dan kondisi bagian dalam sedikit rapuh namun masih bisa dibaca dan dikenali tulisannya.
Al Quran itu bertulisan aksara dan bahasa Arab dengan tinta hitam. Al Quran dengan panjang 33 sentimeter, lebar 24 sentimeter dan tebal 7 sentimeter menjadi salah satu peninggalan sejarah yang berharga bagi jejak toleransi masyarakat Bali.
Al Quran yang diperkirakan ada 1820-an tersebut ditulis oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi saat menuntut ilmu keagamaan pada gurunya yang bernama Muhammad Yusuf Saleh di Masjid Keramat Kuno.
Ketika Masjid Agung Jami Singaraja dibangun, ia membawa Al-quran karta tulisan tangannya ke masjid tersebut dan hingga kini masih tersimpan rapi di masjid. Di mana setiap bulannya, pengurus masjid akan menaburkan bubuk ketumbar agar tetap terawat.
---
Artikel ini sudah tayang di detikBali
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom