1. Pasar Ular
Pasar Ular menjadi dua bagian saat ini, yakni Pasar Ular Plumpang dan Pasar Ular Permai. Pasar Ular Plumpang merupakan Pasar Ular baru, sebelumnya ada di Pasar Ular lama atau Pasar Ular Permai pada 1970-an. Pasat Ular lama itu juga hasil relokasi dari pasar di pelabuhan pada 1970-an.
"Pada 1990-an itu dibangun lagi Pasar Ular yang baru. Di sana dijual produk-produk KW super. Dulu terkenal banget. Kalau yang sekarang Pasar Ular sudah ada di Pasar Ular yang baru. Pasar Ular yang lama itu identik sebagai pasar keramik dari China dan Turki. Harganya dari jutaan, bahkan bisa puluhan juta rupiah," kata Ira.
"Untuk ke sana paling nyaman Sabtu dan Minggu, karena jalur ke sana cukup berbahaya dengan banyaknya kontainer keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok," Ira menambahkan.
2. Gereja dan masjid lambang toleransi
Gereja dan masjid itu berada di Jalan Enggano dan dibangun oleh manajemen Pelabuhan Tanjung Priok pada 1980. Gereja itu bernama Gereja Masehi Injil Sangihe Talaud Mahanaim, sedangkan masjidnya merupakan Masjid Al-Muqarrabien.
Kedua bangunan itu serasi dengan warna yang saling melengkapi. Masjid Al-Muqarrabien berlantai dua dicat dengan warna merah, hijau, dan biru. Masjid itu dibangun setahun kemudian, tepatnya pada 1958. Adapun gereja di sampingnya berdiri dengan warna cat putih dan merah yang dibangun pada 1957
Ira bilang kedua bangunan itu didirikan sebagai tempat ibadah pelaut-pelaut yang singgah di Tanjung Priok. Juga untuk pekerja pelabuhan.
Dalam prosesnya, keberadaan gereja dan masjid yang berdampingan itu menjadi menarik seiring isu konflik agama. Gereja dan masjid itu dianggap mewakili toleransi.
"Ini bukti toleransi tinggi di Tanjung Priok. Saya sendiri, sebagai warga Priok, dulu tidak melihat ini sebagai hal yang spesial, tapi kemudian saat saya lewati bersama teman saya dari Filipina, dia langsung antusias. Dia mengambil foto karena menurut dia bagus banget ada masjid dan gereja bersisian," kata Ira.
"Gereja dan masjid itu sekarang memiliki langit-langit yang rendah karena berkali-kali diuruk untuk menyesuaikan jalan," dia menerangkan.
Pas ada di pintu masuk pelabuhan, masjid dibuka setiap hari, gereja pas lagi ibadah.
3. Kampung Warteg
Kawasan Kampung Warteg alias warung Tegal itu berada di Jalan Enim, yang dulu merupakan jalan masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sepanjang jalan itu berdiri warteg yang berjejer.
"Dulu ada puluhan warteg berjejer di sana di sisi kanan dan kiri jalan. Warteg itu buka 24 jam. Karena dekat pelabuhan, jadi setiap hari ada ribuan orang yang mampir di pelabuhan. Kalau makan di restoran mahal kan, makanya warteg menjadi primadona," ujar Ira.
Tapi setelah pintu masuk Pelabuhan Tanjung Priok dipindah ke Jalan Enim, popularitas warteg itu pun berkurang. Kini warteg tidak sebanyak dulu lagi.
"Salah satu warteg yang punya makanan enak itu Warteg Nabila. Bedanya apa dengan warteg lainnya? Warteg itu menjual sup iga dan sup iganya enak banget. Sup Betawinya juga enak," ujar Ira.
4. Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung Priok ini dibangun juga pada zaman Belanda untuk mendukung aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan, disebut-sebut ada jalur rahasia antara Pelabuhan Tanjung Priok dengan stasiun tersebut.
"Katanya di zaman Belanda itu ada bunker yang menghubungkan ke Pelabuhan Tanjung Priok untuk mengangkut komoditas yang diturunkan dari kapal. Bunker itu baru ditemukan pada 2010. Kondisinya sudah rapuh, jadi ditutup," kata Ira.
 Stasiun Tanjung Priok Foto: (Tommy Bernadus/d'traveler) |
Selain memiliki bunker, Stasiun Tanjung Priok itu memiliki deretan penginapan. Itu untuk mengakomodasi calon penumpang kapal yang memerlukan penginapan. Lagi pula, dulu Stasiun Kereta Tanjung Priok melayani kereta jarak jauh.
"Dulu ini melayani antarprovinsi, pas dibuka lagi 2010 tidak lagi melayani ke daerah. Cuma melayani Jabodetabek, termasuk ke Rangkas kalau mau ke Baduy," kata Ira.
Stasiun Tanjung Priuk masih mempertahankan ornamen Belandanya.
5. Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Tanjung Priok sudah modern sejak zaman Belanda. Pelabuhan ini dibuat luas untuk melayani meningkatnya perdagangan di dunia setelah Terusan Suez dibangun.
Saat ini, Pelabuhan Tanjung Priok disebut sebagai pelabuhan paling sibuk di Tanah Air. Pelabuhan ini menangani lebih dari 30 persen komoditas nonmigas Indonesia, juga 50 persen dari seluruh arus barang yang keluar-masuk Indonesia.
"Saat ini jalur pejalan kaki sangat menarik karena ada tanaman tabebuya. Di sini juga tempat bersandarnya kapal pesiar. Sejak zaman Jokowi, Pelabuhan Tajung Priuk itu makin ramai karena perizinan makin mudah," Ira menjelaskan.
Di dalam Pelabuhan Tanjung Priuk itu terdapat Gedung Pelindo yang mengelola kegiatan operasional pelabuhan. Lokasinya sekitar sekitar 10 menit dari pintu masuk dengan berjalan kaki.
Selain itu, di dalam Pelabuhan Tanjung Priok ada Museum Maritim. Museum itu belum lama dibuka untuk umum, baru sekitar dua tahun diresmikan dan sangat modern meskipun berada di dalam gedung tua.
"Museum itu menyimpan catatan perkembangan pelabuhan dari masa ke masa, sejarah maritim Indonesia. Museum dibangun oleh Pelindo dan sampai sekarang masih gratis biaya tiket masuk," ujar Ira.
"Selain ada ruangan simulasi nakhoda dengan layar tiga dimensi, ada juga kisah awal mula celengan," kata Ira.
6. Makam Mbah Priuk
Makam Mbah Priuk atau alias Habib Hasan al-Hadad menjadi salah satu destinasi wisata religi primadona di DKi Jakarta. Pada 2017, kawasan itu menjadi cagar budaya dan diresmikan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Ada yang bilang nama Mbah Priuk ini ada kaitannya dengan asal usul nama Tanjung Priok. Tapi ada yang tidak menyetujuinya," kata Ira.
 Warga melakukan ziarah di kawasan Makam Keramat Mbah Priuk di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/5). Foto: Pradita Utama |
Ira berkisah Mbah Priuk adalah seorang alim ulama yang lahir di Palembang. Dia datang ke Batavia untuk menyebarkan agama di abad ke-18. Dia datang dengan banyak pengikut, namun di perjalanan, saat masih berada di laut, kapal terombang-ambing dan mereka kehabisan makanan.
"Habib Hasan itu dipercaya pengikutnya memiliki karomah, yakni bisa memunculkan nasi cuma dengan memasukkan periuk nasi ke dalam jubahnya. Tapi, sebelum sampai di Pelabuhan Batavia, di Teluk Ancol, Habib Hasan itu keburu meninggal dunia," ujar Ira.
"Anak buahnya memakamkan habib itu sekaligus ditanam periuk itu dan bunga tanjung. Sejak itu namanya Tanjung Priok," Ira menambahkan.
Dulu, lanjut Ira, makam Mbah Priuk itu ada di Ancol, namun Belanda memindahkan ke Tanjung Priok. Upayanya dilakukan berulang-ulang karena konon makam itu sulit dipindahkan. Konon, beberapa petugas itu jatuh sakit saat hendak membongkar makam Mbah Priuk.
"Nama Mbak Priuk itu menjadi perbincangan pada 2010 saat Satpol PP bentrok dengan santri. Dan kemudian menjadi wisata religi dan sejarah Jakarta," kata Ira.
Sejarawan JJ Rizal berpendapat lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Mbah Priuk bukanlah salah satu pendakwah Islam berpengaruh di tanah Betawi. Dia bilang dalam silsilah tokoh-tokoh yang dianggap berjasa membuat Betawi identik dengan Islam, sosok Mbah Priuk tak pernah disebut.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol