Akses Ngeri ke Kampung Mati: Rawan Jatuhan Batu-Miring 70 Derajat

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Akses Ngeri ke Kampung Mati: Rawan Jatuhan Batu-Miring 70 Derajat

Jalu Rahman Dewantara - detikTravel
Minggu, 25 Jun 2023 07:17 WIB
Jalan menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Jumat (16/6/2023).
Akses ke Kampung Mati (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng)
Jakarta -

Kampung Mati di Yogyakarta ditinggalkan penduduknya. Akses ke lokasi memang mengerikan, yakni jalan yang sangat miring hingga bebatuan rawan jatuh.

Kampung Mati ini terletak wilayah Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo. Saat ini tinggal satu keluarga yang bertahan di kampung tersebut. Keluarga itu adalah pasangan suami-istri Sumiran (49) dan Sugiati (50) serta dua anaknya.

Kampung Mati memang berada di area terpencil. Lokasinya jauh dari fasilitas publik seperti pasar, klinik, maupun kantor pemerintah. Pun demikian dengan permukiman penduduk terdekat yang jaraknya bisa mencapai 2 km.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanya ada satu cara untuk bisa sampai ke kampung ini, yaitu dengan berjalan kaki menyusuri perbukitan. Trek yang ditempuh berupa tanah berbatu dan dengan tingkat kemiringan hingga 70 derajat.

Sulitnya akses menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Jumat (16/6/2023).Sulitnya akses menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng)

Kondisi ini tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan, bahkan sepeda sekalipun.

ADVERTISEMENT

"Kalau pas musim hujan itu lebih berbahaya lagi. Selain karena licin, juga kadang ada bebatuan yang tiba-tiba jatuh. Jadi memang harus hati-hati kalau mau ke sini," ujar Sugiati kepada detikJateng, Jumat (16/6/2023).

Sugiati menjelaskan sulitnya akses itulah yang membuat penduduk perlahan meninggalkan Kampung Mati. Mereka jengah dengan kondisi kampung yang terisolir.

"Karena di sini jauh dari jalan yang bisa diakses kendaraan. Harus jalan kaki dulu sejauh 1,5 sampai 2 km. Jadi banyak yang pindah," ucapnya.

"Penduduk terakhir yang pindah itu sekitar 4 tahun lalu. Jadi sejak 4 tahun ini kami memang menyendiri," imbuhnya.

Dukuh Watu Belah, Gunawan mengkonfirmasi hal tersebut. Dia mengatakan dulunya ada 10 rumah termasuk milik keluarga Sumiran yang menetap di area perkampungan tersebut. Karena akses jalan yang sulit, banyak warga yang pindah sehingga menyisakan satu rumah saja.

Meski jauh dengan tetangga, keluarga Sumiran tetap bersosialisasi. Keluarga ini juga rutin ikut kegiatan kemasyarakatan seperti hajatan pernikahan, melayat, dan sebagainya.

Baca artikel selengkapnya di detikJateng




(msl/msl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads