Percaya Tidak, Lapangan Keren di Garut Ini Dulu Kuburan Belanda

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Percaya Tidak, Lapangan Keren di Garut Ini Dulu Kuburan Belanda

Hakim Ghani - detikTravel
Senin, 22 Jan 2024 23:05 WIB
Lapangan rumput sintetis SOR Merdeka Garut yang punya standar FIFA
Foto: Lapangan Kerkhof di Garut (Hakim Ghani/detikJabar)
Garut -

Di Garut, ada sebuah lapangan bola yang keren dan menawan. Tapi percaya tidak, di zaman dulu, lapangan ini adalah sebuah kuburan Belanda.

Lapangan Kerkhof di Kabupaten Garut, jawa Barat lebih menawan usai diberi sentuhan rumput sintetis impor. Sebelum dikenal sebagai tempat untuk warga olahraga, lapangan ini mempunyai sejarah panjang.

Lapangan Kerkhof rupanya kuburan orang-orang Belanda dan Eropa hingga tahun 1981. Di tahun tersebut, Pemerintah Kabupaten Garut kemudian memindahkan makam-makam tersebut ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Santiong, yang berada di Kecamatan Karangpawitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, pada masa kepemimpinan Bupati Taufik Hidayat (1983-1988), Pemkab Garut mengubah fungsi Kerkhof dari kuburan Belanda menjadi arena pacuan kuda.

Setelah puluhan tahun berlalu, barulah pada tahun 2003, Bupati Dede Satibi mengubah fungsi lapangan Kerkhof menjadi sarana olahraga, dan mengubah namanya menjadi SOR Merdeka.

ADVERTISEMENT

Sarana olahraga seluas dua hektar ini berada di Jalan Merdeka, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut. Lokasinya berada dekat dengan SMAN 1 Garut yang ada di sebelah timur, dan bundaran Leuwidaun yang ada di barat.

Meski sudah berubah fungsi dari kuburan menjadi tempat olahraga, tapi lapangan Kerkhof tak pernah kehilangan nilai sejarahnya. Kerkhof masih menjadi saksi bisu, beragam peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu.

Kisah Heroik Yang Chil Sung

Salah satu momen yang terjadi di Lapangan Kerkhof di masa lalu, adalah eksekusi mati terhadap Yang Chil Sung. Pria asal Korea Selatan, yang saat masa setelah kemerdekaan ikut membela rakyat Garut mengusir penjajah Belanda.

Sejarah ini, bermula ketika Yang Chil Sung, alias Yanagawa Shichisei, alias Komarudin, tertangkap oleh Belanda di Gunung Dora, perbatasan Garut-Tasikmalaya pada 25 Oktober 1948.

Saat itu, selain Yang Chil Sung, ada 4 orang lainnya yang tertangkap. Yakni Masahiro Aoki alias Abubakar, Katsuo Hasegawa alias Usman/Oetman, Guk Jae Man alias Soebardjo, dan seorang pribumi bernama Letnan Djoehana.

Guk Jae Man dieksekusi Belanda lebih dulu, karena konon kabarnya mencoba melarikan diri. Tinggallah 4 orang ini, yang diadili oleh Belanda. Letnan Djoehana yang pandai berbahasa Belanda melakukan pembelaan dan akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan militer.

Sedangkan Yang Chil Sung, Aoki dan Hasegawa dijatuhi vonis mati. Vonis mati itu, kemudian dilaksanakan pada bulan Mei 1949.

Media Belanda, de Vrije Pers dalam sebuah artikel yang terbit di tanggal 25 Mei 1949 mengabarkan Yang Chil Sung dkk, dieksekusi mati pada tanggal 22 Mei 1949.

"Dini hari tanggal 22 Mei, hukuman mati dilaksanakan di Garut terhadap Aoki Jepang alias Abubakar, Hasegawa alias Uetman, dan Yanagawa alias Komaroedin. Yang pada saat itu, telah dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Militer Khusus," bunyi laporan berbahasa Belanda tersebut.

Perdebatan Soal Waktu Eksekusi

Terkait waktu eksekusi mati ini, masih menjadi perdebatan. Sebab, di batu nisan Yang Chil Sung, Aoki dan Hasegawa sendiri, tertera jika mereka meninggal dunia pada 10 Agustus 1949.

Ada juga beberapa laporan media Belanda jadul, yang menyebutkan jika mereka mati pada tanggal 21 Mei 1949. Salah satunya, seperti laporan yang dirilis Indische Courant voor Nederland yang tayang pada 1 Juni 1949.

"Hukuman mati dilakukan di Garut pada 21 Mei. Warga Jepang, Aoki alias Abubakar, Hasegawa alias Oetman, dan Janagawa alias Komaroedin yang pada saat itu divonis mati oleh pengadilan militer khusus di Garut," ungkap laporan tersebut.

Terlepas dari misteri tanggal dieksekusi mati ketiga pahlawan tersebut, yang jelas, konon kabarnya, eksekusi mati itu dilakukan di lapangan Kerkhof yang sekarang menjadi SOR Merdeka.

Ada beragam kisah menarik, yang mengiringi gugurnya ketiga pahlawan tersebut. Pertama, mereka diketahui menyampaikan ingin dimakamkan secara Islam, setelah dieksekusi mati. Kemudian, mereka juga konon kabarnya minta agar dipakaikan kemeja putih dan sarung merah, saat ditembak mati.

Lapangan rumput sintetis SOR Merdeka Garut yang punya standar FIFALapangan Kerkhof di Garut Foto: Hakim Ghani/detikJabar

Kisah mengenai Yang Chil Sung ini, belakangan banyak diperbincangkan di Garut. Setelah pemerintah mengungkap rencana pembuatan film berjudul Tanah Air Kedua yang akan mengisahkan perjuangan Yang Chil Sung dan kawan-kawan.

Kabarnya, film tersebut sekarang sedang berproses, dan akan dibintangi Maudy Ayunda dan aktor kenamaan Korea Selatan, Kim Bum.


------

Artikel ini telah naik di detikJabar.




(wsw/wsw)

Hide Ads