Kini, sekitar ribuan orang memadati Goa Pindul setiap harinya. Kekhawatiran pun muncul dari berbagai pihak, baik dari wisatawan sendiri atau dari pemerhati gua Hikespi (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia).
"Sekarang wisatawan yang datang ke Goa Pindul tidak terkontrol. Bukan jadi special tourism lagi tapi jadi mass tourism, karena mereka menghargai bentang alamnya seharga Rp 30 ribu saja. Kalau dijual murah ya jadinya seperti pasar," kata Presiden Hikespi (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) Cahyo Alkantana, kepada detikTravel, Senin (4/10/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gua itu cukup rapuh, bisa dikatakan suatu bentang alam yang memang ciri khasnya beda dan banyak biota yang ada di situ. Kalau berbasis ekowisata tentu tidak masalah. Tapi yang terjadi sudah overload, sudah blunder," ungkap Cahyo.
Operator tur yang menjual cave tubing diharapkan bisa makin peduli lagi terhadap kelestarian Goa Pindul. Jika kunjungan wisatawan yang terus membludak, tak hanya ornamen-ornamen gua yang patah dan biotanya terganggu, melainkan juga keselamatan pengunjung.
"Umpamanya 200 pengunjung dibagi terhadap 7 oprator tur di sana, memang mungkin tidak cukup. Tapi sebenarnya, pengembangan wisata berbanding sejajar dengan pendapatan. Untuk menjadi lebih baik lagi, operator tur harus duduk bersama dan memikirkan solusinya karena kalau diteruskan seperti ini (Goa Pindul) akan rusak," papar Cahyo.
Cahyo juga mengimbau Pemerintah Daerah Gunungkidul untuk cepat mengambil langkah. Pihak Hikespi pun bakal terus memandu dengan memberikan rambu-rambu dan pengetahuan mengenai gua.
"Saya cukup prihatin dan saya tidak menyalahkan siapa-siapa, karena pengetahuan mereka belum tahu banyak mengenai kehidupan dan pengetahuan gua. Saya akan mencoba berbicara dengan pihak setempat," tutup Cahyo.
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!