Bersyukurlah Bisa #dirumahaja, Mereka Terjebak di Negeri Orang

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bersyukurlah Bisa #dirumahaja, Mereka Terjebak di Negeri Orang

Femi Diah - detikTravel
Jumat, 22 Mei 2020 08:17 WIB
Maskapai Australia Qantas Juga Temukan Keretakan di Tiga Pesawat Boeing 737
Ilustrasi traveler terjebak di Australia (ABC Australia)
Sydney -

Pandemi virus Corona masih menyisakan traveler yang tak bisa pulang ke negaranya. Mereka terdampar di negeri orang hingga harus minta bantuan makan.

Di antara traveler yang belum bisa pulang itu adalah Sonia Alvarez dari Kolombia. Dia dan dua anggota keluarganya sudah tiga bulan berada di Australia.

Sonia, perempuan 58 tahun, langsung mendapatkan pengalaman rumit dalam traveling perdananya ke luar negeri. Sonia terbang ke Sydney bersama putrinya Camila Cardona dan menantunya Ricardo Stoltze pada 16 Maret.

Rencananya sih mereka hanya akan pelesiran tiga pekan di Sydney. Tapi, rencana tinggallah rencana setelah dunia diterpa virus Corona.

Baca Juga: Ramadhan di Australia yang Tetap Khusyuk Meski Ada Corona

Australia memang telah membuka perbatasan setelah kasus COVID-19 menurun. Tapi, tidak dengan Kolombia. Negara asal Sonia itu masih ditutup. Penerbangan internasional belum beroperasi lagi. Mereka pun mau tak mau tetap bertahan di Australia. Kini, sudah dua bulan mereka berada di Negeri Kanguru itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Betapa sengsaranya mereka di tanah asing. Bahkan, makanpun didapatkan dari bantuan.

"Kami berada di sini untuk liburan senang-senang, semuanya telah direncanakan. Tetapi, sekarang ini situasinya membuat cemas," kata Sonia seperti dikutip ABC.

Camila menyebut tiket pesawat menuju Bogota harganya tidak masuk akal. Yakni, mencapai USD 4.500 per orang Rp 66 juta.

"Itu sangat mahal.... Lebih baik kami menunggu karena jika Anda mengubah uang USD 4.000 ke peso itu akan menjadi seperti 12 juta peso," kata Camila.

"Kami datang ke sini untuk bersenang-senang dan sekarang kami justru membutuhkan bantuan. Sangat aneh bagi kami," dia menambahkan.

Kini, mereka bergabung dengan Komunitas Kolombia di Sydney. Mereka bekerja sama dengan badan amal setempat, seperti Organisasi Pusat Komunitas Jalan Addison (ARCCO) di Marrickville, untuk mendukung mereka dan wisatawan yang terlantar lainnya dengan menyediakan bahan makanan gratis.

"Pada saat seperti ini, dengan krisis kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, kami tidak membedakan antara warga negara atau bukan warga negara, mereka sama-sama membutuhkan," kata kepala eksekutif ARCCO Rosanna Barbero.

ADVERTISEMENT

Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Bisa Naik Sampai 50% di Masa Depan

Trio Kolombia itu bukan satu-satunya wisatawan yang terdampar di Australia karena dibatasinya penerbangan internasional. Menurut Departemen Dalam Negeri Australia, ada lebih dari 110.000 turis yang tak bsia meninggalkan negara itu.

Banyak negara sedang dalam upaya memulangkan warga yang ada di negara lain, termasuk Australia, tetapi dengan perjalanan udara masih sangat terbatas dan tiket pesawat harganya sangat mahal, tak sedikit wisatawan yang terkatung-katung.


Turis dari Sri Lanka juga berjuang untuk menemukan jalan pulang. Salah satunya, Meemarage Perera.

Dia terbang ke Sydney dari Kolombo pada 10 Maret untuk mengunjungi putrinya. rencananya, dia cuma tinggal dua atau tiga pekan di Sydney.

Tetapi, untung tak dapat diraih sedangkan malang tak dapat ditolak, penerbangan pulang ke Kolombo dibatalkan tak lama setelah dia tiba di Sydney. Bukan apa-apa, berada di negara orang lain membuatnya tidak gampang mengurus fasilitas kesehatan.

Baca juga: Cerita WNI Jalani Ramadhan Saat Lockdown di Serbia

Itu berbeda andai dia bisa berada di Kolombo. Perempuan berusia 80 tahun memiliki akses lebih mudah untuk pengobatan tekanan darah tinggi, diabetes, dan radang sendi.

"Karena penyakitku dan usiaku serta kesendirianku di sini, akan lebih baik kalau aku kembali ke Kolombo secepat mungkin," kata Perera.

"Ketika kamu tidak tahu kapan kamu akan pulang, kamu merasa sangat sedih. Aku sampai tidak bisa tidur di malam hari," ujar dia.

Kini, dia sedang berusaha untuk bisa pulang secepatnya. Dengan bantuan Asosiasi NSW Sri Lanka, Perera telah menulis surat kepada Komisaris Tinggi di Canberra mengharapkan bantuan bisa terbang lebih cepat ke Kolombo.

"Aku tidak bisa membayangkan diriku terjebak di Australia selama berbulan-bulan lagi," dia menambahkan.

Baca Juga: Suka Duka WNI Jalankan Ramadhan di Australia Saat Pandemi Corona

Halaman 2 dari 2
(fem/ddn)

Hide Ads