Sebagai desa yang melakukan konservasi budaya sejak tahun 80-an, dan dilakukan secara bottom up oleh warga Panglipuran. Namun, konservasi tersebut bukan bertujuan menjadikan desa ini sebagai desa wisata, melainkan agar orang Bali khususnya orang Panglipuran memiliki akses fleksibilitas Desa Kala Patra.
"Desa itu tempat, Kala yang berarti waktu, dan Patra yang berarti manusia keadaan, situasi dan toleransi konservasi dilakukan. Tapi kita fleksibel, melestarikan budaya dan menerima pengaruh budaya modernisasi," ujar Kepala Adat Desa Panglipuran, I Wayan Supat kepada detikcom, Minggu (21/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya konservasi budaya itu, di tahun 1993 desa ini ditawari oleh Bapak Bupati Bangli untuk dijadikan sebagai objek wisata (desa tradisional) pada kala itu. Sehingga kini disebut sebagai Desa Wisata Panglipuran.
"Tujuan pemerintah kabupaten Bangli saat itu bukan sebagai pemeliharaan budaya, melainkan lebih kepada objek wisata dan pengembangan PAD (Pendapatan Asli Daerah) kabupaten Bangli. Jadi sejak saat itu kami memang banyak mendapatkan manfaat, terutama pelestarian budaya makin gencar," ungkap Supat.
Dengan adanya SK Bupati, diatur tentang hak dan kewajiban sebagai pemilik dan pengelola desa Panglipuran hanya diberikan 40% dari hasil pendapatan desa dan 60% ke pemerintah daerah. Dengan adanya itu, desa wisata Panglipuran setidaknya dalam satu tahun dapat menyumbang dari PAD sebesar Rp 3,5 miliar. Bahkan untuk tahun 2018 ini optimis menyumbang PAD sebesar lebih dari Rp 4 miliar.
Desa ini juga pernah dinobatkan sebagai 3 desa terbersih oleh Bombastis Global, tidak heran jika memasuki kawasan ini tidak terlihat satupun sampah yang berserakan. Dengan menanamkan pada warga Panglipuran akan ketakwaan kepada Tuhan, toleransi dengan sesama manusia serta mencintai lingkungan miliknya, sehingga menumbuhkan kesadaran akan menjaga lingkungan agar selalu bersih.
Desa wisata ini memiliki rumah dengan konsep yang serupa dari rumah satu ke rumah lainnya. Bahkan, penempatan pura, tempat tinggal, dan tempat membuang hajat juga tertata sama.
Selain menyuguhkan rumah yang kental dengan adat Bali, pengunjung juga bisa menginap di kawasan desa wisata Panglipuran ini. Cukup dengan merogoh kocek sebesar Rp 500 ribu dapat menginap semalam di kawasan ini.
Untuk mengetahui informasi lainnya dari Kemendes PDTT silakan klik di sini. (ega/fay)
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Skandal 'Miss Golf' Gemparkan Thailand, Biksu-biksu Diperas Pakai Video Seks