Dalam acara jumpa pers peluncuran GMTI oleh lembaga Crescent Rating bekerja sama dengan Master Card di Hotel Pullman Jakarta, Menpar Arief Yahya mengungkapkan hal ini. Setidaknya ada 3 masalah besar yang dihadapi oleh para pelaku bisnis wisata di Indonesia terkait wisata halal.
Yang pertama adalah soal kurang diliriknya potensi wisata halal untuk pasar traveler Muslim. Padahal potensinya sangat besar. Menurut Fazal Bahardeen, CEO Crescent Rating, di tahun 2020 proyeksi pertumbuhan traveler Muslim akan mencapai 168 juta orang, itu setara dengan nilai perputaran uang sebesar USD 250 Milyar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah kedua adalah soal 3 kriteria penilaian dari Crescent Rating untuk GMTI yang kurang disadari oleh para pelaku usaha pariwisata. Ketiga kriteria itu antara lain, menghadirkan destinasi, fasilitas, serta marketing dan awareness yang terbaik bagi traveler Muslim yang berwisata ke Indonesia.
"Sekali lagi, wisata halal ini bukan tentang agama. Tak peduli apapun agama Anda, yang memberikan pelayanan terbaik, destinasi terbaik, pasti akan memenangkan persaingan," tegas Arief.
Terakhir, Menpar Arief Yahya menyoroti tentang kurang sensitifnya Indonesia terhadap wisata halal. Arief menyebut itu karena sudah defaultnya Indonesia itu halal, jadi tidak perlu untuk di standarisasi. Padahal standarisasi itu penting bagi traveler muslim dari negara lainnya.
"Kenapa kita tidak sensitif? itu karena pada umumnya Indonesia itu halal. Kita tidak mungkin kan menulis halal di dalam rumah kita sendiri? Di sisi lain, kita harus sensitif karena pasar menginginkannya. Indonesia harus distandarisasi, lakukan sesuai dengan keinginan pasar. Jangan sesuai keinginan sendiri padahal market berharap ada standarisasi," tutup Arief.
(wsw/shf)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan