Cerita Dari Mahakam: Perempuan Bertato Arang Damar dan Telinga Panjang
Rabu, 12 Feb 2020 12:15 WIB

Ismail Arrasyid

Jakarta - Perjalanan menyusuri Sungai Mahakam di Kalimantan Timur selama tiga hari dua malam terbayar lunas dengan menyaksikan adat Dayak Bahau. Mereka menjaga tradisi bertato arang damar dan bertelinga panjang. Sebagian Sungai Mahakam dengan panjang 920 km itu bisa disusuri selama tiga ari dan dua malam menggunakan kapal motor kayu. Titik start berada di Pelabuhan Sungai Kunjang, Samarinda dan finis di Long Bagun. Baiknya sih, perjalanan dimulai saat pagi, sekitar pukul 07.00 waktu setempat. Berangkat dari Samarinda jam 07.00. Selama tiga hari dua malam itu kita akan beraktivitas di atas kapal. Setelah sampai di Long Bagun, destinasi yang kita tuju masih berjarak lima jam perjalanan menggunakan long boat. Kami menuju Long Pahangai. Riak Sungai Mahakam di sini cukup bikin deg-degan karena jeramnya dan batu-batu besar. Di sepanjang perjalanan itu, traveler bisa menikmati aktivitas masyarakat yang bermukim di bantaran Sungai Mahakam. Hutan yang rimbun danpegunungan kars menjadi pemandangan sepanjang sungai. Sampai di Kecamatan Long Pahangai, saya disambut hangat oleh kopi di kediaman Pak Lawing, salah satu warga setempat. saat menyeruput kopi, saya memperhatikan seorang nenek dengan penampilan berbeda dari yang biasa saya temui di Samarinda. Nenek tersebut memiliki telinga panjang dengan banyak anting yang menggantung. Rupanya, bukan hanya nenek tersebut yang bertelinga panjang, sebagian besar perempuan di Kabupaten Mahakam Hulu ternyata masih menjaga tradisi tersebut. Selain itu, mereka memiliki tato di badan. "Tato dalam bahasa Dayak Bahau disebut tedaka berfungsi sebagai penanda antara laki-laki dan perempuan karena dahulunya mereka berkumpul dan tidur dalam satu rumah panjang atau lami. Nah, tedaka itu juga berfungsi untuk menandai status sosial masyarakat dan penanda status perkawinan seorang perempuan," kata Kristina Yeq Lawing, warga Mahakam Hulu bersuku Dayak Bahau. "Jika seorang perempuan memiliki tedaka atau tato hanya sampai sebatas jari sampai punggung tangan menandakan perempuan tersebut masih gadis atau belum nikah dan setelah menikah maka tato atau tedak akan di tambah lagi sampai pergelangan tangan," dia menjelaskan. Bahan tato itu, lanjut Kristina, tak sembarangan. Itu berasal dari arang pohon damar. Untuk membuat tato masyarakah Mahakam Hulu biasanya menggunakan sembilu (bilah bambu) atau jarum dengan cara dipukul-pukulkan kekulit yang akan di tato atau tedaka. Biasanya satu tato dibuat dengan waktu cukup lama. Tak sembarang perempuan bisa memiliki tato, hanya perempuan yang telah menginjak masa remaja, antara 12-13 tahun yang bisa mempunyai taato. Nah, soal anting, Kristina menjelaskan itu adalah perhiasan yang disebut sebagai hisang. Perempuan Dayak Bahau menggunakan hisang sejak berusia 5 tahun sebanyak 5 buah anting. Jumlah hisang bertambah seiring bertambahnya usia. Untuk masyarakat Dayak Bahau mereka lebih memilih perak untuk menandakan komunitas mereka dan masyarakat Dayak Kenyah lebih memilih kuningan. Tradisi memakai anting itu mulai luntur. Putri Kristina termasuk yang tak mau memakainya. "Katanya malu karena sudah tidak jamannya lagi," ujar dia.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!