Potret Kehidupan Orang-orang Pedalaman Papua

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Potret Kehidupan Orang-orang Pedalaman Papua

Afif Farhan - detikTravel
Selasa, 13 Okt 2015 18:23 WIB
Wanita Ugimba yang sedang membawa sayur mayur (Afif/detikTravel)
Ugimba - Tidak ada listrik, jalanan beraspal sampai sinyal internet, itulah gambaran dari Desa Ugimba. Desa di pedalaman Papua yang belum tersentuh pemerintah. Mari lihat, kehidupan masyarakatnya dari dekat.

Tunggu, jangan dulu bayangkan kalau orang-orang di pedalaman Papua masih menggenakan koteka. Pakaian tradisional yang hanya berupa labu yang dikeringkan dan jadi 'pembungkus' alat kelamin pria. Atau wanitanya yang hanya menutup bagian bawah tubuhnya saja.

"Koteka itu sudah jarang yang pakai, hanya orang tua orang-orang tua saja. Kami sudah ada baju yang didapat dari kota (Timika-red). Tapi pakai satu saja sudah," ujar Malama, seorang warga asli Desa Ugimba, Kabupaten Intan Jaya kepada detikTravel beberapa waktu lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Benar kata Malama, masyarakat Desa Ugimba sudah banyak yang menggenakan pakaian. Kalau yang orang tua dimaksud, mereka menolak memakai pakaian dan lebih nyaman dengan apa yang sudah dikenakannya. Asyik sepertinya berbincang dengan mereka, tapi sayangnya mereka tidak bisa berbahasa Indonesia.

Itu baru soal pakaian. Sekarang, mari kita lihat kehidupan masyarakatnya. Para wanita di Desa Ugimba, sehari-hari bekerja mengurus ladang dan menanam sayur mayur, seperti kol, kedelai dan bayam merah. Mereka juga mengurus makanan untuk keluarga, termasuk mengambil air ke sungai.



"Para pria itu bantu-bantu di ladang, tapi hanya membereskan tanahnya saja. Kemudian mereka masuk ke hutan dan berburu untuk makan, berburu kuskus dan hewan-hewan lain," papar Malama.

Kegiatan seperti itulah yang sehari-hari dilakukan oleh masyarakat Ugimba. Masyarakat yang hidup di desa di pedalaman Papua yang belum tersentuh pemerintah. Jangankan sekolah atau rumah sakit, listrik dan sinyal ponsel saja tidak masuk ke sana. Akses jalanannya saja bahkan belum ada. Miris.

"Kalau malam ya sudah gelap, tidak ada yang berani keluar. Enak toh, bisa tidur cepat," kata Malama sembari tertawa.

Tawa Malama justru seolah jadi sindiran buat saya. Saya atau mungkin Anda yang hidup di daerah perkotaan, rasanya selalu kurang puas dengan apa yang sudah dimiliki. Lihatlah orang-orang di Ugimba ini, mereka masih jauh dari kata sejahtera.

Ketika saya tanya, apa yang harus pemerintah lakukan untuk Desa Ugimba? Malama menghela nafas panjang. Seketika, seolah ada jutaan beban yang menumpuk di pikirannya. Raut mukanya langsung berubah serius.

"Tolong, pemerintah itu bantu kami di sini. Sekolah tidak ada, rumah sakit tidak ada dan jalan tidak ada. Kasihan kami, kalau ada yang sakit, dia bisa jalan 20 kilo untuk ke dokter. Bisa mati dia di jalan," ungkap Malama.

Sebenarnya, sudah ada klinik dan sekolah yang dibangun seorang pemuda setempat, Maximus Tipagau di sekitar tahun 2004. Bangunannya hingga kini masih berdiri, tapi kliniknya sudah kosong dan kacanya pecah. Sedangkan untuk sekolah, hanya sekedar memberikan pelajaran baca dan tulis berbahasa Indonesia. Ah, muridnya saja semuanya masih nyeker dan cuma ada tiga kelas saja.



Padahal, Desa Ugimba ini sudah ditetapkan sebagai desa wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (sebelum berganti nama menjadi Kementerian Pariwisata). Seharusnya, sudah ada fasilitas wisata yang bisa dipakai turis dan masyarakatnya hidup dari pariwisata.

Padahal, Desa Ugimba ini memiliki Sungai Kemabu yang mungkin sungai terdingin di Indonesia, atau air terjun cantik yang berbentuk tirai. Seharusnya, bisa dikelola dan dikemas sebagai destinasi wisata yang menarik dan bisa mendatangkan banyak turis.

Padahal, Desa Ugimba ini merupakan desa terdekat ke Puncak Carstensz, puncak tertinggi di Indonesia dan salah satu Seven Summit dunia. Seharusnya, sudah banyak pendapatan yang didapat oleh masyarakatnya entah sebagai pemandu, porter atau mempertunjukan atraksi-atraksi budaya kepada para pendaki.

Masih banyak padahal padahal yang lain, yang mungkin seharusnya bisa membuat Desa Ugimba jadi jauh lebih nyaman untuk penduduknya. Walau lokasinya ada di pedalaman hutan dan dikepung pegunungan, jangan sampai mereka yang tinggal di sana terlupakan.



(aff/aff)

Hide Ads