Papua punya makanan khas yang terbuat dari sagu dan dikenal dengan sebutan papeda. Di Festival Danau Sentani IX, papeda yang biasa disajikan hangat untuk menggantikan nasi, ada yang dikemas dan dijajakan dengan dingin.
Festival Danau Sentani IX yang digelar di tepi danau yang berada di kawasan wisata Khalkhote, Sentani Timur, Jayapura, Papua, menyajikan sejumlah produk khas asli Bumi Cenderawasih. Termasuk kuliner yang banyak dicari, seperti bubur sagu atau papeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu piring terdapat 5 papeda yang dibungkus dengan daun seperti lontong. Lima papeda bungkus itu dilengkapi lauk ikan goreng dengan ukuran kecil-kecil.
"Ini satu piring Rp 10 ribu," ujar Barbalina saat berbincang dengan detikcom di lokasi.
Barbalina mengajak 4 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Ia tinggal di Pulau Ayapo, salah satu desa yang mengapung di Danau Sentani. Ia menyeberang dengan Johnson, perahu kayu yang biasa digunakan nelayan atau warga di pulau-pulau kecil di Danau Sentani untuk transportasi.
Isi papeda dingin (Elza/detikTravel)
Diceritakan Barbalina, papeda bungkus biasa dijajakan saat ada acara-acara keramaian. Seperti pesta pernikahan, ulang tahun, pembayaran mas kawin (lamaran). Juga acara pesta-pesta rakyat seperti FDS ini.
"Kalau ada ramai boleh itu dijual. Kalau tidak laku, bagi saja ke orang-orang mari makan sama-sama," kata dia.
Papeda Papua memang tidak berbeda jauh seperti Papua yang ada di Maluku dan kawasan Indonesia Timur lainnya. Hanya beda saat proses masaknya saja.
Saya mencoba mencicipi papeda bungkus ini. Rasanya sangat kenyal dan tidak terlalu lumer seperti ketika papeda disajikan saat hangat. Jika dimakan tanpa apa-apa, memang terasa hambar. Tapi akan sangat berbeda ketika dicampur dengan lauk ikan. Rasanya nikmat dan gurih. Dan tentunya 'nyes' di lidah.
"Tergantung orangnya saja mau campur apa. Ini bisa tahan 5 hari. Bisa kasih taruh di kulkas, bisa satu minggu tahannya. Tambah dingin, tambah enak, makin kenyal dia," jelas Barbalina.
Lantas apa saran Mama Barbalina untuk lauk atau campuran papeda yang pas?
"Bisa kasih makan dengan mie, sarden, enak itu. Kalau tidak ada lauk, dimakan dengan sayur bisa. Dengan rica kah, kuah jeruk, ikan disayur kah," jawabnya.
"Mau makan kosong pun bisa. Seperti agar-agar kalau sudah kasih taruh di kulkas. Ini bule-bule ke sini beli punya mama," tambah Barbalina.
Ternyata papeda dingin juga dipercaya punya khasiat oleh penduduk setempat. Jika makan papeda dingin ini, paru-paru akan bersih dari kotoran-kotoran seperti nikotin, flek dan sebagainya.
"Papeda dingin. Bisa untuk cuci paru-paru. Dingin to rasanya, dia kasih bersih paru-paru. Angkat yang menempel di paru-paru. Makan papeda kenyangnya lama. Pagi makan, malam baru makan lagi," tuturnya.
Penjual pinang (Elza/detikTravel)
Selain papeda, di lokasi FDS juga banyak terlihat penjual pinang. Campuran buah pinang dan kapur merupakan pengganti rokok yang banyak dikonsumsi warga Papua. Namun pinang menyisakan warna oranye di bibir pemakannya.
Harga pinang dijual satu paket seharga Rp 10 ribu berisikan sekitar 4-5 buah dan kapurnya. Namun juga ada yang di jual satuan. Buah pinang besar dijual sekitar Rp 2 ribu.
(rdy/shf)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Suhu Bromo Kian Menggigit di Puncak Kemarau