Pulau di ujung utara Indonesia, Miangas, punya banyak cerita. Satu yang begitu kental dari Miangas adalah hukum adat yang berlaku di masyarakat.
Ada beberapa hukum adat yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat. Saya mengobrol banyak dengan Mangkubumi 2 yang adalah salah satu ketua adat Miangas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada pasangan pemuda yang kedapatan berdua di tempat gelap lewat dari pukul 22.00 Wita, akan diberikan denda," ujar Ismael Essing selaku Mangkubumi 2 di Miangas.
Jika pasangan yang tertangkap masih belum berkeluarga, sanksi yang diberikan adalah memasak. Tak bisa main-main, pelaku asusila yang harus memasak.
"Satu orang masak 8 piring untuk ketua adat dan kepala suku," cerita Ismael.
BACA JUGA: Miangas, Jangan Menangis Lagi
Sanksi yang diberikan akan berbeda jika salah satu pelaku sudah memiliki pasangan. Pelaku yang masih bujang tetap masak dengan porsi 8 piring.
"Kalau pelaku yang satunya sudah berkeluarga, sanksi untuk dia beda lagi. Dia harus masak 18 piring dengan denda Rp 1,5 juta," jelas Mangkubumi 2.
Uang yang diserahkan oleh pelaku asusila akan diberikan untuk kas adat. Kas adat dipegang oleh Mangkubumi untuk keperluan yang menyangkut adat dan penduduk.
Tak hanya sampai di situ. Pelaku asusila yang masing-masing memiliki keluarga tugasnya lebih berat.
"Masing-masing pelaku harus masak sebanyak 24 piring dan daging 20kg. Ada juga uang tunai sebesar Rp 2 juta," tutur Ismael.
BACA JUGA: Dentang Lonceng, Tanda Kabar Duka di Miangas
Ini belum selesai. Setelah pemberian makan ke ketua adat dan suku, pelaku harus diarak keliling pulau!
"Arak-arakan akan dilakukan pagi hari secara bergantian," kata Ismael.
Saat arak-arakan, pelaku asusila harus berjalan keliling pulau sambil menggebuk tambur. Kemudian dengan lantang, mereka akan berteriak 'Jangan ikuti saya'.
Arak-arakan ini akan ditonton oleh semua warga. Jadi sejak masih kecil pun warga Miangas sudah ditanamkan untuk berperilaku baik dan taat adat.
Simak Video "Mengenal Miangas, Pulau Indonesia yang Lebih Dekat ke Filipina"
"Hukum ini tidak mengharuskan mereka untuk menikah. Kami hanya berusaha menjaga tanah adat," tambah Ismael.
Masyarakat percaya bahwa kerukunan yang terjadi di masyarakat akan sangat berpengaruh dengan hasil laut dan cuaca.
"Kalau ada keluarga yang bertengkar nanti cuaca tidak bagus dan tangkapan ikan tidak ada. Jika pergi melaut harus kasih damai di rumah," tutur Mangkubumi 2.
Meski hukum adat ini sangat tegas, namun ada saja warga yang kedapatan melanggar. Pihak organisasi adat berharap hukum ini akan diteruskan sampai ke generasi selanjutnya.
Ikuti terus berita tentang ekspedisi di pulau-pulau terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com!
(bnl/aff)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan