Di Riviera Utara, tepatnya di atas bukit yang indah, terdapat sebuah desa kecil dengan mimpi yang besar. Desa itu bernama Seborga.
Melansir CNN, Kamis (31/3/2022) meski hanya sebuah desa kecil, Seborga sudah memiliki bendera sendiri, lagu kebangsaan, paspor, perangko mata uang dan seorang pemimpin yang disebut sebagai raja. Desa ini memiliki harapan di suatu hari ada pengakuan hukum atas kedaulatannya.
![]() |
Untuk saat ini, Seborga hanya sebuah dusun indah di sebuah provinsi Italia Utara yang dekat dengan Prancis. Penduduknya mencakup sekitar 300 orang di atas lahan sekitar lima mil persegi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para pengacara sedang mengerjakannya," kata Yang Mulia Putri Nina dari Seborga.
"Itulah sebabnya saya terpilih sebagai seorang putri," tambahnya.
Di Seborga, pemilihan berlangsung setiap tujuh tahun. Putri Nina merupakan wanita pertama yang memegang jabatan tersebut.
Lahir di Jerman, wanita bernama Dobler Menegatto ini tinggal di Monako saat menemukan Seborga 15 tahun lalu bersama mantan suaminya dan mantan pangeran, Marcello I.
"Awalnya saya pikir seluruh cerita itu cukup lucu dan saya tidak menganggapnya serius," katanya saat berbicara tentang klaim kemerdekaan Seborga.
![]() |
"Tapi kemudian saya membacanya dan itu semua benar," tambahnya.
Klaim itu ternyata sudah ada sejak tahun 1960-an saat Giorgino Carbone yang mengelola petani bunga lokal melihat sejarah kota. Dia menemukan ada sesuatu yang salah.
Seborga disumbangkan kepada biarawan Benediktin pada tahun 954 lalu mereka menjualnya pada tahun 1729 ke Kerajaan Sardinia yang kemudian jadi bagian dari Kerajaan Italia. Akan tetapi menurut Carbone, tak ada catatan sejarah tentang hal tersebut yang berarti Seborga tidak pernah secara sah menjadi bagian dari Italia.
"Sulit untuk berpikir bahwa hampir 300 tahun kemudian, ketiadaan dokumentasi ini adalah dasar yang realistis untuk membangun pengakuan hukum," kata pakar mikronasi Italia, Graziano Graziani.
"Namun, komunitas yang percaya pada kemerdekaan Seborga mendasarkan tuntutannya pada hal itu," tambahnya.
Mahkamah Konstitusi Italia maupun Pengadilan Hak Asasi Manusia di Eropa telah menolak keinginan Seborga. Tapi ini tak menggoyahkan tekad sang putri.
"Itu tidak akan terjadi hari ini atau besok, tetapi tidak ada yang tidak mungkin: lihatlah Brexit," tambahnya.
"Ini bagus untuk pariwisata juga, tidak bisa disangkal. Siapa yang tidak menginginkan dongeng, putri dan kereta kuda? jadi, ya, itu objek wisata, tetapi juga bagian dari sejarah Seborga," kata Putri.
(elk/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum