Adalah Sleep Bus atau yang kini berganti nama menjadi Cabin, sebuah perusahaan Startup bus yang disebut juga sebagai hotel bergerak pertama di AS. Dilansir detikTravel dari situs resminya, Kamis (6/7/2017), Cabin pun disebut juga sebagai bus bintang lima. Wah, seperti hotel saja.
Bus itu pun menjadi buah pikiran dari sang CEO Cabin, Tom Currier. Bisa dikatakan, kalau Tom telah mengubah pemikiran orang akan bus yang dicap sempit dan tidak nyaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara penampakan, Cabin memang tidak jauh beda dengan bus Double Decker yang ada di Indonesia atau kota besar lainnya di dunia. Hanya saja, Cabin tampak lebih mewah dalam balutan warna hitam dan isinya yang jauh lebih prestigius.
Seperti kata Tom, interior di dalam Cabin tak ada ubahnya dengan kabin pesawat kelas First Class yang ber-AC. Dengan konsep seperti hotel kapsul, ada 24 tempat tidur di dalam Cabin. Setiap tempat tidurnya dilengkapi dengan lampu baca hingga jendela bergorden.
Kemudian ada juga complimentary tambahan seperti kaus kaki, minuman botol, penutup kuping dan minuman Dream Water yang bisa membantu traveler untuk tidur nyenyak.
Selain itu, terdapat juga area lounge yang cukup besar dan kamar mandi. Tidak tanggung-tanggung, Cabin juga dilengkapi dengan fasilitas WiFi.
Hingga saat ini, Cabin telah memiliki tiga bus yang dapat mengantarkan traveler dari San Francisco ke Los Angeles di AS. Apabila sukses, ke depannya akan ditambahkan sejumlah rute lain seperti New York-Boston, Boston-Washington, dan NYC-DC.
Lantas berapa harga untuk menaiki bus bintang lima ini? Ternyata yakni USD 115 atau sekitar Rp 1,5 juta. Harganya tentu tidak semahal biaya menginap di hotel bintang lima, tapi tidak kalah nyaman.
Rencananya Cabin akan mengoperasikan armadanya pada 14 Juli 2017 mendatang seperti diberitakan media Daily Mail. (rdy/aff)
Komentar Terbanyak
Cerita Tiara Andini Menolak Tukar Kursi sama 'Menteri' di Pesawat Garuda
Aneka Gaya Ahmad Sahroni di Luar Negeri dari Paris sampai Tokyo
Viral Beredar Template IG Itinerary Kunker Anggota DPR Komisi XI di Sydney