Situs Purbakala Sumatera Barat yang Instagenic: Balairung Sari
Selasa, 18 Jul 2017 11:18 WIB
Jakarta - Sumatera barat memiliki situs purbakala yang jadi spot foto cantik. Namanya Balairung Sari. Menjadi saksi perjalanan suku Minangkabau, tempat ini tetap cantik.Balairung Sari yang disebut juga sebagai Balairung Panjang adalah bangunan yang terdiri dari dua bagian. Bangunan ini dipisahkan oleh jarak selebar kurang dari satu meter yang disebut sebagai labuah gajah.Labuan gajahs sendiri digunakan sebagai tempat perhentian kendaraan raja-raja yang akan bermusyawarah disana. Bangunan ini memiliki satu atap dengan dua janjang atau tangga.Janjang atau tangga digunakan untuk mencapai lantai yang digunakan sebagai tempat duduk dalam setiap kegiatan. Atapnya memiliki gonjong enam buah yang pada bagian ujungnya terdapat lambang bulan dan bintang seperti yang biasa dilihat pada bangunan mesjid.Lambang ini mengandung arti agama islam yang menjadi landasan orang Minang. Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Bagian lantainya datar dari ujung ke ujung tidak ada bagian yang lebih tinggi pada ujungnya yang biasa disebut anjung. Menurut masyarakat sekitar Balairung Sari, bangunan ini umurnya lebih dari 300 tahun. Tonggaknya masih asli, tulang-tulang kayu dibagian dasar bangunan juga masih orisinil. Dari cerita turun temurun, pembangunan Balairung ini dikerjakan oleh orangnya Datuk Perpatih Nan Sabatang dari Pagaruyung, dia bernama TanTejo Garhano. Orangnya digambarkan tinggi besar, hingga saat beliau membuat atap Balairung dilakukannya sambil duduk. Beliau dikabarkan pula sebagai arsitektur yang membangun rumah gadang pertama di Minangkabau. Balairung Sari memiliki gonjong di bagian atap sebanyak enam buah yang menyerupai tanduk kerbau. Di bawah lantai terdapat kolong. Tangga untuk naik ke atas Balairung terbuat dari kayu dengan jumlah biasanya ganjil 5 atau 7. Tiang berjumlah 36 buah. Di atas Balairung terdapat ruangan yang panjang membujur dari utara ke selatan, yang berjumlah 17 buah. Satu buah labuah gajah, yakni ruang yang terputus satu ruang, yang bertujuan tempat perhentian kendaraan raja-raja yang datang untuk mengadakan musyawarah atau kunjungan. Di bagian belakang Balairung terdapat sebuah kolam yang besar. Dulunya kolam ini hanya berukuran kecil yang dimanfaatkan sebagai tempat mencuci kaki. Di halaman depan terdapat pula lapangan yang agak ditinggikan dari tanah yang ditanami dengan rumput-rumputan dan bunga-bunga. Pada lapangan ini juga terdapat batu tapakan tempat duduk. Lapangan tempat beristirahat atau berangin-angin peserta musyawarah setelah melakukan musyawarah. Batu tapakan merupakan tempat duduk mereka sambil menyaksikan atraksi-atraksi kesenian yang disajikan seperti randai, tari-tarian, selawat dulang, rabab dan sebagainya.Lapangan ini disebut juga dengan medan nan bapaneh. Sambil beristirahat sejenak di sana sembari mendinginkan kepala agar dapat melanjutkan musyawarah kembali. Bangunan Balairung sari membujur dari utara ke selatan, dengan panjang bangunan 48, 24 meter, lebar 3,4 meter dan tinggi bangunan dari pembautan kosong yang dipasang disekeliling 5,30 meter sampai ke puncak atap atau nok yaitu sebatang kayu yang berfungsi sebagai tempat kedudukan atau sebagai ukuran gonjong. Tiang-tiang Balairung Sari yang ada sekarang masih merupakan tiang yang aslinya. Bentuk bangunan Balairung Sari bila dilihat secara keseluruhan tanpak menyerupai perahu. Menurut cerita dari versi masyarakat setempat sebelum dibangunnya Balairung Sari ini diawali dengan pemufakatan dari perangkat nagari tentang bagaimana bentuk balai adat yang akan dibangun. Sesuai dengan pemufakatan bersama maka dipilihlah bentuk bangunan ini seperti sebuah perahu. Bentuk perahu ini dilatarbelakangi dengan sejarah nenek moyang Minangkabau adalah seorang pelaut. Selain itu bentuk perahu melambangkan keseimbangan/ keadilan dan kesatuan dimana dalam mengarungi lautan menggunakan perahu harus bisa menjaga keseimbangan dan kerjasama para awak kapal/ perahunya. Karena bila tidak bisa menjaga keseimbangan dan menjaga kerjasama akan mendapat kesulitan ditengah laut. Ini diibaratkan sebuah Balairung harus bisa memberikan keputusan yang adil dan seimbang dalam mengarungi kehidupan ditengah masyarakat. Berkunjung ke Balairung Sari Nagari Tabek ini, banyak yang bisa dipelajari dari peninggalan yang bernilai sejarah ini. Mulai dari arsitektur sampai filosofi yang terdapat dikeseluruhan bagian balai tempat berkumpulnya para pemuka adat, pemimpin masyarakat untuk sampai pada mufakat.Seperti pepatah yang biasa didengar: 'Kalau kusuik disalasaikan, jikok karuah dipajaniah, kasudahan adaik ka balairung, kasudahan dunie ka akhiraik'.Balairung panjang ini tidak berdinding, tidak berpintu dan tidak berjendela, keseluruhan bangunannya terbuka, sehingga apabila ada rapat yang digelar di sana masyarakat dapat pula mengikutinya. Ini suatu bentuk dari managemen terbuka, transparan bagi semua. Tempat ini sangat cocok bagi para traveler yang menyukai traveling budaya & sejarah. Jangan lupa singgah ke Balirung Sari Nagari Tabek yang tidak jauh dari desa tua Pariangan.
(travel/travel)












































Komentar Terbanyak
Kisah Tragis Model Cantik Belarusia: Diculik-Dibunuh di Myanmar, Organ Dijual
Benarkah Harimau Takut Kucing? Ini Penjelasannya
Menyusuri Kemang Raya, Kawasan Elite yang Masuk Daftar Kawasan Terkeren di Dunia