Pengalaman seru ini dirasakan detikcom pada Senin (25/2/2019). Bersama tim Teras BRI Kapal Bahtera Seva II, kami bergerak dari dermaga Desa Pasir Panjang menuju dermaga Loh Buaya menggunakan perahu bermotor, pukul 11.53 WITa.
Laut sedang tenang, terumbu karang terlihat jelas dari balik permukaan air yang jernih seperti kristal. Di tengah laut saat perjalanan, kerucut-kerucut raksasa warna hijau menjulang di sana-sini. Perbukitan itu seolah mampu memaksa kamera ponsel untuk terus aktif membidik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi bentuk kepalanya lebih mirip tokek kalau itu," kata Kasmir Wan sambil tersenyum. Kasmir adalah 'natural guide' lulusan kursus pemandu yang dikelola koperasi Taman Nasional Komodo. Sehari-harinya, dia selalu melihat komodo. Jadi dia tahu betul bahwa bentuk kepala komodo tidak seruncing patung itu.
Saya semakin penasaran, seperti apa rupa komodo sebenarnya, apakah sama seperti yang terlihat di televisi atau tidak. Di dekat gerbang sudah ada jejak keberadaannya, yakni kotoran komodo. Melangkah hingga ke pohon, nampak tiga kerbau sedang berkubang di lumpur pekat. Ini adalah kerbau liar mangsa komodo.
Kasmir dan pemandu-pemandu lainnya dibekali kayu bercabang berbentuk huruf Y sebagai alat untuk menghalau komodo. Untuk meminimalisir risiko, dia mengimbau agar tidak ada yang mengayun-ayunkan barang bawaan di area ini. Gerakan mengayun seperti itu berpotensi memancing serangan komodo.
![]() |
Di siang hari yang terik ini, saya melanjutkan langkah berharap keberuntungan bisa berjumpa dengan kadal purba raksasa itu. Mata celingak-celinguk ke segala arah, tapi Kasmir tiba-tiba memperingatkan saya.
"Lihat di sebelah kiri, lihat tidak?" kata Kasmir.
Saya langsung menengok ke sebelah kiri bawah. Jantung tiba-tiba berdegup kencang. Saya hampir saja menabrak komodo sepanjang tiga meter yang sedang nongkrong di bawah pohon. Jaraknya hanya empat langkah. Bila Kasmir tidak memperingatkan saya, pasti kaki ini sudah terantuk reptil itu. Padahal hewan itu punya air liur yang sangat beracun. Bukan hanya satu, tapi dua ekor komodo di depan langkah saya.
Namun diamat-amati, dua komodo ini terlihat santai-santai saja. Kepalanya menempel ke tanah. Di titik lain berjarak 50 meter, ada lagi komodo dengan ukuran lebih kecil. Mereka semua terlihat malas siang ini. Ternyata kesan malas ini sering mengecoh, karena komodo bisa berubah sikap 180 derajat menjadi buas.
"Mereka ini memang tidak bisa ditebak," kata Kasmir.
Di sini pengunjung bisa berfoto dengan hewan komodo. Sesi foto dilakukan bergiliran. Dua petugas membantu, yang satu mengatur giliran, dan yang kedua membidik dengan kamera atau ponsel pengunjung. Hasilnya, komodo terlihat besar di potret. Sesi foto ini bukan dilakukan tanpa kewaspadaan. Komodo ini tidak dikerangkeng seperti di kebun binatang, tapi berjalan-jalan di tanah terbuka. Hewan ini bisa berlari dengan kecepatan 18 hingga 20 km/jam.
Ini adalah pengalaman seru. Kata Kasmir, banyak turis tidak seberuntung kami. Tak jarang wisatawan dari luar negeri berkunjung tanpa berjumpa komodo. Akan lebih beruntung lagi bila wisatawan melihat komodo berburu mangsa, namun itu jarang terjadi karena Pulau Rinca luas dan komodo hanya makan sebulan sekali dalam jumlah banyak.
"Waktu yang tepat untuk mengunjungi Loh Buaya Pulau Rinca adalah pagi hari. Kalau mau melihat komodo sedang berburu mangsa, tidak bisa ditebak kapan waktunya," kata Kasmir.
Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di *Ekspedisi Bahtera Seva*. (sna/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum