Kisah Medan Perang Tertinggi di Dunia, 6.700 Meter di Atas Permukaan Laut

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kisah Medan Perang Tertinggi di Dunia, 6.700 Meter di Atas Permukaan Laut

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Selasa, 06 Sep 2022 07:11 WIB
Gletser Siachen
Foto: Gletser Siachen (Getty Images)
Siachen -

Ini bukan medan perang biasa, tapi medan perang tertinggi di dunia. Ketinggiannya mencapai 6.700 meter di atas permukaan laut. Inilah kisah gletser Siachen.

Selama hampir empat dekade terakhir, ribuan tentara India dan Pakistan saling bertempur di tempat yang hampir menyentuh awan dan dikelilingi salju setebal 15 meter. Mereka saling bertarung di gletser Siachen, yang disebut-sebut sebagai medan perang tertinggi di dunia.

Dengan ketinggian 6.700 meter di atas permukaan laut (mdpl), gletser di utara Kashmir yang menjadi sengketa itu bisa mematikan. Bukan karena jumlah orang yang bersenjata lengkap yang dikerahkan di lereng dan lembahnya, tapi karena kondisi iklim dan geografisnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasukan India merebut kendali wilayah tersebut dari Pakistan pada 13 April 1984 dalam konflik bersenjata yang singkat. Pada pertempuran itu, ribuan personel berseragam dari kedua kubu tewas bukan karena senjata, tapi karena suhu yang sangat dingin, tersapu oleh longsoran salju atau terperosok ke dalam retakan tanah.

Tak hanya itu saja, banyak jasad yang jatuh belum ditemukan dan masih hilang. Beberapa waktu lalu, sebuah unit tentara India yang ditempatkan di daerah itu menemukan dua jasad tentara.

ADVERTISEMENT

Salah satunya merupakan jenazah seorang tentara yang hilang sejak 38 tahun lalu. Tentara itu bernama Chandrashekhar Harbola, yang hilang pada tahun 1984 akibat terjebak longsoran salju bersama 19 rekannya.

Gletser SiachenPertempuran di Gletser Siachen Foto: (Getty Images)

Kerabat Harbola, yang tinggal di negara bagian Uttarakhand di Himalaya, yang berbatasan dengan China, mengatakan penemuan itu mungkin bisa mengakhiri rasa kehilangan yang tragis terhadap orang yang mereka cintai.

Pemakaman dengan penghormatan militer diadakan pada Rabu (24/8), di kampung halaman Harbola. Pers setempat melaporkan, upacara itu dihadiri oleh pejabat tinggi dari wilayah tersebut.

Surat kabar The Times of India juga melaporkan bahwa Harbola seharusnya tidak mengikuti patroli yang merenggut nyawanya itu. Namun, pada menit-menit terakhir, salah satu komandan militer memasukkan namanya dalam pasukan karena ada prajurit yang sakit.

Selanjutnya: Bukan Jenazah Pertama

Bukan Jenazah pertama

Kasus Harbola bukanlah kasus satu-satunya. Pada tahun 2014, patroli lainnya menemukan jenazah Tukaram Patil, yang dinyatakan hilang di gunung 21 tahun sebelumnya.

Pada tahun 2017, India dan Pakistan mencatat kematian 2.500 tentara di daerah itu sejak konflik meletus 38 tahun lalu. Namun, secara tidak resm, beberapa pihak menyebut jumlah korbannya mencapai 3.000 sampai 5.000 orang.

70 Persen korban tewas karena iklim dan medan yang keras. Sejak pemerintah New Delhi dan Islamabad menandatangani gencatan senjata, tidak ada pertempuran tentara dua negara itu yang dilaporkan.

"Musuh terbesar tentara adalah alam: cuaca dingin dan kekurangan oksigen, bukan pasukan yang ditempatkan di depan mereka," kata seorang dokter dan veteran tentara Pakistan kepada BBC dalam sebuah wawancara yang diterbitkan lima tahun lalu.

Gletser SiachenKamp tentara di Gletser Siachen Foto: (Getty Images)

Di Siachen, suhu rata-rata adalah minus 20 derajat sepanjang tahun. Namun, di musim dingin, suhunya turun menjadi minus 50 derajat. Penurunan suhu itu menyebabkan kadar oksigen semakin menurun, yang pada akhirnya membuat sulit bernapas.

Insiden terburuk terjadi pada 7 April 2012. Pada hari itu, 140 anggota Infanteri Ringan Pakistan Utara terkubur longsoran salju. Es dan bebatuan menyelimuti markas besar di sektor Gayari, yang terletak 32 kilometer sebelah barat Siachen.

Setahun kemudian pasukan India mengalami nasib yang sama, ketika dinding es besar pecah di atas sebuah pos India. Pihak berwenang mengkonfirmasi sembilan tentara tewas.

Selanjutnya: Tidak Ada Tanda-tanda Perang Akan Berakhir

Tidak Ada Tanda-tanda Perang Akan Berakhir

Dalam beberapa tahun terakhir, pembicaraan antara India dan Pakistan untuk mendemiliterisasi daerah itu dan menyelesaikan pembatasan perbatasan belum membuahkan hasil. Oleh sebab itu, ribuan tentara masih tetap ditempatkan di daerah tersebut.

Meskipun pada kenyataannya kegiatan rutin seperti pergi ke kamar mandi, menyikat gigi, atau makan pun bisa jadi mematikan bagi para tentara itu karena lingkungan yang sangat tidak bersahabat.

Untuk hal ini kita juga harus tahu biayanya. Pada 2014, BBC melaporkan Angkatan Darat India menghabiskan sekitar US$1 juta dolar per hari untuk memasok pasukannya di gletser Siachen.

Meskipun biayanya sangat besar, pihak berwenang di New Delhi tampaknya tidak mau menyerahkan wilayah strategis itu. Sebab, dari wilayah tersebut mereka bisa mengancam posisi negara tetangga yang berada di daerah yang lebih rendah dan di bagian Kashmir yang menjadi sengketa.

Pada April 1984 India melakukan Operasi Meghdoot, yang mengambil alih gletser Siachen dan mengakhiri upaya pendudukan yang dilakukan Pakistan pada tahun 70-an.

Sejak saat itu, angkatan bersenjata Pakistan telah mencoba untuk merebut kembali daerah itu secara paksa, beberapa kali dalam beberapa tahun. Namun, semua upaya itu gagal.

Salah satu operasi yang gagal dipimpin oleh seorang perwira muda bernama Pervez Musharraf, yang akhirnya menjadi presiden Pakistan pada 2001, setelah memimpin kudeta.

India dan Pakistan, keduanya bersenjata nuklir, telah mempertahankan dua perang untuk menguasai Kashmir, sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1947.


Hide Ads