Tuah Makam Janjang Blora: di Tengah Hutan Sisa & Jalanan Neraka

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tuah Makam Janjang Blora: di Tengah Hutan Sisa & Jalanan Neraka

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Rabu, 26 Apr 2023 05:37 WIB
Situs Makam Janjang Blora
Situs Makam Janjang Blora (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)
Blora -

Traveler harus melalui jalan rusak nan panjang untuk menuju ke tempat yang dianggap memiliki tuah ini. Lokasinya berada di desa di tengah-tengah sisa hutan Blora.

Nama tempatnya biasa disebut dengan pesarean, pekunden, atau Makam Janjang. Lokasinya berada di Desa Janjang, Jiken, Blora dan di pesarean ini terdapat makam Jati Kusuma dan Jati Swara dan satu lagi adalah Putri Bleboh.

Lurah Desa Janjang, Ngasi, bercerita bahwa memang tidak ada cerita valid mengenai Makam Janjang yang dianggap bertuah. Hanya ada mitos yang diyakini dan dipercaya dari mulut ke mulut hingga mengundang traveler dari berbagai daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk cerita Makam Janjang, validnya memang nggak ada. Makamnya ada tiga, dua kakak beradik. Jati Kusuma berpakaian bak pengemis atau seperti orang gila sampai di Bleboh ada seorang putri melihatnya jelek sekali," kata Ngasi kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Situs Makam Janjang BloraSitus Makam Janjang Blora (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)

"Suatu ketika turun dari kuda dan memakai pakaian bagus terlihat tampan, lalu Putri Bleboh melihat dari belakang dan ingin menjadikannya suami. Tapi nggak diterima," dia menambahkan.

ADVERTISEMENT

"Putri Bleboh sampai meninggal ada di pesarean tadi. Punden atau makamnya di situ. Dua jadi satu dan yang satu di sebelah kiri, yang dari Bleboh tadi," Ngasi menjelaskan.

Mitos, keistimewaan, dan cerita rakyat Makam Janjang

Desa Janjang mengadakan rutin mengadakan manganan atau sedekah bumi di setiap bulan Ruwah di hari Kamis Pahing dan Jumat Pon untuk mengenang jasa kedua tokoh itu. Dan, dalam pelaksanaannya pun kemungkinan akan ada pertanda.

"Kalau nasi kurang ya biasanya berasnya akan mahal. Kalau daun buat pembungkus berkat kurang maka tembakau akan mahal, kalau air habis maka kemaraunya akan panjang," kata Ngasi.

"Keistimewaan Makam Janjang Blora biasanya adalah yang punya nazar. Ada yang nyalon kepala desa dari Bojonegoro, Tuban, Pati setelah diberi masukan dan saran selalu mengirimkan Alfatihah akhirnya bisa terpilih. Di antara mereka ada yang diberi pertanda seperti mimpi melihat macan satu pekarangan," dia menambahkan.

Makam janjang memang menjadi tempat yang dikeramatkan dan dihormati warga. Makam tersebut setiap tahun pada hari Jumat Pon selalu dipakai untuk tempat ritual desa yakni ritual Manganan Janjang.

Makam tersebut diyakini oleh warga sebagai makam dua orang pangeran dari Kerajaan Pajang yang pergi mengembara. Kedua pangeran tersebut bernama Jati Kusuma dan Jati Swara.

Situs Makam Janjang BloraSitus Makam Janjang Blora (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)

Dalam pengembaraannya sampailah mereka di daerah yang cukup tinggi dan menetap ditempat tersebut. Dari tempat yang tinggi tersebut kedua orang itu dapat melihat dengan jelas kondisi yang ada di sekitarnya.

Oleh karena itu, tempat yang tinggi tersebut kemudian dinamakan Janjang. Sampai sekarang daerah tempat tinggal kedua pangeran itu dinamakan Janjang, dan makam kedua pangeran menjadi punden Janjang.

Kedua orang pangeran terebut kemudian menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang-orang sekitar dan pengaruhnya meluas sampai di daerah lain.

Situs Makam Janjang BloraLurah Desa Janjang Blora, Ngasi (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)

Pangeran Jati Kusuma dan Jati Swara yang disebut eyang oleh masyarakat Janjang saat ini, konon memiliki kesaktian yang tinggi. Walaupun begitu keduanya tetap terus meningkatkan ilmunya dengan cara masing-masing.

Oleh karena kesaktian dan ilmu lain yang disebarkan kepada masyarakat sekitar maka walaupun keduanya telah meninggal masyarakat tetap hormat kepada kedua pangeran tersebut.

Bentuk penghormatan kepada mereka berdua dilakukan masyarakat denggelar acara Manganan Janjang atau sedekah bumi di atas. Kegiatan tersebut sampai sekarang masih terus dilakukan oleh warga Janjang dan banyak masyarakat sekitar yang ikut dalam acara itu.

Cara ke Situs Makam Janjang Blora

Makam Jati Kusumo dan Jati Swara terletak di Desa Janjang, Kecamatan Jiken, dengan jarak tempuh dari Kota Blora mencapai 31 kilometer atau 10 kilometer dari kantor Kecamatan Jiken.

Untuk menuju lokasi makam, memang bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Akan tetapi, kondisi jalan yang sebagian tak beraspal memang menjadi tantangan para wisatawan yang hendak mendatangi makam tersebut.

Sebagian di sini cukup panjang. Traveler akan melewatinya ketika sudah sampai hutan jati dan jalanan rusak itu terutama setelah melewati Pos Perhutani Cabak.

Siapkanlah mental karena jalananya sangat rusak hingga hampir mencapai Desa Nglebur. Jarak yang tak terlalu jauh itu harus ditempuh selama hampir 20 menit menggunakan motor dan pasti tiga kali lipat jika menggunakan mobil.

Kondisi alam sekitar yang masih tampak alami serta melintasi kawasan hutan jati, tentunya menjadi obat tersendiri untuk mencapai lokasi Makam Janjang.

Ada banyak spot yang sangat cantik di area hutan itu. Lihat pula aktivitas pedagang akar jati yang sudah diekspor hingga ke berbagai negara.

Situs Makam Janjang BloraJalan rusak bak neraka menuju ke Situs Makam Janjang Blora (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)

Tentang Situs Makam Janjang

Hampir seperti kondisi makam bersejarah lainnya, di kompleks makam selalu tersedia tempat peristirahatan bagi peziarah. Luas areal makam mencapai 1 hektar.

Di dalamnya terdapat makam Jati Kusumo dan Jati Swara, serta makam Rondo Kuning (Putri Bleboh yang tergila-gila ingin diperistri oleh kedua bangsawan tersebut).

Ada pula empat makam sahabat, bangsa sesaji, guci berisi air yang dianggap memberikan berkah, batu pasujudan dan bangsal untuk pertunjukan wayang krucil yang merupakan peninggalan Jati Kusuma dan Jati Swara.

Upacara ini menyedot ratusan orang untuk berkunjung ke kawasan itu termasuk wisatawan dari luar kota, mengingat wayang krucil yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat dimainkan oleh dalang khusus.

Hanya saja, dari sejumah tokoh pewayangan tersebut, yakni tokoh punokawan tetap terbungkus kain mori meskipun sedang ada pegelaran wayang.

Bahkan, ketika dilakukan perawatan juga tetap dalam kondisi tertutup kain mori putih, sedangkan tokoh wayang lainnya bisa dimainkan dan dilihat secara langsung oleh masyarakat.

Dalam penyimpanannya, khusus untuk lima wayang, termasuk di dalamnya tokoh punokawan ditempatkan di tempat khusus dengan posisi berdiri, sedangkan yang lainnya disimpan di dalam kotak.

Meskipun dianggap sakral, warga sekitar yang memiliki nazar masih bisa menggelar pentas wayang krucil dengan dalang khusus yang ditunjuk secara turun temurun.




(msl/fem)

Hide Ads