Di Desa Gunungkidul Ini, Matahari Hanya Bersinar 7 Jam Sehari

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Di Desa Gunungkidul Ini, Matahari Hanya Bersinar 7 Jam Sehari

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikTravel
Selasa, 07 Mei 2024 20:05 WIB
Remang cahaya di Wotawati pada Jumat (3/5/2024) pukul 17.30 WIB.
Foto: Dukuh Wotawati di Gunungkidul (Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja)
Gunungkidul -

Setiap hari, sinar matahari hanya akan menyinari sebuah desa di Gunungkidul selama 7 jam saja. Bagaimana kisahnya?

Padukuhan Wotawati yang berada di Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul ini sungguh unik. Bagaimana tidak unik, setiap hari desa ini hanya 'kebagian' cahaya matahari selama 7 jam saja. Tidak kurang dan tidak lebih.

Akses menuju padukuhan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri ini begitu terjal dengan jalan cor blok. Meski begitu, jerih payah traveler akan terbayarkan dengan pemandangan hijau nan asri, lengkap dengan sejuknya udara begitu sampai di desa ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesampainya di permukiman warga Wotawati, sayup-sayup terdengar suara warga mengobrol. Mereka tampak baru saja datang dari sawah dengan membawa pakan ternak.

Tampak dua bukit atau lazim disebut gunung menghimpit perkampungan tersebut. Keduanya tampak megah bersandingan dan hijau mempesona.

ADVERTISEMENT

Tak seperti permukiman pada umumnya, sebagian wilayah Wotawati tidak terpapar sinar matahari langsung. Meski begitu, mata masih leluasa memandang apapun di sekitar walau sedikit remang.

Dari ujung utara permukiman hingga selatan hanya membutuhkan sekitar tiga menit perjalanan sepeda motor. Warga berusia lanjut lebih sering tampak di emperan rumah daripada pemuda.

Padukuhan tersebut benar-benar remang pada sekitar pukul 17.30. Pada saat yang sama, lampu-lampu di rumah warga mulai menyala untuk menggantikan cahaya matahari.

Fenomena serupa tak ditemukan di kawasan Kapanewon Wonosari. Di Wonosari, warna langit mulai jingga kala matahari condong ke barat. Lain halnya langit Wotawati, yang di waktu sama, malah berparas nyaris kelabu menjelang petang meski tanpa awan menggantung.

Penjelasan Kepala Desa Wotawati

Dukuh Wotawati, Roby Sugihastanto, menuturkan luas lahan permukiman di Padukuhan Wotawati sekitar 5-6 hektar. Padukuhan tersebut dihuni oleh 80 kepala keluarga (KK) dalam satu rukun warga (RW) dan empat rukun tetangga (RT).

Kampung tersebut hampir setiap harinya terpapar sinar matahari hanya sekitar 7 jam saja. Cahaya mentari pagi menyapa sepenuhnya permukiman di Wotawati sekitar pukul 08.30-09.00 WIB.

Menjelang sore, hamparan bukit di sebelah timur menutup sempurna masuknya cahaya matahari sekitar pukul 16.00 WIB.

"Kalau (permukiman) tertutup (tidak terpapar cahaya matahari langsung) semuanya itu, ya, mungkin di jam 16.30 (sore) kalau di sekarang ini. Kalau awalnya masuk cahaya matahari biasanya itu jam 09.00 WIB," jelas Roby, Jumat (3/5) akhir pekan lalu.

Bagi Roby yang sudah bermukim di Wotawati sejak lahir, fenomena alam tersebut tidak membuatnya kaget. Namun beda halnya bagi orang yang pertama kali mengunjungi padukuhan yang terletak di ngarai tersebut.

Beda halnya dengan pendatang di Wotawati, Toma (43). Wanita yang menikah dengan warga setempat tersebut menerangkan sempat heran dengan fenomena 7 jam cahaya matahari menyinari permukiman tersebut.

Fenomena alam unik terjadi di Dusun Wotawati, Kabupaten Gunungkidul. Wilayah pedukuhan di Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, itu selalu telat terpapar sinar matahari pagi tapi lebih cepat memasuki malam hari. Kok bisa?Suasana Dusun Wotawati, Kabupaten Gunungkidul. Foto: Pradito Rida Pertana

Fenomena tersebut baru Toma sadari saat beberapa tahun tinggal di Wotawati. Toma sudah tinggal di Wotawati sejak 1997.

"Saya mulai tinggal di sini tahun '97. Lama-lama kok gimana gitu. Apa iya sih? Kok mataharinya lambat datang?" ungkapnya dengan nada antusias.

Tak hanya itu, wanita asal Tegal, Jawa Tengah itu juga kaget saat menemukan jodohnya di perkampungan yang terletak di lembah tersebut.

"Kok saya sampai sini begitu, karena di tempat saya kan tidak ada gunung, hanya sawah. Jodoh aku kok di sini, dalam banget kaya jurang. Ya namanya jodohnya kali," ucapnya sembari terkekeh.

Meski mengalami fenomena tersebut setiap harinya, Toma beraktivitas seperti petani pada umumnya. Usai memasak pada pagi hari sekitar pukul 08.00 dirinya pergi ke sawah. Dia baru pulang sekitar pukul 16.00.

"Pagi habis masak sekitar jam 8 itu ke ladang bertani kalau musim tani. Kalau bukan musim tani ya cari rumput. Pulang biasanya jam 4 (sore)," jelasnya.

Penyebab Matahari Hanya Bersinar 7 Jam Sehari di Wotawati

Roby mengatakan lambatnya sinar matahari masuk itu tak lantas membuat Wotawati gelap gulita pada pagi hari, pun pada sore hari. Warga masih bisa beraktivitas dengan normal

Roby menyebut lambatnya cahaya matahari masuk ke Wotawati itu akibat tertutup dua bukit besar. Dua bukit tersebut berada tepat di sisi timur dan barat Wotawati.

"Dua gunung itu posisinya di barat sama timur dan posisi di sini itu di lembah. Jadi makanya mataharinya kaya yang lambat datang gitu," jelas Roby.

Posisi Wotawati itu lah yang membuat matahari seakan terlambat datang pulang cepat pula. Apalagi pemukiman tersebut berada di lembah dua gunung

"Sorenya juga gitu, kan mataharinya sudah nggak kelihatan, otomatis mulai remang di sini. Nggak gelap total kok," pungkasnya.


------

Artikel ini telah naik di detikJogja.




(wsw/wsw)

Hide Ads