Banjir Bali, 1.000 Hektar Lahan Pertanian per Tahun Hilang Jadi Vila

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Banjir Bali, 1.000 Hektar Lahan Pertanian per Tahun Hilang Jadi Vila

Rosmha Widiyani - detikTravel
Minggu, 14 Sep 2025 05:05 WIB
Warga berjalan melewati lumpur pasca terjadi banjir di Pasar Kumbasari, Denpasar, Bali, Kamis (11/9/2025). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat lebih dari 120 titik banjir yang menerjang tujuh wilayah administrasi kabupaten dan kota di Bali dan data sementara per Kamis (11/9), total korban meninggal dunia yang sudah ditemukan berjumlah 14 orang dan yang masih dalam pencarian sebanyak dua orang. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Dampak banjir Bali 2025 (dok. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Jakarta -

Banjir Bali masih jadi sorotan dunia internasional hingga kini di tengah upaya penyelamatan dan perbaikan dampaknya. Hingga Jumat (12/9/2025) jumlah korban tewas dilaporkan mencapai 18 jiwa dengan dua orang masih dalam pencarian. Sebanyak 185 orang harus mengungsi, sehingga jumlah terdampak banjir mencapai 659 jiwa.

Berbagai dugaan bermunculan terkait penyebab banjir Bali yang merupakan peristiwa luar biasa. Salah satunya alih fungsi lahan yang masif terjadi di Bali untuk mendukung industri pariwisata. Termasuk di daerah penyangga kawasan wisata yang lahannya diubah menjadi fasilitas akomodasi untuk para turis.

"Setiap tahun, Bali kehilangan sekitar 1.000 hektar lahan pertanian akibat konversi lahan. Konversi didorong pesatnya pembangunan akomodasi wisata seperti vila dan condotel," tulis Ni Komang Pramudiasari dalam artikelnya yang berjudul Pariwisata Menyempitkan Ruang Hijau: Dampak Ekspansi Villa Terhadap Keseimbangan Tata Guna Lahan di Bali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tulisan dalam Jurnal Pacta Sunt Servanda dari Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) ini juga menyinggung kenaikan harga lahan sebagai pemicu alih fungsi. Terutama di sekitar destinasi wisata yang diubah menjadi vila, hotel, dan akomodasi lain untuk para turis.

Alih fungsi lahan mengancam keberadaan subak yaitu sistem tata kelola air dan irigasi. Sistem ini mencerminkan struktur sosial, religius, dan ekonomi masyarakat Bali. Sistem yang bersinergi dengan alam ini mengelola air dengan baik saat musim hujan dan kemarau, sehingga tidak terjadi banjir atau kekeringan.

ADVERTISEMENT

Semakin masif alih fungsi, maka makin besar risiko terjadinya banjir di Bali. Apalagi jumlah hutan sudah kurang dari 30% luas total wilayah, yang artinya kemungkinan bencana lingkungan makin berisiko terjadi di Bali. Risiko bisa ditekan jika ada keinginan untuk mengendalikan alih fungsi lahan.

Dikutip dari situs Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali, pemerintah setempat mengaktifkan kembali laman informasi Tarubali. Laman ini adalah sarana komunikasi publik untuk penguatan perencanaan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Bali.

Pemprov Bali menyatakan, revitalisasi Tarubali adalah komitmen untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian produktif. Fokus utama saat ini adalah penyelesaian peraturan gubernur tentang tata cara perencanaan pengendalian alih fungsi dan kepemilikan lahan produktif di Bali, sehingga pembangunan bisa sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).




(row/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads