Anjloknya jumlah turis China menjadi kewaspadaan tersendiri bagi Indonesia saat badai virus Corona. Kenapa turis China mendapatkan perhatian khusus dari pariwisata Indonesia?
Indonesia resmi menutup sementara kegiatan kerja sama dengan China. Penerbangan dari dan ke China pun ditutup terkait dengan penyebaran virus Corona sejak 5 Februari.
Kebijakan itu , diakui atau tidak, membuat aktivitas pariwisata Indonesia melambat. Sebab, kuantitas turis China menjadi top 3 penyumbang devisa untuk pariwisata.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (6/2/2020), turis China menjadi penyumbang turis terbesar kedua, cuma kalah dari Malaysia di tahun 2019.
Malaysia menyumbang 2,98 juta kunjungan di tahun 2019. Kemudian, China mencapai 2,07 juta kunjungan, Singapura 1,93 juta, Australia 1,39 juta, dan Timor Leste 1,18 juta.
"Market China ini 30 dari market share keseluruhan dan mereka berduit," ujar Putu Winastra, sekretaris Association of The Indonesian Tours and Travel (ASITA) Bali.
Dalam paket liburan lima hari di Bali saja, turis China bisa merogoh kocek minimal USD 300-500 atau sekitar Rp 6,8 jutaan. Dari perhitungan Keenparekraf
"Kegiatan favoritnya suka shopping, cruise, rafting dan water sport lainnya," ujar Putu.
Selain itu, turis China juga tak seperti wisatawan lain. Mereka lebih suka datang berkelompok dengan jumlah yang tidak sedikit.
"Mereka kebanyakan datang bergrup sebanyak 20-30 orang, tapi sekarang sudah mulai datang individual dan family," kata Putu.
Turis China memiliki kebiasaan yang berbeda dengan turis Eropa. Turis China jarang sekali datang liburan ke satu tempat yang sama, sedangkan turis Eropa hobi datang ke satu tempat berkali-kali.
"Mereka jarang repeat, karena memang pasarnya begitu," kata Putu.
(bnl/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol