Virus Corona atau COVID-19 juga jadi faktor kematian pesawat jumbo A380. Kenapa demikian dan apa alasannya?
Dilansir CNN, A380 sangat populer di mata traveler, namun biaya operasional pesawat ini amat mahal. Apalagi di tengah wabah Corona, kinerja maskapai sangat terpukul.
Lufthansa, Qantas, dan Air France telah mengandangkan Airbus 380. Sebab, ada penurunan tajam terkait tingkat keterisian kabin dan banyak pesawat yang lebih kecil terbang di keadaan hampir kosong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airbus sudah mengumumkan penghentian produksi pada 2019 lalu dengan pengiriman terakhir pada 2021. Namun, A380 menghilang dari langit lebih cepat karena COVID-19.
Lufthansa, mengandangkan 14 pesawat jumbo A380 di awal Maret hingga akhir Mei. Pesawat dua tingkat ini memiliki kapasitas 853 penumpang jika hanya terdapat satu kelas dan bila dipecah menjadi tiga kelas hanya menjadi 525.
Menurut situs aviasi Jerman, aero.de, ada memo internal tentang A380 Lufthansa di bulan ini. Pesawat itu hanya memiliki load factor sekitar 35%, artinya rata-rata penumpang yang diterbangkan pesawat itu hanya sejumlah 180 orang.
A380, kata John Grant dari AG Aviation Consultants, adalah pesawat yang berukuran terlalu besar untuk saat ini. Kini, banyak negara melakukan lockdown, meski harga BBM rendah, namun itu tidak berpengaruh.
![]() |
Armada A380 Lufthansa yang sebelumnya terbang rute dari Jerman ke Los Angeles, Miami dan San Francisco serta tujuan lain di seluruh dunia, saat ini diparkir di bandara Frankfurt dan Munich.
Di sisi lain, maskapai Australia, Qantas mengumumkan pengandangan 12 pesawat A380-nya pada 10 Maret hingga pertengahan September. Dua pesawat lainnya sedang menjalani pemeliharaan.
Qantas akan menggunakan pesawat yang lebih kecil dalam melayani penumpang dan menjaga rute-rutenya tetap hidup. Maskapai ini juga melakukan pengurangan kapasitas penumpang hampir seperempat selama enam bulan ke depan.
Maskapai terbesar Korea Selatan, Korean Air dan Asiana Airlines, juga mengandangkan A380-nya. Lalu, Air France juga memarkirkan 10 pesawat jumbonya pada 16 Maret, meski sudah ada ide pemangkasan sejak tahun 2018 lalu.
Harga terakhir A380 adalah sebesar USD 445 juta, nilai pesawat jumbo ini telah anjlok. Menurut Valerie Bershova, analis valuasi di Ascend by Cirium, memperkirakan nilai A380 sekarang berkisar antara USD 77 juta untuk pesawat bekas buatan 2005, dan USD 276 juta untuk pesawat baru buatan 2019.
Nilai suku cadang A380 dalam 10 tahun hanya sebesar USD 35 juta. Namun, tak ada tanggal pasti akan penerbangan kembali A380 dan bisa jadi virus Corona atau COVID-19 adalah penyebab kematiannya.
Secara global, maskapai kehilangan pemasukan hingga USD 113 miliar karena krisis Corona. Data itu dikeluarkan International Air Transport Association (IATA).
Konsultan CAPA Centre for Aviation yang berbasis di Sydney telah memperingatkan kesulitan maskapai. Katanya, tanpa bantuan pemerintah, sebagian besar perusahaan penerbangan di seluruh dunia itu akan menghadapi kebangkrutan pada akhir Mei.
(msl/msl)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Ada Apa dengan Garuda Indonesia?