Cerita Masjid Pertama di Australia yang Seperti Gubuk

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Cerita Masjid Pertama di Australia yang Seperti Gubuk

Afif Farhan - detikTravel
Senin, 13 Jun 2016 16:30 WIB
Foto: Masjid Marree, masjid pertama di Australia (Ann Wells/Youtube)
Adelaide - Tahukah Anda, masjid pertama di Australia sudah berdiri sejak tahun 1884. Meski tampilannya hanya seperti gubuk, masjid ini punya sejarah panjang.

Islam merupakan agama minoritas di Australia, yang pemeluknya hanya berkisar 500.000 jiwa atau 2,2 persen dari total penduduk Australia. Mengutip dari situs Kedutaan Besar Australia Indonesia, Senin (13/6/2016) terdapat dua cara Islam masuk ke Australia, pertama dari Indonesia dan kedua dari negara-negara Timur Tengah dan sekitarnya.

Dari Indonesia, Islam dibawa oleh masyarakat Bugis yang berasal dari wilayah Makassar, Sulawesi Selatan. Tepatnya di abad ke-17, kala itu mereka berlayar sampai ke Australia untuk berdagang. Mereka singgah ke pesisir utara Australia Barat, Australia Utara dan Queensland.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukti dari hal itu adalah, banyak lukisan gua Aborigin menggambarkan perahu tradisional Makassar. Sejumlah peninggalan orang-orang Bugis juga ditemukan di pemukiman Aborigin di pesisir barat dan utara Australia.

Yang kedua, Islam masuk ke Australia dari negara-negara di Timur Tengah dan sekitarnya. Nah yang inilah, ada kaitannya dengan masjid pertama yang dibangun di Negeri Kangguru tersebut. Mungkin, belum banyak orang yang tahu dengan kisah masjid ini.

Sejarah mencatat, para pendatang dari Timur Tengah seperti Mesir, Persia (kini namanya Iran) dan Turki serta dari Afghanistan dan India datang ke Australia di tahun 1800-an. Mereka datang bukan untuk berdagang seperti morang-orang Bugis, tapi datang sebagai pekerja.

Jadi di tahun 1800-an, pemerintah Australia mencoba untuk memetakan wilayahnya. Mencoba untuk menjelajahi hutan lebih dalam dan termasuk gurun pasir yang berada di kawasan negara bagian Australia Barat dan Australia Utara seperti Gurun Gibson, Great Sandy, Great Victoria dan Simpson.

Khusus di gurun pasir, pemerintah Australia angkat tangan. Saat itu transportasi yang diandalkan hanyalah kuda, tetapi kuda bukanlah hewan yang cocok dengan gurun pasir. Maka oleh sebab itulah pemerintah Australia, 'mengimpor' para peternak unta sekaligus untanya dari negara-negara Timur Tengah dan Afghanistan.

Pemerintah Australia mengontrak para peternak unta yang jumlahnya ribuan dari negara-negara tersebut untuk bekerja dan turut bergabung dalam ekspedisi. Benar saja, ekspedisi berjalan lancar dan singkat cerita sukses. Unta memang dianggap hewan yang tepat.

Di lain sisi, para imigran yang mayoritas pemeluk Islam juga membentuk semacam komunitas di kala itu. Mereka pun disebut dengan julukan 'Ghan', yang diambil dari pertengahan nama Afghanistan.

Mereka juga membutuhkan tempat ibadah yakni masjid untuk beribadah. Kemudian di tahun 1884 (beberapa versi menyebut 1861), Abdul Kadir seorang peternak unta mendirikan masjid di Marree, suatu kota kecil di dekat gurun pasir yang berjarak 685 km dari Adelaide, ibukota negara bagian Australia Selatan

Masjid yang dikenal dengan nama Masjid Marree ini digunakan oleh para peternak unta untuk beribadah. Karena mereka kesulitan mencari kayu dan bahan bangunan lain, jadilah masjidnya dibuat seadanya.

Masjid ini tidak memiliki tembok, namun masih memiliki atap berupa tumpukan jerami. Ukurannya tidak laus, hanya mampu menampuung sekitar 20 jamaah saja. Tapi di sinilah, para pekerja unta dan keluarganya akan datang untuk beribadah.

Di saat itu, bagian depan masjidnya terdapat danau kecil. Danau itulah yang kemudian digunakan sebagai tempat wudhu.

Begitu ekspedisi pemetaan selesai, pemerintah Australia pun mempulangkan kembali para peternak unta. Di tahun 1900-an, hasil dari pemetaan wilayah digunakan sebagai referensi untuk membangun jalur kereta api dan jalanan. Unta-unta pun sudah tidak terpakai lagi.

Walau begitu, ada beberapa dari imigran yang bertahan di Australia dan mencari pekerjaan lain untuk hidup. Bagaimana nasib masjidnya? Kabarnya, para penduduk di Marre banyak yang pulang kampung. Masjidnya lambat laun tak terurus kemudian dihancurkan.

Ya, Masjid Marre yang berdiri sampai saat ini di sana hanyalah merupakan replika. Namun jangan kecewa, replika ini dibuat mirip seperti aslinya dengan posisi yang sama seperti posisi Masjid Marre yang asli.

Tampilan masjidnya sungguh sangat sederhana, bahkan bisa dibilang mirip seperti gubuk. Tapi bisa saja, Masjid Marre mungkin terbilang mewah di zamannya. Inilah salah satu potongan sejarah Islam di Australia dan tak boleh dilupakan. (aff/aff)

Hide Ads